Peradagangan Hiu dan Pari Harus Sesuai Aturan

NERACA

Jakarta - Hiu dan pari termasuk komoditas perikanan yang bernilai ekonomi tinggi dan tengah menjadi perhatian global. Guna memastikan perdagangan hiu dan pari telah sesuai aturan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) secara intens belum lama ini memberikan edukasi melalui Pelatihan Identifikasi Pari Kekeh dan Pari Kikir serta Identifikasi Karkas Hiu dan Pari kepada pengelola hiu dan pari.

Pelatihan yang bertujuan untuk memberikan pembekalan kepada pegawai KKP agar memiliki kemampuan yang handal dalam melakukan identifikasi produk hiu dan pari sebelum dilalulintaskan sehingga produk hiu dan pari yang diperdagangkan telah sesuai dengan dokumen dan persyaratannya.

“Pengetahuan identifikasi penting untuk memastikan hiu dan pari yang diperdagangkan bukan jenis yang dilindungi dan sudah sesuai dengan mekanisme perdagangan yang diatur dalam the Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES),” ujar Plt. Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (PRL), Pamuji Lestari.

Menurut Tari, Indonesia memiliki potensi dan keanekaragaman sumber daya ikan hiu dan pari yang tinggi. Setidaknya terdapat 218 jenis ikan hiu dan pari ditemukan di perairan Indonesia. Jenis tersebut terdiri dari 114 jenis hiu, 101 jenis pari dan 3 jenis ikan hiu hantu yang termasuk ke dalam 44 suku. Tercatat, 13% dari total produksi hiu dan pari dunia berasal dari Indonesia dengan nilai ekspor yang cukup signifikan yaitu mencapai Rp1,4 triliun berdasarkan hasil kajian tahun 2018.

“Ini menunjukkan bahwa ada kepentingan dan ketergantungan ekonomi dari masyarakat terhadap hiu dan pari di Indonesia,” jelas Tari.

Sebagai bentuk pengendalian pemanfaatan, KKP telah menerbitkan sejumlah aturan, diantaranya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 61 Tahun 2019 jo Permen KP Nomor  44 Tahun 2019 tentang Pemanfaatan Jenis Ikan Yang Dilindungi dan/atau yang Masuk Dalam Appendiks CITES dan Permen KP Nomor  10 Tahun 2021 tentang Standar Kegiatan Usaha dan Produk pada Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor Kelautan dan Perikanan.

Selain itu, sejak tahun 2018 KKP bekerjasama dengan Centre for Environment, Fisheries, and Aquaculture Science (CEFAS) Inggris telah melakukan program peningkatan kapasitas untuk mengurangi perdagangan ilegal ikan hiu dan pari di Indonesia.

 “Upaya ini merupakan bentuk keseriusan dan menunjukkan kesiapan KKP selaku otoritas pengelola CITES untuk ikan bersirip, termasuk pengelolaan ikan hiu dan pari,” tegas Tari.

 Sementara itu, Direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut (KKHL), Andi Rusandi menjelaskan pada Conference of the Parties ke-18 (CoP 18) CITES di Jenewa, Swiss beberapa jenis hiu dan pari, seperti hiu mako, pari kekeh, dan pari kikir telah dimasukkan kedalam daftar Appendiks II CITES.

“Berdasarkan ketentuan CITES, pengelolaan sumber daya ikan yang diperdagangkan harus mengedepankan aspek keberlanjutan (sustainability), sesuai aturan (legality) dan ketertelusuran (traceability),” jelas Andi.

Andi menambahkan, pemanfaatan jenis ikan Appendiks CITES harus mempunyai Surat Izin Pemanfaatan Jenis Ikan (SIPJI) perdagangan baik dalam negeri ataupun luar negeri, setelah mempunyai SIPJI untuk pengambilannya harus mempunyai kuota pengambilan dan untuk ekspornya harus mempunyai kuota ekspor.

“Pemerintah Indonesia sangat serius mengelola hiu dan pari secara berkelanjutan. Selain melindungi beberapa jenis hiu dan pari yang terancam punah, KKP melakukan pengaturan pemanfaatannya melalui kuota,” tandasnya.

 Senada dengan Direktur KKHL, Kepala Pusat Pelatihan dan Penyuluhan Kelautan dan Perikanan, KKP, Lilly Aprilya Pregiwati mengatakan sebagai produsen hiu dan pari terbesar di dunia, perdagangan hiu dan pari beserta produk turunan ini sangat rentan terhadap praktik-praktik ilegal sehingga diperlukan dukungan sumber daya manusia yang kompeten dalam pengelolaan sumber daya perikanan khususnya hiu dan pari.

 “Pelatihan identifikasi pari kekeh dan pari kikir serta identifikasi karkas hiu dan pari ini diharapkan dapat meningkatkan kompetensi aparatur sipil negara (ASN) Pusat dan UPT di daerah dalam mengidentifikasi hiu dan pari khususnya dalam aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap,” ujar Lilly.

 Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono telah menegaskan sumber daya ikan di Indonesia termasuk hiu dan pari perlu dikelola secara bertanggung jawab agar lestari dan memberi kemakmuran bagi masyarakat.

BERITA TERKAIT

Kemenparekraf Sertifikasi Halal Produk Mamin di 3.000 Desa Wisata

NERACA Jakarta – Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf/Baparekraf) melakukan kick off akselerasi sertifikasi halal produk…

Implementasi Aturan Tata Kelola Lobster Terus Dikawal

NERACA Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menggandeng Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) dalam pendampingan implementasi tata kelola…

Nilai Impor di Bulan Maret Sebesar USD 17,96 Miliar

NERACA Jakarta – Nilai impor selama Maret 2024 tercatat sebesar USD 17,96 miliar. Kinerja impor ini melemah 2,60 persen dibandingkan…

BERITA LAINNYA DI Perdagangan

Kemenparekraf Sertifikasi Halal Produk Mamin di 3.000 Desa Wisata

NERACA Jakarta – Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf/Baparekraf) melakukan kick off akselerasi sertifikasi halal produk…

Implementasi Aturan Tata Kelola Lobster Terus Dikawal

NERACA Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menggandeng Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) dalam pendampingan implementasi tata kelola…

Nilai Impor di Bulan Maret Sebesar USD 17,96 Miliar

NERACA Jakarta – Nilai impor selama Maret 2024 tercatat sebesar USD 17,96 miliar. Kinerja impor ini melemah 2,60 persen dibandingkan…