Program Satu Data Indonesia

 

Oleh:  Teguh Boediyana, Direktur Eksekutif Ibnoe Sudjono Center, Ketua Umum Komite Pendayagunaan Pertanian

 

Sebenarnya sangat menyedihkan dan memalukan  adanya  keributan antara Menteri Perdagangan dengan Menteri Pertanian terkait dengan data stok jagung.  Menteri Perdagangan  Mohamad Lutfhi  dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI  pada tanggal 23 September 2021 yang lalu  - banyak dilansir berbagai mass media -  menyatakan ketidak percayaan adanya stok jagung 2,3 juta Ton yang diklaim oleh Kementerian Pertanian. Pihak Kementerian Pertanian menolak  pernyataan Menteri Perdagangan dan tetap menyatakan bahwa stok jagung ada

Sesungguhnya soal keraguan tentang akurasi data bukan sesuatu yang baru. Pada tahuh 2006 Kepala Bulog Wijonarko Puspoyo  secara terbuka mengatakan  ketidak percayaanya  pada  data  BPS tentang produksi padi.  Menteri  Keuangan  Dr. Sri Mulyani juga marah marah karena tidak tersedianya data UMKM  dalam rangka menetapkan penerima bantuan pemerintah sebagai kompensasi dampak Covid-19.  Menteri Sosial Bu Risma  juga marah marah di berbagai daerah karena data yang tidak akurat bagi penerima bansos.  Masih ada lagi berita 97 ribu ASN fiktif. 

Penulis dalam kapasitas sebagai Sekjen Dewan Pimpinan Pusat  Perhimpunan Peternak Sapi  dan Kerbau Indonesia pada awal 2006 secara resmi mengirim surat ke Menteri Pertanian waktu itu ( Dr. Ir. Anton Apriantono ) dan menyampaikan bahwa program Swasembada Daging Sapi tahun 2010 yang dicanangkan oleh Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono  akan gagal dan hanya akan menjadi retorika politik. Mengapa ? Karena blue print atau roadmap oleh  Badan Litbang Pertanian disusun dengan menggunakan data yang sangat tidak akurat dan asumsi yang tidak rasional.  Perkiraan penulis benar dan di tahun 2010 Program Swasembada Daging Sapi  2010  gagal.  Tampaknya soal data yang tidak akurat tersebut berjalan terus   sampai  saat ini dan  Presiden Jokowi  yang lebih banyak disuguhi dengan slogan atau jargon oleh sebagian pembantunya.

Kita bersyukur    Presiden Jokowi  menyadari masalah carut marut  data yang ada  dan  pada tanggal 12 Juni 2019 diterbitkan Peraturan Presiden  No.  39 tahun 2019   tentang Program Satu Data Indonesia.  Namun setelah  dua tahun  Perpres diterbitkan  belum  kelihatan hasilnya. Terbukti dengan munculnya polemik data jagung antara Menteri Perdagangan dengan Menteri Pertanian dan  ketidak akuratan data lain.   Memang tidaklah mudah  menata carut marut data karena sudah berjalan berpuluh tahun

Tidak tertutup  kemungkinan  masing masing institusi atau lembaga dari tingkat pusat sampai daerah punya kepentingan dengan data karena akan berpengaruh terhadap APBN  yang mereka peroleh. Kemungkinan pula pemerintah  di tingkat daerah dan pusat juga diduga   punya  kepentingan lain dengan angka dan data yang bagus sebagai upaya membangun “pencitraan “. Jadi intinya selama data dan angka statistik digunakan  sebagai indikator sukses suatu rezim maka sangat terbuka terjadinya  penggorengan atau manipualsi data.  Terlepas dari  sinyalemen tersebut niat Pemerintah untuk  mewujudkan Satu Data Indonesia  merupakan langkah yang positif.

Perlu Ada Prioritas  

                Sesuai dengan ketentuan konstitusi  masa jabatan Presiden Joko Widodo  berakhir tahun 2024. Masih ada waktu sekitar  tiga tahun  bagi Presiden  Jokowi untuk melakukan keberanian politik  menata dan memperbaiki data  di berbagai bidang dan sektor karena sangat  berpengaruh dalam proses pengambilan keputusan dan kebijakan.  Selain itu adanya data yang tunggal dan akurat ini akan menjadi warisan berharga  bagi pemerintahan berikutnya. 

