Dampak Pembiayaan Single Digit

Oleh : Agus Yuliawan

Pemerhati Ekonomi Syariah

Sejak diluncurkan pada 5 November 2017 Kredit Usaha Rakyat (KUR) menjadi angin segar bagi  masyarakat yang ingin mengembangkan wirausaha. Bayangkan saja   sebelum  adanya KUR—pelaku usaha di hadapkan dengan dengan besarnya bunga atau bagi hasil yang diberikan oleh perbankan, baik konvensional atau syariah. Selain itu,  keengganan perbankan untuk menyalurkan minimal  20 persen sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)  sesuai dengan regulasi (UU No.20 Tahun 2008 tentang UMKM) telah menjadikan pergerakan ekonomi di bawah sangat lambat.  Bahkan ekonomi cenderung tidak menetes ke bawah tapi lebih cenderung  menetes ke atas. Hal ini menjadikan gini ratio yang terjadi di masyarakat semakin melebar luas.

Namun dengan adanya KUR yang merupakan pembiayaan single digit menjadikan perubahan masyarakat dalam memandang lembaga keuangan di tanah air yang di rasa tak pelit lagi  terhadap ekonomi wong cilik. Pada informasinya terakhir ada kebijakan pemerintah memberikan subsidi bunga atau bagi hasil hingga bulan Desember 2021 sebesar 3 persen per tahun untuk pembiayaan sebesar Rp 50 juta. Itu artinya dalam perbulan hanya 0,25 persen dan merupakan perubahan yang signifikan dyang semula hanya 6 persen per tahun atau 0,5 persen per bulan.

Bagi perbankan khususnya adalah bank pelaksana sangat enjoy dalam menyalurkan KUR ini. Meskipun dana pembiayaan tersebut bukan dana pemerintah tapi dana bank sendiri namun adanya subsidi bunga atau bagi hasil yang dibayarkan langsung melalui dana APBN menjadikan bank secara tidak langsung  sudah memiliki pendapatan tersendiri. Sementara dalam risiko pembiayaannya kepada masyarakat telah dicover dengan adanya penjaminan dari perusahaan penjaminan BUMN. Belum lagi bank mendapatkan nasabah baru selain nasabah existing yang ada selama ini. Dengan demikian keberadaan dari pembiayaan single atau zero digit ini  jelas memberikan keuangan inklusi kepada masyarakat.

Lantas apa dampaknya terhadap lembaga keuangan lain, dengan adanya pembiayaan tersebut?

Bagi lembaga keuangan yang bukan penyalur KUR akan merasakan dampaknya apalagi yang selama ini  menjual produk pembiayaan dengan bunga atau bagi hasil sebesar 15 atau 24 persen per tahun jelas akan mengalami kesulitan dalam menjual produk pembiayaan. Begitu juga dengan para rentenir di masyarakat lahannya akan semakin sempit area lahanya  dengan adanya konsep pembiayaan inklusi tersebut.

Melihat situasi yang demikan dan perkembangan  program KUR akan terus bertambah maka bagi lembaga keuangan bukan penyalur KUR harus cerdik dan terus berinovasi dalam mengelola portofolio pembiayaan yang dimilikinya. Harus mampu mencover pembiayaan di sektor – sektor yang dirasa tak masuk dalam sasaran KUR dan itu sangat banyak kalau diteliti secara mendalam. Kemudian di bagian manajemen treasury yang  memiliki peran sebagai ujung tombak diperlukan peningkatan kualitas dalam mengelola asset, keuangan dan menginvestasikan dana ke sektor – sektor  yang memiliki profit. Dengan pemahaman yang demikian, tak semua  lembaga keuangan memperoleh keuntungan bisnisnya dari satu sektor pembiayaan saja tapi juga diperoleh dari sektor yang lain pula dalam berbisnis.

Namun sebaliknya, apabila lembaga keuangan entah itu perbankan atau koperasi yang tak mau berubah  sama sekali dan tetap kokoh dengan sikap dan pandangannya secara konserfatif. Maka keberadaan dari pembiayaan single digit berupa KUR dan program – program pembiayaan yang murah lainya cepat atau lambat akan menjadi lembaga keuangan tersebut tergerus dengan jaman dan  kurang kompetitif serta  tak effisien dibandingkan dengan lembaga keuangan penyalur KUR selama ini. Semoga hal ini menjadikan renungan bersama dalam mengembangkan masa depan lembaga keuangan.

BERITA TERKAIT

Ekspor Nonmigas Primadona

Oleh: Zulkifli Hasan Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada periode Februari 2024 sebesar USD0,87 miliar. Surplus ini…

Jaga Kondusivitas, Tempuh Jalur Hukum

  Oleh: Rama Satria Pengamat Kebijakan Publik Situasi di masyarakat saat ini relatif kondusif pasca penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Perspektif UMKM di Ramadhan

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Memasuki pertengahan bulan suci Ramadhan seperti ini ada dua arus perspektif yang menjadi fenomena…

BERITA LAINNYA DI

Ekspor Nonmigas Primadona

Oleh: Zulkifli Hasan Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada periode Februari 2024 sebesar USD0,87 miliar. Surplus ini…

Jaga Kondusivitas, Tempuh Jalur Hukum

  Oleh: Rama Satria Pengamat Kebijakan Publik Situasi di masyarakat saat ini relatif kondusif pasca penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Perspektif UMKM di Ramadhan

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Memasuki pertengahan bulan suci Ramadhan seperti ini ada dua arus perspektif yang menjadi fenomena…