Oleh : Arif Yunianto, Penyuluh Pajak Ahli Madya Ditjen Pajak
Indonesia menganut prinsip pemajakan atas penghasilan dalam pengertian yang luas, yaitu bahwa pajak dikenakan atas setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari manapun asalnya yang dapat dipergunakan untuk konsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak tersebut. Dilihat dari mengalirnya tambahan kemampuan ekonomis kepada Wajib Pajak, penghasilan dapat dikelompokkan menjadi:
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pajak penghasilan dikenakan atas “penghasilan”, bagaimana kemudian kalau ada sebuah usaha tapi tidak kunjung memperoleh “penghasilan” namun tetap eksis selama bertahun-tahun dan bahkan asetnya terus bertambah bahkan ekspansi usaha? Apakah memang benar-benar tidak memperoleh “penghasilan” atau menggeser labanya ke negara tax haven? Apakah mereka tidak membayar pajak penghasilan?.
Salah satu cara untuk mengatasinya adalah dengan memperluas prinsip pemajakan yang tidak semata-mata dari penghasilan namun juga bisa berasal dari nilai aset, aset bersih, alternative minimum tax (pajak minimum) dan sebagainya.
Menurut IMF, alternative minimum tax diperlukan karena: (1) Mencegah praktik penghindaran pajak oleh wajib pajak WP badan; (2) Mencegah penggerusan basis pajak serta untuk melawan praktik perencanaan pajak yang agresif secara internasional; (3) Mencegah manipulasi transfer pricing, pembayaran bunga utang yang terlalu berlebihan dan sebagainya; (4) Menjamin untuk setidaknya setiap korporasi membayar ‘suatu nilai minimum pajak’ kepada negara atau sebagai safeguard.
Alternative minimum tax menggunakan indikator alternatif di luar penghasilan kena pajak yang biasanya digunakan sebagai basis pemajakan. Indikator alternatif yang digunakan biasanya dipilih yang tidak mudah dimanipulasi dan mudah dimonitor. Contoh Beberapa negara telah menerapkan alternative minimum tax dalam sistem pajak mereka, mulai dari Amerika Serikat, Argentina, Filipina, Austria, Kanada, Korea Selatan, Italia, India bahkan Pakistan. (Slemrod dan Yitzhaki, 1996).
Penerapan alternative minimum tax di tiap negara bervariasi, misalnya :
Saat ini pengaturan tentang alternative minimum tax di Indonesia belum ada. Secara umum pajak penghasilan dihitung dari laba, maka apabil rugi tidak ada pajak penghasilannya dan atas kerugian tersebut juga dapat dikompensasikan. Dengan aturan tersebut berakibat terhadap perusahaan yang rugi terus menerus tidak pernah mambayar pajak penghasilan pasal 25/29 yang ironinya perusahaan tersebut tetap beroperasi bahkan terkadang melakukan diversivikasi usaha. Data dari Direktorat Jenderal Pajak tercatat bahwa wajib pajak yang membukukan kerugian selama beberapa periode cukup banyak bahkan cenderung meningkat, yaitu :
Untuk mengantisipasi hal-hal tersebut di atas maka sudah saatnya Indonesia mencoba menerapkan alternative minimum tax, tentunya dengan tetap mempertimbangkan agar aturan ini tidak menghambat investasi khususnya dari luar negeri.
Oleh: Nana Gunawan, Pengamat Ekonomi Pemungutan suara Pemilu baru saja dilakukan dan masyarakat Indonesia kini sedang menunggu hasil…
Oleh : Davina G, Pegiat Forum Literasi Batavia Merayakan bulan suci Ramadhan di tahun politik bisa menjadi momentum yang…
Oleh : Yowar Matulessy, Mahasiswa PTS di Bogor Pemerintah terus menggencarkan pembangunan infrastruktur di berbagai wilayah Papua. Dengan…
Oleh: Nana Gunawan, Pengamat Ekonomi Pemungutan suara Pemilu baru saja dilakukan dan masyarakat Indonesia kini sedang menunggu hasil…
Oleh : Davina G, Pegiat Forum Literasi Batavia Merayakan bulan suci Ramadhan di tahun politik bisa menjadi momentum yang…
Oleh : Yowar Matulessy, Mahasiswa PTS di Bogor Pemerintah terus menggencarkan pembangunan infrastruktur di berbagai wilayah Papua. Dengan…