Dan Gunung-Gunung Itu Bergerak

Oleh: Amanda Katili Niode, Ph.D.

Direktur Climate Reality Indonesia

Larik tentang gunung yang dikenal kalangan ilmuwan dan agamawan berbunyi --  gunung-gunung tidak diam, mereka bergerak laksana beraraknya mega.

Gunung-gunung itu menempati seperempat lebih luas daratan bumi ini, dan merupakan sumber kesejahteraan lebih dari satu miliar penduduk dunia yang tinggal di kawasannya. Gunung dan biodiversitas yang dikandungnya menyediakan makanan dan obat-obatan, dilengkapi dengan pengaturan iklim, air, tanah, dan udara.

Dari 20 jenis tumbuhan yang memasok 80% makanan penduduk dunia, menurut Organiasasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO), sebanyak enam jenis berasal dari pegunungan, yaitu jagung, kentang, jelai, sorgum, tomat, dan apel.

Ketahanan pangan dan nutrisi tidak terlepas dari peran gunung yang menyediakan lahan untuk tanaman, penggembalaan untuk ternak, aliran air untuk perikanan darat, dan hasil hutan bukan kayu seperti jamur, kopi madu, dan remedi.

Sementara itu, lebih dari separuh penduduk dunia bergantung pada air tawar yang bersumber dari pegunungan untuk kehidupan sehari-hari, termasuk mereka yang bermukim di New York, Rio de Janeiro, Nairobi, Tokyo, dan Melbourne.

Jangan dilupakan juga bagaimana gunung memiliki peran kunci dalam menyediakan destinasi wisata dan energi terbarukan, terutama tenaga air, tenaga surya, tenaga angin, dan biogas.

Demikian berharganya gunung bagi manusia dan lingkungannya, sehingga sejak 2003  Perserikatan Bangsa-Bangsa menetapkan 11 Desember sebagai “International Mountain Day” - Hari Gunung Internasional. Tujuannya untuk menciptakan kesadaran tentang pentingnya pegunungan bagi kehidupan, untuk menyoroti peluang dan kendala dalam pengembangan gunung dan untuk membangun aliansi yang akan membawa perubahan positif bagi masyarakat dan lingkungan pegunungan di seluruh dunia.

Tema Hari Gunung Internasional tahun ini adalah “Keanekaragaman Hayati Gunung - Mountain Biodiversity.” Ini karena 30 persen dari semua area keanekaragaman hayati utama berada di pegunungan.  Namun, ekosistem pegunungan kini berada dalam tekanan besar karena perilaku manusia, yaitu peralihan tata guna lahan, perubahan iklim, eksploitasi berlebihan, spesies invasif, dan pencemaran.

Indonesia merupakan negara dengan jumlah dan densitas gunung berapi aktif terbesar. Dengan memiliki 127 buah gunung berapi banyak manfaat yang diperoleh, tetapi juga berbarengan dengan ancaman bahaya letusan. Di tahun 2020 saja, MAGMA Indonesia mencatat paling tidak ada 131 letusan dari 5 gunung, yaitu Gunung Merapi, Semeru, Anak Krakatau, Sinabung, dan Gunung III Lewotolok,

Walaupun gunung mengandung bahaya, jumlah pendaki gunung tidak berkurang. Situs Indonesia Travel mencatat gunung berapi aktif paling spektakuler yang menawarkan sensasi mendebarkan tersendiri ketika mendakinya, yaitu Gunung Merapi, Rinjani, Tambora, Semeru, dan Gede-Pangrango.

Para pendaki pastilah memiliki gunung unggulan masing-masing, tetapi faktor apa sebenarnya yang menyebabkan mereka ingin mencapai puncak gunung-gunung itu? Hasil penelitian lawas namun masih sangat relevan dari Alan Ewert di Ohio State University menunjukkan bahwa orang mendaki gunung karena tantangan, katarsis, pengakuan, peluang kreatif, lokus kendali, dan untuk pengaturan fisik.

Hal memikat lainnya adalah tujuan spiritual dari sebuah pendakian gunung. Dalam bukunya berjudul “Sacred Mountains of the World,” Edwin Bernbaum menulis, sejak awal sejarah manusia, gunung memiliki kekuatan luar biasa untuk membangkitkan kesakralan hidup. Setiap budaya religius tradisional menjunjung tinggi gunung sebagai simbol tujuan spiritual tertinggi. (W)

BERITA TERKAIT

Iklim dan Reformasi Kebijakan

Oleh: Suahasil Nazara Wakil Menteri Keuangan Sebagai upaya untuk memperkuat aksi iklim, Indonesia memainkan peran penting melalui kepemimpinan pada Koalisi…

Cawe-cawe APBN dalam Lebaran 1445 H

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi melaporkan kepada Presiden Joko…

Investasi Emas Pasca Lebaran

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Usai lebaran Idul Fitri 1445 H masyarakat Indonesia mulai menjalankan aktifitas kembali seperti biasanya…

BERITA LAINNYA DI

Iklim dan Reformasi Kebijakan

Oleh: Suahasil Nazara Wakil Menteri Keuangan Sebagai upaya untuk memperkuat aksi iklim, Indonesia memainkan peran penting melalui kepemimpinan pada Koalisi…

Cawe-cawe APBN dalam Lebaran 1445 H

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi melaporkan kepada Presiden Joko…

Investasi Emas Pasca Lebaran

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Usai lebaran Idul Fitri 1445 H masyarakat Indonesia mulai menjalankan aktifitas kembali seperti biasanya…