Peraturan Presiden untuk  Satu Data Indonesia sudah diterbitkan  dua tahun lalu.  Perlu diingat bahwa yang lebih penting  bukan hanya satu data tetapi data dengan derajat akurasi atau kesahihan  yang tinggi.  Kita juga  tidak bisa berharap Kepala Daerah  baik  Bupati, Walikota atau Gubernur  untuk melakukan pengechekan  kebenaran  atau akurasi data yang disodorkan oleh  Kepala Dinas atau pejabat bawahannya. Mungkin terlalu banyak yang diurusi oleh para Kepala Daerah dari tingkat Kabupaten sampai Provinsi, termasuk mengurusi  di bidang politik dan upaya menghadapi partai oposisi. Juga data yang ada di Kementerian atau  Lembaga  lainnya. Oleh Karena itu memanfaatkan teknologi yang canggih akan sangat manfaat dan data sebaiknya dari tingkat desa langsung ke pusat . Di tingkat desa pun proses pendataan harus mengikuti prosedur yang  ketat  untuk menjamin akurasi data.

                Kita dapat memahami tidak mungkin dalam waktu tiga tahun Pemerintahan Presiden Jokowi  akan dapat menyelesaikan  carut marut dari berpuluh atau beratus komoditas ataupun informasi  yang akan didata menjadi Satu Data Indonesia.  Untuk itu perlu  ada prioritas  yang segera dilakukan oleh Pemerintah yakni data yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat kecil.

Pertama,  adalah data Usaha  Mikro, Kecil, dan Menengah, dan Koperasi.   Selama ini  untuk data UMKM  yang ada adalah data yang sifatnya makro.  Data dari Kementerian Koperasi dan UKM menyebut  angka  63,9 juta Usaha Mikro, 193 ribu  Usaha Kecil.  Kita tidak tahu  apakah  angka dan data yang ada tersebut sudah didukung dengan data yang akurat dalam arti by name by address dan  bidang usaha yang ditangani. Tanpa dukungan data akan sulit bagi Pemerintah dalam melakukan alokasi dana bantuan ataupun kebijakan untuk melindungi usaha mereka supaya tidak digusur pemodal besar.  Kesulitan lain umumnya Usaha Mikro atau Usaha Kecil  merupakan usaha informal  dan tidak teregistrasi  seperti halnya badan usaha menengah atau besar.  Tanpa data yang jelas  dari UMKM maka program naik kelas yang tertuang dalam Renstra  Kementerian Koperasi dan UKM  hanya akan menjadi  jargon. Dengan data yang akurat ini sekaligus menjawab  komplain Menteri Keuangan Dr. Sri Mulyani  tentang ketersediaan data UMKM.

                Koperasi  juga perlu untuk didata dengan benar.  Kalau kita cermati terdapat  terdapat data koperasi yang menimbulkan tandatanya. Berdasar Rencana Strategi  ( Renstra )  dari Kementerian Koperasi  dan UKM  untuk tahun 2015-2019 disebutkan jumlah anggota koperasi  di tahun  2014 terdapat 36,443 juta orang.  Tetapi di tahun 2016 disebutkan jumlah anggota  11,848 juta orang.  Demikian juga volume usaha di tahun  2014 sebesar Rp. 200 Triliun  dan di tahun 2016  67,5 Triliun. Modal sendiri juga ada data yang perlu dipertanyakan. Tahun  2014 modal sendiri  sekitar Rp. 200 Triliun. Di tahun 2016 modal sendiri  Rp. 26,25 Triliun. Padahal  data tersebut sudah menjadi bagian dokumen resmi Pemerintah karena tersurat dalam Renstra yang penerbitannya berdasar Keputusan Menteri.  Tidak ada penjelasan terjadi penurunan yang drastis  dari jumlah anggota, volume usaha ataupun modal sendiri. 

Ketidakjelasan data dan angka tersebut dapat menjadi indikator  terdapat carut marut data di lingkungan koperasi.  Pemerintah berupaya akan membangun koperasi agar dapat menjadi modern  dan juga sebagai sokoguru prekonomian nasional. Tetapi kalau dari segi data saja tidak jelas, maka sangat  sulit mewujudkan  obsesi  tersebut.  Koperasi adalah badan usaha yang memiliki badan hukum sehingga harusnya teradministrasi dengan baik. Juga anggota koperasi sesuai ketentuan undang undang harus didaftar dan memiliki bukti keanggotaan.  Namun  kita yakin Menteri Koperasi  Teten Masduki yang berpengalaman memimpin ICW dan Kepala KSP akan dapat segera menangani hal ini .  Sukses beliau menjadi dambaan masyarakat kecil.

