Generasi Milenial Harus Kenali Rumus Kolonial

NERACA

Jakarta - Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah mengingatkan kepada para generasi milenial agar dapat mengenali rumus kolonial.

Ahmad Basarah dalam keterangannya di Jakarta, dikutip Antara, kemarin, mengatakan bahwa rumus tersebut, yakni melakukan politik adu domba.

Rumus yang pernah dipakai negara-negara barat, terutama Belanda, untuk bisa menjajah Nusantara dalam waktu yang sangat lama. Rumus itu akan terus diterapkan oleh pihak-pihak yang tak ingin Indonesia terus bersatu sebagai bangsa besar.

"Ada lima bangsa asing di dunia yang pernah menjajah bangsa kita: Portugis, Spanyol, Belanda, Inggris, dan Jepang," kata dia.

Ia menyebutkan dari lima negara itu, Belanda mempelajari sosiologi nenek moyang sebagai bangsa yang majemuk, khususnya dalam aspek agama.

"Perbedaan inilah yang oleh Belanda dieksploitasi untuk melenyapkan jiwa persatuan di antara anak bangsa," kata Ahmad Basarah saat menjadi pembicara pada Kuliah Umum Universitas Hasanuddin, Makassar, bertema Memperkokoh Kesatuan Republik Indonesia secara virtual.

Menurut dia, kemerdekaan yang sekarang dirasakan seluruh rakyat Indonesia adalah proses perjuangan panjang yang dilakukan para pendiri bangsa, termasuk di dalamnya para pemuda, pelajar, dan mahasiswa.

Mereka, lanjut dia, memiliki peran dalam meletakkan fondasi bangsa Indonesia lewat ikrar Sumpah Pemuda, 93 tahun lalu.

"Ikrar Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 menjadi antitesis gerakan pecah belah Belanda. Belajar dari sejarah, generasi milenial seharusnya juga terus mencari antitesis baru untuk menghadapi rong-rongan dan aksi-aksi yang ingin melemahkan persatuan nasional dan ideologi Pancasila," ucapnya.

Guna memperkokoh kesatuan RI, dosen Universitas Islam Malang itu mencontohkan dalam kondisi bangsa Indonesia sedang dipecah belah oleh Belanda, muncul antitesis terhadap politik pecah belah Belanda dari kampus sekolah kedokteran Belanda, STOVIA (School tot Opleiding van Inlandsche Artsen).

Di kampus itu, kata dia, lahir Boedi Oetomo, organisasi yang didirikan para mahasiswa STOVIA dan pada gilirannya menjadi pelopor lahirnya gerakan kemerdekaan berskop nasional.

"Setelah itu, banyak berdiri organisasi kepemudaan semacam Jong Celebes, Serikat Dagang Islam, Muhammadiyah, juga Nahdlatul Ulama," katanya lagi.

Pemuda Indonesia saat itu menemukan jawaban dari politik pecah belah Belanda. Dari situ, mereka sadar kekayaan alam negeri dikuras bangsa asing berabad-abad.

"Akhirnya sebuah rumusan pun ditemukan, yaitu persatuan," kata Ahmad Basarah.

Menurut dia, semangat persatuan menjelang Indonesia merdeka itu kemudian menghasilkan sejumlah ikrar lahirnya Indonesia sebagai sebuah bangsa, yang di dalamnya kaum muda mengaku berbangsa satu, bangsa Indonesia; bertanah air satu, tanah air Indonesia; dan berbahasa satu bahasa Indonesia, pada bulan Oktober 1928. Ant

 

 

BERITA TERKAIT

Indonesia Potensial dalam Pengembangan Ekonomi Digital

NERACA Jakarta - Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika (Wamenkominfo) Nezar Patria mengatakan bahwa Indonesia memiliki potensi yang besar dalam pengembangan…

Urbanisasi Berdampak Positif Jika Masyarakat Punya Keterampilan

NERACA Jakarta - Deputi Bidang Pengendalian Penduduk Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Bonivasius Prasetya Ichtiarto menyatakan bahwa perpindahan…

Hari Kartini Momentum Perempuan Kembangkan Diri

NERACA Jakarta - Anggota Komisi V DPR RI Novita Wijayanti menilai peringatan Hari Kartini pada 21 April menjadi momentum bagi…

BERITA LAINNYA DI

Indonesia Potensial dalam Pengembangan Ekonomi Digital

NERACA Jakarta - Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika (Wamenkominfo) Nezar Patria mengatakan bahwa Indonesia memiliki potensi yang besar dalam pengembangan…

Urbanisasi Berdampak Positif Jika Masyarakat Punya Keterampilan

NERACA Jakarta - Deputi Bidang Pengendalian Penduduk Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Bonivasius Prasetya Ichtiarto menyatakan bahwa perpindahan…

Hari Kartini Momentum Perempuan Kembangkan Diri

NERACA Jakarta - Anggota Komisi V DPR RI Novita Wijayanti menilai peringatan Hari Kartini pada 21 April menjadi momentum bagi…