THR & Mudik

 

Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro, MSi

Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Solo

 

Dua hal mendasar yang menarik dikaji sepekan terakhir ini yaitu THR dan mudik. THR tentu berkaitan dengan pembayaran dan alokasi pemanfaatannya. Betapa tidak, beberapa kasus yang muncul di media adalah adanya sejumlah korporasi yang tidak mampu untuk bayar THR dengan berbagai argumen yang mendasari. Salah satunya adalah operasional dunia usaha yang terpuruk dalam setahun terakhir, terutama pasca pandemi yang kemarin juga memicu resesi, tidak hanya di Indonesia tapi juga di sejumlah negara. Situasinya ini tidak berubah signifikan meski sejumlah program – kebijakan digulirkan dengan alokasi dana mencapai triliunan rupiah. Bahkan, gelombang tsunami covid juga terjadi di India dan berdampak terhadap larangan kedatangan warga dari India di sejumlah negara.

Tsunami covid tentu menjadi ancaman secara global sehingga mutasi virusnya bisa cepat terdeteksi dan tidak menimbulkan ancaman baru yang lebih rawan. Betapa tidak setahun terakhir pandemi telah menghancurkan semua sendi perekonomian sehingga ekonomi – bisnis dan semua mata rantainya terdampak sistemik. Jadi, bukan hanya di sektor sosial –kesehatan saja tapi juga di bidang ekonomi – bisnis.

Imbasnya tentu pendapatan untuk sejumlah korporasi tereduksi dan tentu berimbas terhadap kemampuan finansial. Realita ini jamak terjadi di semua negara, bukan hanya di Indonesia. Oleh karena itu, beralasan jika situasi ini berpengaruh terhadap kemampuan korporasi membayar THR. Jadi logis jika kemudian muncul sejumlah kasus berkaitan dengan pembayaran THR. Bahkan, ada juga opsi pembayaran THR secara dicicil, meski karyawan menolak.

Fakta lain yang juga menarik dari THR adalah alokasinya. Persepsian umum dari THR selama ini adalah uang kaget yang dibelanjakan untuk pos pemenuhan kebutuhan selama lebaran. Oleh karena itu, tidak heran jika sejumlah individu yang kemudian gelap mata ketika THR cair dan ego konsumtifnya meletup. Situasinya diperparah dengan kebijakan industrialisasi yang memang berusaha secara maksimal meraup uang dari konsumen dan masyarakat. Imbasnya berbagai program diskon, midnight sale dan juga berbagai promo digelar untuk meraup sebanyak mungkin omzet penjualan.

Setali tiga uang dari sektor perbankan dan pembiayaan juga tidak tinggal diam dengan mengeluarkan kebijakan di sektor moneter untuk merayu dan merangsang daya beli, termasuk misalnya kredit yang berbunga rendah dan pinjaman tanpa jaminan atau uang muka nol rupiah dari sejumlah lembaga pembiayaan. Semuanya saling berlomba memanfaatkan momen lebaran kali ini tanpa terkecuali. Padahal, konsumerisme yang muncul dari perilaku konsumtif dampak dari THR bisa runyam karena sejatinya pasca lebaran masih ada kebutuhan lain.

Edukasi terhadap pemanfaatan THR sebenarnya juga sudah banyak disampaikan secara online dan offline para perencana keuangan tapi faktanya gelap mata memanfaatkan dana THR seolah sudah menjadi tradisi. Jadi, tidak heran jika pusat penjualan sandang selalu penuh sesak sepekan ini sampai menjelang hari H lebaran termasuk juga fenomena yang ada di Pasar Tanah Abang. Padahal, situasi tersebut sangat rentan terhadap ketentuan prokes yang akhirnya bisa memicu ancaman adanya klaster baru. Oleh karena itu, beralasan jika apparat dan satpol PP harus kerja ekstra keras menertibkan situasi yang ada karena memang sangat rawan memicu klaster baru. Padahal, vaksinasi tidak menjamin terhadap kekuatan untuk melawan covid.

Aspek lain yang juga menarik dicermati yaitu kegiatan mudik. Meski telah dilarang tapi faktanya mudik awal telah banyak dilakukan sepekan kemarin. Gelombang mudik awal tentunya tidak bisa juga disalahkan karena lebaran kemarin mereka sudah tidak pulkam demi mematuhi anjuran pemerintah untuk tidak mudik. Meski konotasi dari pulkam dan mudik dianggap berbeda tetapi pada esensinya adalah sama sehingga situasinya menjadi rancu.

Oleh karena itu, gelombang mudik awal bisa menjadi rentan terhadap ketentuan prokes dan tentu bisa mengancam sebaran pandemi baru, meski berharap tidak terjadi tsunami covid seperti yang terjadi di India sebulan terakhir. Ancaman lain adalah ketidakkonsistenan di sejumlah daerah yang mengizinkan mudik lokal dan pembukaan sejumlah tempat wisata. Artinya, perlu kewaspadaan dan kearifan bersama. Selamat Lebaran 1442 H, Mohon Maaf Lahir Batin.

BERITA TERKAIT

Tidak Ada Pihak yang Menolak Hasil Putusan Sidang MK

  Oleh : Dhita Karuniawati, Penelitti di Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia   Mahkamah Konstitusi (MK) mengumumkan hasil sidang putusan…

Investor Dukung Putusan MK dan Penetapan Hasil Pemilu 2024

  Oleh: Nial Fitriani, Analis Ekonomi Politik   Investor atau penanam modal mendukung penuh bagaimana penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Diprediksi Tetap Tinggi di 2024

  Oleh : Attar Yafiq, Pemerhati Ekonomi   Saat ini perekonomian global tengah diguncang oleh berbagai sektor seperti cuaca ekstrim,…

BERITA LAINNYA DI Opini

Tidak Ada Pihak yang Menolak Hasil Putusan Sidang MK

  Oleh : Dhita Karuniawati, Penelitti di Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia   Mahkamah Konstitusi (MK) mengumumkan hasil sidang putusan…

Investor Dukung Putusan MK dan Penetapan Hasil Pemilu 2024

  Oleh: Nial Fitriani, Analis Ekonomi Politik   Investor atau penanam modal mendukung penuh bagaimana penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Diprediksi Tetap Tinggi di 2024

  Oleh : Attar Yafiq, Pemerhati Ekonomi   Saat ini perekonomian global tengah diguncang oleh berbagai sektor seperti cuaca ekstrim,…