Sikapi Galon Guna Ulang - Pemerintah Tegaskan Pengawasan AMDK Sangat Ketat

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memastikan bahwa produk-produk air minum dalam kemasan yang memiliki SNI, termasuk jenis galon guna ulang, yang beredar di pasaran aman untuk dikonsumsi  masyarakat, tak terkecuali bayi, ibu hamil, dan balita.

Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Kemenperin, Edy Sutopo menegaskan, regulasi yang dibuat untuk AMDK itu sudah sangat ketat begitu pula dengan pengawasannya.”Sampai saat ini kemasan plastik ini masih sangat banyak dipakai untuk mengemas pangan karena aman dan higienis, bersfat inert atau lembab dan mudah dibentuk, ringan, umur produk lebih panjang, tahan terhadap benturan, transparan, dan lebih hemat dari sesi pengangkutannya.  Dengan kata lain, kemasan plastik ini memenuhi persyaratan baik secara fungsional maupun dari sisi keekonomiannya,”ujarnya dalam webinar  “Kebijakan Pemerintah & Jaminan Perlindungan Keamanan Kemasan Galon Guna Ulang”, yang diadakan Forum Jurnalis Online dan PBNU di Jakarta, Selasa (4/5).

Terkait kemasan plastik ini, menurut Edy, Kemenperin juga telah mengeluarkan Permenperin No.21 tahun 2010 tentang Pencantuman Logo tara Pangan dan Kode Daur Ulang Pada Kemasan Pangan Plastik, di mana jenis PET dan PC termasuk ke dalam bahan kemasan tara pangan yang dapat didaur ulang.”Dalam hal pengendalian mutu, semua industri  pangan, termasuk AMDK galon guna ulang  harus memiliki sertifikat CPPOB (Cara Produksi Pangan Olahan Yang Baik). Ini merupakan salah satu persyaratan untuk mendapatkan izin edar dari BPOM dan sertifikasi  HACCP, ISO 22000 dan ISO 9001 serta sertifikat Standar Nasional Indonesia (SNI),”kata Sutopo.

Dia menuturkan, AMDK yang terdiri dari air mineral, air deminiral, air mineral alami, air minum embun, SNI-nya sudah diberlakukan secara wajib sejak tahun 2016 melalui Permenperin No.78 Tahun 2016 dan terakhir melalui Permenperin No.26 tahun 2019. “Jadi tentunya, untuk produk-produk yang SNI-nya diberlakukan secara wajib ini, dilakukan pengawasan secara ketat di lapangan. Apabila ditemukan tidak sesuai dengan SNI, maka itu wajib ditarik dari peredaran,” tukasnya. 

Selain itu, AMDK ini juga harus mengikuti  aturan bagaimana bahan baku yang aman, sesi proses produksi, dan pengedalian kemasannya.  Dari bahan baku, AMDK harus memenuhi ketentuan Peraturan Menteri Kesehatan No.492 Tahun 2010 dan juga Permenperin no.96 Tahun 2011. Kemudian dari sisi proses produksinya, AMDK  juga harus memenuhi Permenperin No.75 Tahun 2010 tentang CPPOB. Demikian juga dari sisi kemasan, itu diatur baik oleh BPOM melalui Peraturan Kepala BPOM No.20 Tahun 2019, yang memastikan bahwa bahan kemasannya harus aman dari migrasi bahan-bahan yang berbahaya.

Bukan hanya dari sisi regulasinya, petugas di Kemenperin juga melakukan pengawasan terhadap produk-produk AMDK dengan sangat ketat di lapangan. “Kami memiliki 50 petugas untuk mengawasi industri. Kemudian pengawas juga dilakukan oleh LSPro yang mengeluarkan Sertifikat Produk Penggunaan Tanda (SPPT) SNI yang minimal dilakukan sekali dalam setahun. Pengawasan ini juga dilakukan secara ketat,” ucapnya.

Sementara Direktur Pengembangan Standar Agro, Kimia, Kesehatan dan Halal Badan Standardisasi Nasional (BSN)Wahyu Purbowasito menambahkan, selain menetapkan SNI, BSN juga secara rutin melakukan kaji ulang terhadap SNI-nya. “Kita secara rutin melakukan kaji ulang dan bahkan uji petik secara periodik di lapangan. Kita ambil sampling dari produk yang sudah ada di market, kemudian kita uji tanpa pemberitahuan kepada pemilik produknya dan lembaga sertifikasi. Hasilnya sejauh ini semua mengikuti prosedur yang benar,” ungkapnya.  

Jika hasilnya tidak memenuhi prosedur, Wahyu mengatakan, pihaknya akan menyampaikannya  kepada Kementerian teknis terkait yang dalam hal ini  Kemendag, BPOM, dan Kemenperin.  “Karena kita harus memastikan yang dilakukan lembaga sertifikasi ituprosedurnya memang benar atau tidak. Atau memang ada hal-hal lain yang mungkin kita temukan dalam uji petik itu yang bisa mengakibatkan mutunya tidak terkontrol dengan baik,” tukasnya.

Menurut Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan Badan Pengawas Obat dan Makanan, Rita Endang, dalam hasil pengawasan BPOM terhadap AMDK galon guna ulang  selama lima tahun terakhir, menunjukkan bahwa migrasi BPA di bawah 0.01 bpj (10 mikrogram/kg) atau masih dalam batas aman.”Untuk memastikan paparan BPA pada tingkat aman, Badan POM telah menetapkan Peraturan Nomor 20 Tahun 2019 tentang Kemasan Pangan. Peraturan ini mengatur persyaratan keamanan kemasan pangan termasuk batas maksimal migrasi BPA maksimal 0,6 bpj (600 mikrogram/kg) dari kemasan PC,” ucap Rita.

BERITA TERKAIT

Hadirkan Inspirasi Cinta Budaya Lokal - Lagi, Marina Beauty Journey Digelar Cari Bintangnya

Mengulang kesuksesan di tahun sebelumnya, Marina Beauty Journey kembali hadir mendorong perempuan muda Indonesia untuk memaknai hidup dalam kebersamaan dan…

Mengenal LINAC dan Brachytherapy Opsi Pengobatan Kanker

Terapi radiasi atau radioterapi, termasuk yang menggunakan Linear Accelerator (LINAC) dan metode brachytherapy telah menjadi terobosan dalam dunia medis untuk…

Masyarakat Diminta Responsif Gejala Kelainan Darah

Praktisi kesehatan masyarakat, dr. Ngabila Salama meminta masyarakat untuk lebih responsif terhadap gejala kelainan darah dengan melakukan pemeriksaan atau skrining.…

BERITA LAINNYA DI Kesehatan

Hadirkan Inspirasi Cinta Budaya Lokal - Lagi, Marina Beauty Journey Digelar Cari Bintangnya

Mengulang kesuksesan di tahun sebelumnya, Marina Beauty Journey kembali hadir mendorong perempuan muda Indonesia untuk memaknai hidup dalam kebersamaan dan…

Mengenal LINAC dan Brachytherapy Opsi Pengobatan Kanker

Terapi radiasi atau radioterapi, termasuk yang menggunakan Linear Accelerator (LINAC) dan metode brachytherapy telah menjadi terobosan dalam dunia medis untuk…

Masyarakat Diminta Responsif Gejala Kelainan Darah

Praktisi kesehatan masyarakat, dr. Ngabila Salama meminta masyarakat untuk lebih responsif terhadap gejala kelainan darah dengan melakukan pemeriksaan atau skrining.…