LPS Harapan Koperasi

Oleh: Ahmad Zabadi

Deputi Perkoperasian Kementerian Koperasi dan UKM

Lembaga Penjamin Simpanan Koperasi Simpan Pinjam (LPS-KSP) sudah lama menjadi harapan masyarakat koperasi Indonesia untuk diwujudkan. Tujuannya, guna melindungi dan mendorong simpanan anggota koperasi pada usaha simpan pinjam koperasi (USPK), khususnya yang diselenggarakan melalui Koperasi Simpan Pinjam. 

Sesuai dengan mandat pembentukan LPS-KSP diberikan oleh UU No 17 tahun 2012. Namun, sejak UU tersebut dinyatakan dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2013 dan untuk sementara waktu kembali kepada UU Nomor 25 Tahun 1992, rencana pembahasan  untuk membentuk LPS-KSP menjadi tertunda

Walaupun demikian, upaya untuk mewujudkan adanya LPS-KSP tidak berarti terhenti. Sebab, secara teoretis dan praktis, gagasan pembentukan LPS-KSP mendapat dukungan yang luas dari gerakan koperasi. Lebih dari itu, manfaatnya yang besar untuk perlindungan kepada penyimpan dana, khususnya tabungan anggota yang kecil di koperasi. 

Selain itu, adanya LPS-KSP juga akan membantu menjaga stabilitas sistem keuangan karena meningkatnya kepercayaan (trust) kepada sistem keuangan formal, khususnya koperasi. 

Sejumlah kegiatan yang sudah dilakukan sebagai upaya untuk merealisasikan  terbentuknya LPS-KSP. Yaitu, pada 2013 disusun Draft Naskah Akedemik sesuai mandat UU No 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian. Tetapi, belum pernah dibahas mendalam karena dibatalkannya UU tersebut oleh MK pada 2013. 

Lalu, pada tahun 2016-2017, dilakukan updating terhadap Naskah Akademik (2013), dengan  fokus untuk merumuskan argumentasi pentingnya LPS-KSP dari berbagai perspektif, landasan yuridis yang kokoh berdasar UU No 25 Tahun 1992, hingga format pelembagaan LPS-KSP. 

Selanjutnya, tahun 2018-2019, hasil updating naskah akademik menjadi salah satu referensi yang memperkuat argumen pemerintah kepada DPR RI, sehingga  pembentukan LPS-KSP  disetujui diatur dalam pasal RUU Perkoperasian. 

Kemudian, tahun 2020, masa dimana disusun dan dibahas RUU Cipta Kerja, koperasi meski termasuk klaster yang dibahas. Tetapi, LPS-KSP luput sebagai substansi yng diatur dalam UU No 11 Tahun 2020.   

Namun, seiring dengan perkembangan konstelasi perubahan ekonomi, sosial, budaya, struktur demografi era milenial dan teknologi, serta dinamika persoalan dan potensi koperasi yang tumbuh berkembang di lingkungan modern dan digital, maka diperlukan regulasi  (baru) sebagai  payung hukum yang mampu menjawab tantangan/persoalan kekinian tersebut.  

Upaya untuk  pembahasan kembali RUU Perkoperasian yang sesungguhnya sudah final di DPR RI perlu terlebih dorongan dan tuntutan hal itu disampaikan berbagai forum gerakan koperasi, masyarakat yang diunggah di berbagai media sosial, juga kalangan DPR RI. 

Untuk mengantisipasi kesiapan kemungkinan luncuran pembahasan RUU Perkoperasian, maka naskah akademik pembentukan LPS-KSP (tahun 2019) yang ada, perlu dilakukan tinjauan kembali. Guna dirumuskan  penajaman argumentasi, penyesuaiannya terhadap berbagai peraturan per-UU-an yang baru, UU 11/2020 tentang Ciptaker dan PP 7/2021.

Termasuk elaborasi terkait pihak-pihak yang berpretensi meragukan atau kurang setuju adanya LPS-KSP. Diantaranya, sistem KSP yang bersifat exclusive, dimana dana dihimpun dan disalurkan hanya kepada anggota, maka simpanan sebagai harta milik anggota sekaligus pemilik, mengapa harus dijamin secara eksternal oleh LSP. Ada juga keraguan akan maraknya moral hazard

Ada juga isu pembentukan sebagai badan hukum yang independen, saat awal pendiriannya pada akhirnya akan menyedot dan memberatkan APBN. Juga, pengawasan terhadap KSP yang tidak/belum kompatibel dengan sistem  pengawasan yang dilakukan oleh OJK dan lainnya. 

Isu lainnya seperti kepesertaan LPS-KSP, dimana banyak KSP yang belum dijalankan dengan tatakelola yang baik dan dengan sistem terbuka, hingga dana kelolaan LPS-KSP, kurang/tidak  dapat mencakup skala yang luas/besar, sehingga hal ini berpotensi menimbulkan risiko rugi lebih besar, dari pada potensi menciptakan surplus usaha. 

BERITA TERKAIT

Iklim dan Reformasi Kebijakan

Oleh: Suahasil Nazara Wakil Menteri Keuangan Sebagai upaya untuk memperkuat aksi iklim, Indonesia memainkan peran penting melalui kepemimpinan pada Koalisi…

Cawe-cawe APBN dalam Lebaran 1445 H

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi melaporkan kepada Presiden Joko…

Investasi Emas Pasca Lebaran

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Usai lebaran Idul Fitri 1445 H masyarakat Indonesia mulai menjalankan aktifitas kembali seperti biasanya…

BERITA LAINNYA DI

Iklim dan Reformasi Kebijakan

Oleh: Suahasil Nazara Wakil Menteri Keuangan Sebagai upaya untuk memperkuat aksi iklim, Indonesia memainkan peran penting melalui kepemimpinan pada Koalisi…

Cawe-cawe APBN dalam Lebaran 1445 H

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi melaporkan kepada Presiden Joko…

Investasi Emas Pasca Lebaran

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Usai lebaran Idul Fitri 1445 H masyarakat Indonesia mulai menjalankan aktifitas kembali seperti biasanya…