DEN Dorong Pemanfaatan Teknologi untuk Kurangi Emisi Gas Karbon

 

NERACA

 

Jakarta – Sektor energi menjadi salah satu sektor yang digalakkan untuk mengurangi emisi gas karbon. Berdasarkan data Climate Watch, sektor energi merupakan kontributor terbesar emisi gas rumah kaca. Sektor tersebut mampu menghasilkan 36,44 gigaton karbon dioksida ekuivalen (Gt CO2e) atau 71,5% dari total emisi pada 2017 lalu.

Sebenarnya pemerintah juga berupaya untuk menekan emisi gas karbon dengan adanya amanat UU nomor 26/2016 tentang pengesahan Paris Agreement, yang mana Indonesia ditargetkan bisa menurunkan emisi gas karbon sebesar 29% di 2030 dengan upaya sendiri. Sementara jika dengan bantuan dunia internasional maka diharapkan bisa mencapai 41%.

Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Satya Widya Yudha menyampaikan pemanfaatan Co2 di dalam industri migas sangat penting. Jika dilihat emisi gas buang Co2 dari hasil produksi migas sangat tinggi, maka dengan pengelolaan emisi tersebut dapat dijadikan alat produksi minyak melalui mekanisme Enhanced Oil Recovery (EOR).

“Proyek CCUS (Carbon, Capture, Ulitization and Storage) bisa diintegrasikan dengan teknologi EOR di beberapa lapangan Migas seperti Lapangan Sukowati, Lapangan Limau Biru, dan Blok Tangguh. Teknologi CCUS yang meng-absorb karbon tadi bisa dimonetisasi,” katanya dalam webinar bertema Upaya KKKS mengurangi Emisi Karbon, Kamis (17/6).

Teknologi CCUS ini merupakan solusi untuk mengurangi emisi karbon sesuai target NDC sektor energi sebesar 38% hingga 2030, dan dengan teknologi CCUS ini juga dapat meningkatkan produksi migas nasional melalui teknologi EOR.

Jika melihat dari Nationally Determined Contribution (NDC), Indonesia memiliki kontribusi penurunan emisi di sektor energi dengan batas waktu 2030 hanya 38%. Karena sektor yang lain mulai dari waste, industri, agriculture, dan juga forest jika dijumlahkan mencapai 62%. “Target penurunan emisi di sektor energi dalam NDC hanya sekitar 38% di dalam meliputi berbagai sektor, di antaranya, transportasi, pembangkit listrik, industri migas,” jelas Satya.

Adapun target penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) sebagaimana komitmen sektor energi yakni sebesar 314 – 398 Juta Ton Co2, pada tahun 2030, melalui pengembangan energi baru terbarukan (EBT), pelaksanaan efisiensi energi, dan konservasi energi, serta penerapan teknologi energi bersih.

Dijelaskan Satya bahwa target net zero emission ada kemungkinan dilakukan percepatan. Dalam road map disebutkan bahwa pencapaian net zero emisson ditargetkan bisa dicapai pada tahun 2070. Namun berdasarkan exercise dari KLHK, target itu bisa dipercepat menjadi 2060 atau maju 10 tahun lebih awal. Potensi percepatan ini bisa dicapai manakala seluruh rencana aksi dilakukan secara ketat dan disiplin oleh semua pihak.

"Di Komisi VII DPR kita diskusikan lagi bahwa ada kemungkinan bisa dipercepat dari 2070 menjadi 2060 untuk mencapai net Zero emisson, tapi ingat ini belum resmi keputusan pemerintah. Ini hanya exercise dari KLHK, nanti akan ada kesimpulan dari DEN dan nanti akan dideclare oleh Presiden," jelasnya.

Tak hanya itu, upaya lainnya dari DEN untuk mengurangi emisi gas karbon adalah dengan mendukung upaya pemerintah untuk mengenakan pajak karbon. Menurut Satya, dalam pembahasannya ada wacana agar ada pengenaan pajak bagi industri atau perusahaan yang menghasilkan karbon di atas ambang batas. Hal ini diperlukan demi mendorong keaktifan sektor industri agar terlibat aktif dalam menjaga lingkungan dan sebagai upaya mencapai target penurunan emisi gas rumah kaca.

"Kita mendukung karbon pricing ini seperti poluter pay, jika kita keluarkan karbon dengan ambang batas tertentu maka kita harus memajakinya. Maka industri akan berupaya untuk menekan gas buangnya agar tidak memproduksi emisi di atas bang batas. Memang ini akan menjadi persoalan lain nanti," kata Satya.

Tingkat Kepatuhan Rendah

Sementara itu Pengamat Energi dari Energy Watch, Mamit Setiawan, menyatakan bahwa tingkat kepatuhan sektor industri terhadap ambang batas pembuangan gas atau emisi masih sangat kecil. Parahnya lagi pembangkit listrik yang dioperasikan untuk menunjang kinerja PLN mayoritas masih berbasis batubara yang notabene menghasilkan gas buang yang mencemari lingkungan.

Mamit berharap agar industri-industri atau KKKS (Kontraktor Kontrak Kerja Sama) yang tidak patuh terhadap aturan terkait pelestarian harus diberikan sanksi. Sementara bagi industri atau KKKS yang patuh perlu diberikan reward berupa insentif. "Peran KKKS terkait dengan penguragan emisi sangat penting, kalau ada KKKS nakal maka perlu dijewer tapi bagi mereka yang baik perlu diberikan reward kaya insentif," jelas Mamit.

Mamit prihatin dengan fakta lapangan yang menunjukkan bahwa banyak industri khususnya di sektor hulu migas yang telah selesai melakukan eksplorasi, pergi begitu saja tanpa mengembalikan fungsi lingkungan sebagaimana mestinya. Mereka kerap meninggalkan polusi dan tanah terkontaminasi minyak ketika suatu wilayah kerja sudah tidak berproduksi lagi. Hal ini menjadi batu ganjalan bagi pemerintah untuk mencapai target pengurangan emisi GRK.

"Pengalaman kita kalau lokasi sudah ditinggalkan itu ditinggalkan begitu saja. Ini kurang bagus dalam upaya kita kurangi gas karbon, lapangan harus dijaga kelestarian lingkungan. Banyak tanah terkontaminas minyak di beberapa wilayah eks produksi atau yang sedang produksi," pungkasnya.

BERITA TERKAIT

Pemerintah Pastikan Defisit APBN Dikelola dengan Baik

  NERACA Jakarta – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) masih terkelola dengan baik. “(Defisit)…

Kemenkeu : Fiskal dan Moneter Terus Bersinergi untuk Jaga Rupiah

  NERACA Jakarta – Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan kebijakan fiskal dan moneter terus disinergikan…

Kereta akan Menghubungkan Kawasan Inti IKN dengan Bandara Sepinggan

    NERACA Jakarta – Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) mengungkapkan kereta Bandara menghubungkan Kawasan Inti Pusat Pemerintahan atau KIPP…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Pemerintah Pastikan Defisit APBN Dikelola dengan Baik

  NERACA Jakarta – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) masih terkelola dengan baik. “(Defisit)…

Kemenkeu : Fiskal dan Moneter Terus Bersinergi untuk Jaga Rupiah

  NERACA Jakarta – Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan kebijakan fiskal dan moneter terus disinergikan…

Kereta akan Menghubungkan Kawasan Inti IKN dengan Bandara Sepinggan

    NERACA Jakarta – Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) mengungkapkan kereta Bandara menghubungkan Kawasan Inti Pusat Pemerintahan atau KIPP…