Konsekuensi PPKM Darurat

Kebijakan PPKM Darurat yang dicanangkan oleh Presiden Jokowi pekan lalu (3 Juli) bertujuan untuk memutus penyebaran Covid-19 yang makin mengganas sebagai dampak lahirnya varian-varia baru yang lebih menakutkan. Jika diukur dari kecepatan penularan dan kemampuannya berkamuflase sehingga tidak terdeteksi oleh tubuh dari orang yang telah menerima vaksin sekalipun, varian Delta telah memakan korban jiwa ribuan orang di negeri ini.

Masyarakat Jawa-Bali harus menelan pil pahit Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat dengan segala konsekuensinya. Jika tidak, maka dampaknya diperkirakan akan lebih buruk yang berujung pada tragedi kemanusiaan. Kematian meningkat secara eksponensional dan ekonomi bangkrut.

PPKM Darurat dengan cepat membatasi mobilitas masyarakat begitu diberlakukan 3 Juli hingga 20 Juli 2021. Mal, perkantoran terpaksa tutup. Kecuali sektor esensial yang berkaitan dengan kebutuhan pokok masyarakat tetap dapat beroperasi dengan pengaturan jam operasional, kapasitas, dan penerapan protokol kesehatan dengan lebih ketat.

Memang diakui PPKM menimbulkan dampak kontraksi ekonomi. Yang paling merasakan dampaknya adalah masyarakat kelas menengah bawah, terutama yang bekerja di sektor informal. Mereka berpotensi kehilangan pekerjaan sekaligus pendapatan. Bahkan ecara umum, Indonesia akan mengalami kontraksi ekonomi dengan diberlakukannya PPKM, sekalipun tidak pada kuartal II karena kemungkinan ekonomi masih berada di zona hijau, lantaran pergerakan konsumsi yang sudah meningkat sejak awal tahun.

Dampak PPKM akan dirasakan pada kuartal III, tepatnya pada Juli-September yang sangat mungkin pertumbuhannya akan kembali berada di zona merah. Dunia usaha juga merasakan tsunami PPKM. Saat dunia usaha baru saja bangkit, tiba-tiba pandemi Covid-19 kembali melonjak, menciptakan tantangan tersendiri bagi dunia usaha agar bisa bertahan dan kembali bangkit.

Secara psikis pengusaha merasa resah dan khawatir dengan kebijakan PPKM yang lebih ketat dari Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang membatasi ruang gerak manusia melalui penutupan tempat keramaian dan tempat berkumpul seperti pusat berbelanjaan dan kantor sehingga berpotensi menimbulkan gelombang baru pemutusan hubungan kerja (PHK).

Dengan begitu PPKM akan menurunkan tingkat konsumsi rumah tangga. Padahal sektor ini memberikan kontribusi besar bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Dengan begitu, PPKM akan membuat Indonesia kehilangan momentum pertumbuhan ekonomi pada kuartal III 2021. Hal ini berbahaya dilihat dari sisi stabilitas pertumbuhan ekonomi.

Meskipun PPKM membuat ekonomi kehilangan tenaga, kebijakan ini harus diambil. Jika PPKM dilakukan secara efektif, ketat, dan terintegrasi secara baik maka ada harapan ekonomi Indonesia akan tumbuh solid.

Tanpa PPKM ekonomi memang meningkat yang ditandai dengan pulihnya kepercayaan konsumen. Namun hal ini bersifat semu karena penanganan pandemi menjadi tidak serius sehingga bukan tidak mungkin suatu saat akan terjadi kembali ledakan pasien Covid-19 yang membuat kepercayaan konsumen untuk belanja anjlok, kembali ke titik nol.

Tidak dapat dipungkiri pemberlakuan PPKM membuat ekonomi terkontraksi. Namun belajar dari pengalaman China, kontraksi ekonomi hanya terjadi sebentar, setelah itu ekonomi bergairah kembali.

Contohnya ketika China melakukan lockdown pada awal tahun lalu, ekonominya anjlok hingga minus 6,8% pada kuartal I-2020. Namun pada kuartal berikutnya kembali tumbuh positif sebesar 3,2%. Belajar dari Negeri Panda itu maka dapat disimpulkan bahwa Indonesia tidak boleh ragu untuk mempriotaskan sektor kesehatan untuk menyelamatkan rakyat karena pada akhirnya yang diuntungkan ekonomi juga.

Setop dulu semua belanja infrastruktur. Pemerintah harus melakukan realokasi anggaran secara ekstrim selama PPKM Darurat diberlakukan. Belanja yang tidak urgen seperti perjalanan dinas untuk work from Bali dibatalkan.

PPKM bukan akhir segalanya. Sektor usaha masih memiliki peluang untuk tumbuh. Selama pemberlakuan PPKM memang ada sektor yang terpukul yakni yang berbasis pada mobilitas orang akan jeblok, seperti toko ritel, transportasi, hotel, hingga restoran. Sektor ini akan mengalami penurunan omzet secara drastis. Namun di sisi lain ada sektor yang diuntungkan seperti e-commerce, jasa pesan antar, bisnis logistik.

 

BERITA TERKAIT

Kejar Pajak Tambang !

    Usaha menaikkan pajak dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) seperti royalti dari perusahaan tambang batubara merupakan sebuah tekad…

Pemerintah Berutang 2 Tahun?

  Wajar jika Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan kaget saat mendengar kabar bahwa Kementerian Perdagangan belum…

Hilirisasi Strategis bagi Ekonomi

Menyimak pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2023 tumbuh sebesar 5,4 persen ditopang oleh sektor manufaktur yang mampu tumbuh sebesar 4,9…

BERITA LAINNYA DI Editorial

Kejar Pajak Tambang !

    Usaha menaikkan pajak dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) seperti royalti dari perusahaan tambang batubara merupakan sebuah tekad…

Pemerintah Berutang 2 Tahun?

  Wajar jika Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan kaget saat mendengar kabar bahwa Kementerian Perdagangan belum…

Hilirisasi Strategis bagi Ekonomi

Menyimak pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2023 tumbuh sebesar 5,4 persen ditopang oleh sektor manufaktur yang mampu tumbuh sebesar 4,9…