PETANI TEMBAKAU BAKAL TERDAMPAK - Indef: Kenaikan Tarif Cukai Idealnya di Bawah 10%

Jakarta-Pemerintah akan menaikkan tarif cukai rokok pada 2022. Namun, pemerintah belum memutuskan berapa besaran kenaikan cukai di tahun depan itu. Sementara itu, petani tembakau dan pekerja pelinting khawatir dampak kebijakan kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok pada 2022. Sebab, kenaikan tarif cukai Sigaret Kretek Tangan (SKT) dikhawatirkan berdampak pada kelangsungan mata pencaharian mereka.  

NERACA

Sejumlah kalangan menyatakan kenaikan tarif cukai rokok tahun 2022 yang ideal adalah di bawah 10%. Kenaikan cukai sebesar ini dipercaya mampu memenuhi keseimbangan empat faktor yang selama ini menjadi pertimbangan pemerintah yakni pengendalian konsumsi, pemberantasan rokok ilegal, tenaga kerja, dan penerimaan negara.

Menurut Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad, kondisi pandemi Covid-19 belum stabil dan masih membebani daya beli masyarakat yang berpotensi menekan produksi. "Kenaikan 9-10 persen cukup moderat, bahkan bisa lebih rendah," ujarnya, Jumat (3/12).

Tauhid menuturkan, angka tersebut telah mencakup asumsi pertumbuhan ekonomi dan inflasi tahun depan. Pemerintah telah menetapkan target pertumbuhan ekonomi 2022 sebesar 5,2-5,8% dengan inflasi tahunan sebesar 3%. Situasi ini semakin diperkuat oleh data yang memperlihatkan bahwa tingkat prevalensi rokok juga berada dalam tren penurunan.

Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani menyatakan cukai rokok sudah mengalami kenaikan signifikan dalam rentang 2017-2019. "Kalau dari sisi industri, kami khawatir muncul rokok-rokok ilegal karena cukai yang cukup tinggi. Otoritas fiskal perlu melihat juga keseimbangan industri dari sisi risiko munculnya rokok ilegal," ujarnya seperti dikutip merdeka.com.

Keberadaan rokok ilegal selama ini telah menjadi perhatian serius pemerintah, khususnya Kementerian Keuangan. Pemerintah menargetkan tingkat peredaran rokok ilegal dapat ditekan hingga angka 3%. Penurunan rokok ilegal tersebut diharapkan mampu memberikan kontribusi terhadap peningkatan penerimaan negara dari cukai yang tahun depan ditargetkan sebesar Rp 203,9 triliun.

Sejatinya situasi yang belum kondusif seperti saat ini menjadi pertimbangan Pemerintah untuk tidak gegabah dalam mengambil keputusan. Penerimaan negara pada akhirnya menjadi ujung tombak namun impact terhadap kalangan akar rumput juga perlu menjadi perhatian serius Pemerintah.

Ekonom UI Eugenia Mardanugraha mengungkapkan, di masa pandemi ini negara memang membutuhkan penerimaan untuk mendukung berbagai program pemulihan ekonomi nasional. Namun, pemerintah semestinya jangan fokus pada penerimaan saja, karena kenaikan cukai berapapun besarannya tidak akan membantu untuk menutupi defisit akibat resesi ekonomi yang sebabkan pandemi. "Fokusnya jangan pada kenaikan cukai. Kenaikan cukai rokok seharusnya tidak hanya soal penerimaan saja, tapi utamanya soal implikasi pada pekerja dan petani harus diperhatikan," tutur dia.

Kekhawatiran Petani Tembakau                  

Petani tembakau dan pekerja pelinting kini khawatir mengenai dampak kebijakan kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok pada 2022. Sebab, kenaikan tarif cukai Sigaret Kretek Tangan (SKT) dikhawatirkan berdampak pada kelangsungan mata pencaharian pekerja SKT dan termasuk petani tembakau yang terlibat langsung dalam segmen ini.

