Studi: Covid-19 Berisiko Sebabkan Disfungsi Ereksi

Lebih dari satu tahun Covid-19 menjadi ancaman serius di Indonesia. Sebuah penelitian terbaru menyebut bahwa Covid-19 dikhawatirkan juga bisa berdampak pada organ reproduksi, termasuk menyebabkan disfungsi ereksi. Sebuah studi yang terbit di National Institutes of Health pada 2021 mengatakan, Covid-19 bisa menyebabkan gangguan pada sistem reproduksi pria. Namun studi terbaru ini bukan satu-satunya penelitian yang menunjukkan kemungkinan kaitan antara Covid-19 dan gangguan pada sistem reproduksi pria dikutip dari CNN Indonesia.com.

Sebuah laporan awal gangguan reproduksi pria telah dilaporkan dalam jurnal National Institute of Health pada 2020 lalu. Diketahui dua orang pasien laki-laki berusia 44 tahun dan 31 tahun yang terinfeksi Covid-19 dan menjalani perawatan di ICU mengalami anorgasmia atau ketidakmampuan untuk mencapai orgasme setelah negatif Covid-19. Meski belum ada bukti yang tegas menunjukkan bahwa infeksi Covid-19 bisa menyerang organ genital, namun para peneliti menduga bahwa Covid-19 bisa turut menginfeksi organ reproduksi.

Studi terbaru menunjukkan pasien Covid-19 laki-laki yang telah sembuh kemungkinan mengalami disfungsi ereksi sebagai konsekuensi dari infeksi virus SARS-CoV-2. Metode yang digunakan adalah penelitian literatur berdasarkan beberapa temuan pada pasien Covid-19 yang dirawat di ICU dan mengalami DE meski telah negatif Covid-19. Sebagaimana diketahui, virus SARS-CoV-2 masuk dengan menempel pada reseptor ACE-2 di sel tubuh.

Reseptor ini terdapat pada sel-sel di sistem saluran pernapasan dan pencernaan. Menurut studi terbaru, reseptor ACE-2 juga bisa diproduksi pada sel Leydig yang terdapat pada testis. Sehingga virus bisa turut menginfeksi sistem reproduksi pria dan menyebabkan kerusakan pada testis. Sebagai informasi, sel Leydig membentuk hormonluteinizing(LH) dan menghasilkan testosteron.

Studi menunjukkan, ada penurunan rasio pembentukan testosteron pada pasien Covid-19. Selain itu, studi juga menunjukkan ada gangguan pembentukan hormon steroid (steroidogenesis) akibat disfungsi pada testis. Pemeriksaan jaringan testis pada 12 pasien Covid-19 menunjukkan sel Leydig berkurang secara signifikan. Pemeriksaan itu juga menunjukkan terjadi penumpukan cairan di antara sel (edema) dan peradangan.

Penelitian yang juga dilakukan pada 31 pasien Covid-19 pria di Italia, mengidentifikasi bahwa pasien mengalami sindrom perkembangan pubertas atau hipogonadisme hipergonadotropik (HH) setelah terinfeksi Covid-19. Kadar testosteron pada 31 penyintas Covid-19 tersebut diketahui menjadi lebih rendah, sehingga berisiko mengganggu perkembangan sistem reproduksinya.

Namun penelitian tersebut belum bisa menjawab berapa lama sindrom HH akan menyerang tubuh. Sindrom tersebut bersifat permanen atau sementara masih belum diketahui. Meski demikian, dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui apakah virus SARS-CoV-2 bisa menyerang sistem reproduksi.

BERITA TERKAIT

Hadirkan Inspirasi Cinta Budaya Lokal - Lagi, Marina Beauty Journey Digelar Cari Bintangnya

Mengulang kesuksesan di tahun sebelumnya, Marina Beauty Journey kembali hadir mendorong perempuan muda Indonesia untuk memaknai hidup dalam kebersamaan dan…

Mengenal LINAC dan Brachytherapy Opsi Pengobatan Kanker

Terapi radiasi atau radioterapi, termasuk yang menggunakan Linear Accelerator (LINAC) dan metode brachytherapy telah menjadi terobosan dalam dunia medis untuk…

Masyarakat Diminta Responsif Gejala Kelainan Darah

Praktisi kesehatan masyarakat, dr. Ngabila Salama meminta masyarakat untuk lebih responsif terhadap gejala kelainan darah dengan melakukan pemeriksaan atau skrining.…

BERITA LAINNYA DI Kesehatan

Hadirkan Inspirasi Cinta Budaya Lokal - Lagi, Marina Beauty Journey Digelar Cari Bintangnya

Mengulang kesuksesan di tahun sebelumnya, Marina Beauty Journey kembali hadir mendorong perempuan muda Indonesia untuk memaknai hidup dalam kebersamaan dan…

Mengenal LINAC dan Brachytherapy Opsi Pengobatan Kanker

Terapi radiasi atau radioterapi, termasuk yang menggunakan Linear Accelerator (LINAC) dan metode brachytherapy telah menjadi terobosan dalam dunia medis untuk…

Masyarakat Diminta Responsif Gejala Kelainan Darah

Praktisi kesehatan masyarakat, dr. Ngabila Salama meminta masyarakat untuk lebih responsif terhadap gejala kelainan darah dengan melakukan pemeriksaan atau skrining.…