Oleh : Agus Yuliawan
Pemerhati Ekonomi Syariah
Keberadaan Lembaga Amil Zakat (LAZ) sangat strategis dalam mendistribusikan Zakat, Infaq dan Shodaqoh (ZIS) kepada masyarakat. Bahkan keberadaan dari LAZ berperan penting dalam melakukan perubahan sosial untuk pemberdayaan dan pengentasan kemiskinan. Melihat penting dan strategisnya peran dari LAZ, pengelolaan dari LAZ tak bisa sekedar asal-asalan saja yang hanya mampu menampung dana kedermawanan saja dan menyalurkan kepada delapan asnaf penerima zakat. Maka dari itu, LAZ harus mampu berkreasi dan inovasi dalam melakukan asset management dan capacity building, dengan demikian keberadaan LAZ bisa dijalankan secara profesional.
Peluang LAZ untuk menjadi tumpuan masyarakat dalam menunaikan ZIS sangat besar peluangnya, apalagi dengan dukungan regulasi yang ada selama ini berupa UU Zakat No 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat, maka sangat jelas sekali bagaimana peran pengelolaan LAZ. Apalagi dalam regulasi tersebut juga disebutkan tentang pembayaran zakat sebagai pengurang dalam pembayaran pajak penghasilan. Dengan adanya point tersebut memberikan semangat kepada LAZ untuk mensosialisasikan secara masif kepada masyarakat dihaharapkan berdampak pada pendapatan zakat tiap tahun meningkat.
Menunaikan zakat sebagai pengurangan pembayaran pajak penghasilan sebenarnya sangat menarik sekali bagi masyarakat, karena dengan konsep ini ada dua hal yang diraih sekaligus yaitu pertama kewajiban secara syariah dimana zakat berperan dalam mensucikan harta dan kedua meningkatkan kesadaran kewajiban sebagai warga negara dalam membayar pajak yang manfaatnya untuk dana pembangunan APBN. Dengan dua hal ini jika dipahami secara benar akan mempermudah kesadaran masyarakat untuk melakukannya, karena jelas besarnya manfaat.
Lantas bagaimana agar masyarakat bisa memahami konsep itu ?
Untuk memahamkan konsep tersebut, memang tak semua orang memahaminya secara emosional dalam bentuk kesadaran pribadi yang dimilikinya tentang arti pentingnya berzakat. Tapi ada juga pemahaman orang secara rasional dalam menunaikan zakat tersebut yang dinilai berdasarkan kridibilitas dan integritas LAZ. Dengan demikian parameter mengelola LAZ harus selalu di evaluasi secara komperehensif secara transparan. Maka dari itu dalam mengelola LAZ bukan sekedar berbasis penyerapan anggaran dan program saja, akan tetapi sangat diperlukan persepsi, partisipasi dan rasa kepemilikkan masyarakat terhadap LAZ. Dengan demikian semua program - program yang dijalankan oleh LAZ sesuai dengan visi dan misi kepentingan publik secara transparan dan syarat dengan akuntabilitas publik.
Menuju LAZ berorientasi pada kepentingan publik inilah sangat diperlukan sebuah kontemplasi secara tersendiri, bagaimana menuju pengelolaan LAZ yang modern dan kredibel. Inti semua itu peran manajemen adalah garis depan dalam mentransformasikannya dan untuk mewujudkannya memang diperlukan kerja yang keras. Insyallah kita semua yakin LAZ yang ada di Indonesia akan mampu melakukannya dan jika ini berhasil zakat akan menjadi sebuah keuangan publik yang fungsinya membantu pembangunan.
Oleh: Zulkifli Hasan Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada periode Februari 2024 sebesar USD0,87 miliar. Surplus ini…
Oleh: Rama Satria Pengamat Kebijakan Publik Situasi di masyarakat saat ini relatif kondusif pasca penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…
Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Memasuki pertengahan bulan suci Ramadhan seperti ini ada dua arus perspektif yang menjadi fenomena…
Oleh: Zulkifli Hasan Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada periode Februari 2024 sebesar USD0,87 miliar. Surplus ini…
Oleh: Rama Satria Pengamat Kebijakan Publik Situasi di masyarakat saat ini relatif kondusif pasca penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…
Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Memasuki pertengahan bulan suci Ramadhan seperti ini ada dua arus perspektif yang menjadi fenomena…