 Kedua,  adalah data di bidang pertanian. Menurut  Sensus Pertanian   tahun 2013 terdapat sekitar 26 juta rumah tangga pertanian. Sekitar  14,5 juta  adalah rumah tangga pertanian  yang menggarap tanah  kurang dari 0,5 hektar. Sedangkan yang menggarap kurang dari 1 hektar total 19 juta rumah tangga pertanian atau sekitar  73 % dari seluruh rumah tangga pertanian.  Dengan pemilikan atau penggarapan lahan kurang dari 1 hektar kita dapat bayangkan bahwa mereka tidak mungkin hidup dengan layak . Apalagi  dibawah 0.5 hektar. Mereka menjadi salah satu penyumbang  jumlah warga yang miskin di tanah air. Selain itu para petani gurem ini juga menggantungkan hidup di berbagai kegiatan usaha  lain dan mereka masuk katagori usaha informal.  Selain itu kita ingin jangan ada lagi keributan  akurasi data stok jagung, impor beras, dan impor berbagai kebutuhan pangan lainnya.  Pertimbangan lain adalah bahwa sektor pertanian yang memberi  sumbangsih dalam memenuhi kebutuhan pangan bangsa Indonesia.

Perlu Libatkan Masyarakat.                                                                                     

                Data yang tidak akurat bisa mungkin terjadi karena  instrumen  atau lembaga  yang secara  resmi bertanggung jawab  tidak melakukan pengawasan secara  efektif. Kita tidak dapat mengandalkan  Kepala  Daerah baik Bupati, Walikota, atau Gubernur. Juga  di tingkat pusat kita tidak mengandalkan  Menteri atau Kepala suatu lembaga  untuk melakukan  pengawasan pada proses pendataan karena ada kepentingan tersendiri dengan data statistik.    Untuk itu Pemerintah harus memberdayakan unsur   di masyarakat  untuk ikut serta mengawasi  proses pembentukan Satu Data Indonesia.

                Kita tunggu  tindak lanjut dari Pemerintah untuk mengimplementasikan Peraturan Presiden   No. 39 tahun 2019 tentang  Program Satu Data Indonesia . Jangan sampai  program  ini terbengkelai dengan dalih masuk tahun politik.  Presiden Jokowi harus tegas  bahwa  Satu Data Indonesia  yang  bisa dipercaya  harus terwujud  sebelum beliau mengakhiri jabatan sebagai Presiden. Paling tidak  data untuk UMKM , Koperasi,  dan Pertanian.

BERITA TERKAIT

Putusan MK Mengikat dan Final, Semua Pihak Harus Lapang Dada

  Oleh : Arizka Dwi, Pemerhati Sosial Politik   Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyelesaikan sidang sengketa hasil pemilihan presiden dan…

Kebijakan dan Nasib Ekonomi di Tengah Ketegangan Perang Global

  Pengantar: Sebuah diskusi publik kalangan ekonom perempuan yang diselenggarakan Indef yang berlangsung di Jakarta, belum lama ini, menampilkan Pembicara:…

Ketahanan Ekonomi Indonesia Solid Tak Terdampak Konflik di Timur Tengah

    Oleh: Eva Kalyna Audrey, Analis Geopolitik   Kalangan pakar mengungkapkan bahwa ketahanan ekonomi Indonesia sangat solid dan bahkan…

BERITA LAINNYA DI Opini

Putusan MK Mengikat dan Final, Semua Pihak Harus Lapang Dada

  Oleh : Arizka Dwi, Pemerhati Sosial Politik   Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyelesaikan sidang sengketa hasil pemilihan presiden dan…

Kebijakan dan Nasib Ekonomi di Tengah Ketegangan Perang Global

  Pengantar: Sebuah diskusi publik kalangan ekonom perempuan yang diselenggarakan Indef yang berlangsung di Jakarta, belum lama ini, menampilkan Pembicara:…

Ketahanan Ekonomi Indonesia Solid Tak Terdampak Konflik di Timur Tengah

    Oleh: Eva Kalyna Audrey, Analis Geopolitik   Kalangan pakar mengungkapkan bahwa ketahanan ekonomi Indonesia sangat solid dan bahkan…