Ini Penjelasan Kuasa Hukum Wilmar - Terkait Gugatan Perdata Farma International

NERACA

Jakarta – Tiga perusahaan afiliasi Wilmar, yaitu PT Sentratama Niaga Indonesia (SNI), PT Natura Wahana Gemilang (NWG), dan PT Lumbung Padi Indonesia (LPI) selalu mematuhi agenda persidangan yang telah ditetapkan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, dalam pelaksanaan sidang gugatan perdata dari Farma International Pte. Ltd dan Luwia Farah Utari.

Kuasa Hukum Wilmar Mauliate P. Situmeang mengatakan, dalam persidangan perkara No. 197 di PN Jakarta Pusat,  para tergugat tiga perusahaan afiliasi Wilmar selalu hadir dan mengikuti persidangan, termasuk dalam mediasi yang juga dihadiri oleh prinsipal.“Sampai saat ini, acara persidangan dalam perkara ini adalah tahap mediasi yang berlangsung hanya 15 menit, serta belum memasuki materi pokok perkara dan tanya-jawab, penggugat dan tergugat,” kata Mauliate melalui keterangan resmi, yang sekaligus mengklarifikasi berita-berita terkait gugatan hukum ini, Senin (10/5).

Dalam persidangan mediasi pada 6 Mei lalu yang dipimpin oleh hakim mediator memerintahkan kepada penggugat untuk menyusun proposal permintaan perdamaian secara tertulis, yang akan disampaikan kepada para tergugat pada persidangan berikutnya pada 17 Mei mendatang. Hal ini dimintakan oleh hakim karena pada persidangan tersebut acara mediasi terlambat lebih dari dua jam dari jadwal, yang seharusnya pukul 10:00 WIB karena penggugat dan kuasa hukum datang terlambat. Mereka juga belum mempesiapkan proposal permintaan perdamaian kepada tergugat.

Seperti diberitakan sebelumnya, Farma International Pte, Ltd sebagai pemegang mayoritas saham di PT LPI telah menjual sahamnya kepada dua perusahaan afiliasi Wilmar. Penggugat mengajukan permohonan pembatalan jual-beli saham dimaksud, padahal proses jual-beli saham tersebut  telah memenuhi ketentuan hukum dan juga adanya kesepakatan kedua belah pihak, yang telah dituangkan ke dalam perjanjian jual beli saham.

SNI dan NWG digugat oleh Fara Luwia serta Farma International Pte. Ltd. terkait kasus dugaan pengambilalihan saham PT. Lumbung Padi Indonesia (LPI) secara tidak sah dan melawan hukum melalui modus manipulasi penciptaan utang.

Secara kronologis, kasus tersebut bermula ketika pada 2017 PT. LPI mengalami kesulitan membayar utang kepada sejumlah kreditur yakni Maybank, Mattsteph Holding, Emerging Asia Capital Partners (EACP) dan TAEL Group. Keseluruhan nilai utang tersebut mencapai sekitar Rp286,8 miliar. Mohar

 

BERITA TERKAIT

Kejagung-Kementerian BUMN Rapatkan Pengelolaan "Smelter" Timah Sitaan

NERACA Pangkalpinang - Kejagung bersama Kementerian BUMN akan segera merapatkan pengelolaan aset pada lima smelter (peleburan) timah yang disita penyidik…

KPPU Kanwil I: Harga Beras Berpotensi Bentuk Keseimbangan Baru

NERACA Medan - Kepala Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Kanwil I Ridho Pamungkas menyatakan harga beras berpotensi membentuk keseimbangan baru.…

DJKI Kembalikan 1.668 Kerat Gelas Bukti Sengketa Kekayaan Intelektual

NERACA Jakarta - Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM mengembalikan barang bukti sengketa kekayaan intelektual berupa 1.668…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Kejagung-Kementerian BUMN Rapatkan Pengelolaan "Smelter" Timah Sitaan

NERACA Pangkalpinang - Kejagung bersama Kementerian BUMN akan segera merapatkan pengelolaan aset pada lima smelter (peleburan) timah yang disita penyidik…

KPPU Kanwil I: Harga Beras Berpotensi Bentuk Keseimbangan Baru

NERACA Medan - Kepala Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Kanwil I Ridho Pamungkas menyatakan harga beras berpotensi membentuk keseimbangan baru.…

DJKI Kembalikan 1.668 Kerat Gelas Bukti Sengketa Kekayaan Intelektual

NERACA Jakarta - Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM mengembalikan barang bukti sengketa kekayaan intelektual berupa 1.668…