Ketua Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman (FSP RTMM-SPSI) Daerah Istimewa Yogyakarta, Waljid Budi Lestarianto menilai rencana kenaikan tarif cukai pada 2022 akan memberatkan kehidupan para pekerja di masa pandemi Covid-19. "Khususnya di sektor sigaret kretek tangan yang padat karya yang banyak menyerap tenaga kerja," katanya kepada wartawan, Jumat (3/12). Berdasarkan data organisasinya, sebanyak 60.800 anggota RTMM yang bekerja di industri rokok khususnya SKT telah kehilangan pekerjaan.

Dampak kenaikan cukai rokok terhadap para pekerja IHT yang rata-rata perempuan dengan pendidikan terbatas ini dinilai akan sangat besar jika tarif cukai SKT dinaikkan pada 2022. "Mereka akan terancam kehilangan pekerjaan lantaran permintaan pasar terhadap produk SKT yang menurun," katanya.

Sementara itu dari sisi petani tembakau, Sekjen Asosiasi Petani Tembakau Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Triyanto menyatakan keterkaitan pekerja SKT dan petani tembakau ibarat mata rantai yang menyatu. "Kalau cukai tembakau naik rantai itu bisa putus, petani dan pekerja mau dikemanakan?" katanya.

Dia menilai kenaikan cukai SKT akan berdampak sekali pada petani tembakau dan pekerja SKT. "Kenaikan cukai bisa menyebabkan pabrikan mengurangi produksi sehingga bahan baku tembakau tidak laku," katanya.

Selama ini, tembakau petani paling banyak diserap segmen SKT sehingga kenaikan cukai akan berdampak besar pada sektor ini. "Kalau pabrik mengurangi produksi, bisa ada PHK juga," ujarnya.

Senada, Ketua Umum Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Soeseno menjelaskan bahwa sektor SKT menyerap banyak tembakau lokal. "Kenaikan cukai SKT akan menurunkan produksi sehingga bahan baku tembakau juga menurun penyerapannya," katanya.

Ini yang membuat pihaknya berharap agar cukai SKT tidak dinaikkan sama sekali. Hal ini akan membangkitkan semangat para petani dan pekerja untuk kembali bergairah khususnya dalam masa pemulihan ekonomi akibat pandemi Covid-19.

Kepala Sub Bidang Cukai Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu, Sarno, pernah menyampaikan bahwa rencana pemerintah untuk menaikkan tarif cukai rokok di 2022 untuk menekan jumlah produksi rokok.

Kemenkeu mencatat, jumlah produksi rokok pada 2018 berjumlah 336 miliar batang dan meningkat menjadi 357 miliar batang pada 2019 karena tidak ada kenaikan cukai rokok. Namun pada 2020, produksi rokok kembali turun menjadi 322 miliar batang akibat kenaikan tarif cukai rokok sebesar 12,5%. "Di 2019 ketika tidak ada kenaikan tarif, produksi rokok meningkat drastis. Ketika ada kenaikan tarif secara teratur setiap tahunnya, jumlah produksi menurun," ujarnya seperti Antara, Rabu (6/10).

Kebijakan kenaikan tarif cukai juga terbukti berhasil menurunkan penjualan rokok dalam rangka pengendalian konsumsi. Berdasarkan survei DJBC dan BPS, selama 2013-2020 harga rokok relatif semakin tidak terjangkau yang ditunjukkan oleh peningkatan affordability index (harga transaksi pasar/PDB per kapita).

Pada 2018, harga rokok per bungkus mencapai Rp22.560 dengan affordability index sebesar 11,8% dan pada 2019 harga rokok naik menjadi Rp22.940 namun affordability index justru turun menjadi 11,3%. Hal tersebut dikarenakan tidak ada kenaikan tarif cukai pada 2019 sehingga menyebabkan harga rokok menjadi lebih terjangkau.

Selain itu, kenaikan tarif cukai rokok juga membuat penjualan domestik rokok menurun dengan rata-rata penurunan penjualan sebesar 1,5%. "Secara umum kebijakan kami sudah on the track ya, karena produksinya sudah cukup turun di beberapa tahun terakhir," ujar Sarno. bari/mohar/fba

BERITA TERKAIT

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…