Layak kah Pemindahan IKN?

Keputusan untuk melanjutkan pemindahan ibu kota negara (IKN) di tengah kondisi bangsa menghadapi pandemi Covid-19 dan kemerosotan ekonomi setidaknya menimbulkan pertanyaan besar sampai sejauh mana pemerintah memiliki prioritas dalam mengatasi berbagai persoalan faktual yang dihadapi saat ini.  Apalagi pemindahan ibukota merupakan keputusan penting dan strategis, dan sudah seharusnya menjadi wacana publik yang luas dari semua pemangku kepentingan bangsa. 

Wacana pemindahan IKN hanya terjadi di kalangan elit dan lebih bersifat teknokratis, kurang partisipatif dan akuntabel.  Kita melihat terjadi “gap” antara publik dan negara dalam wacana pemindahan ibu kota negara ini.  Jangankan masyarakat luas, DPR pun baru akan membahas RUU IKN dalam tahun ini, dan bahkan draft RUU dari pemerintah pun belum DPR terima.  Artinya, rencana peletakan batu pertama pembangunan ibu kota ini dilakukan tanpa ada payung hokum yang jelas. Lantas bagaimana jika DPR tidak menyetujui pemindahan ibu kota tersebut (walau hal ini kecil kemungkinannya)?   

Ide untuk memindahkan ibu kota negara merupakan hal lumrah.  Banyak negara melakukan hal itu.  Setidaknya dalam kurun waktu 100 tahun terakhir, ada sekitar 30 negara yang memindahkan ibu kotanegaranya.  Banyak yang sukses, namun tidak sedikit yang gagal.  Karenanya, risiko kegagalan mensyaratkan harus adanya langkah hati-hati dan pertimbangan matang dan bijak.

Adalah pelajaran yang baik bisa diambil dari negara-negara yang memindahkan ibu kota antara lain.  Pertama,  perlunya proses pengambilan keputusan yang partisipatif dan akuntabel.  Kedua, keputusan diambil berdasarkan kebutuhan bukan keinginan semata, dan ketiga, perencanaan yang matang dan sistematis serta implementasi yang tepat.  Karena pada hakikatnya ekonomi harus sedang mengalami perkembangan dan pertumbuhan yang baik, sehingga anggaran negara dapat mengakomodasi biaya pembangunan pemindahan ibu kota tersebut.

Kita sebaiknya belajar dari berbagai negara seperti kasus Brasilia, ibu kota Brazil baru  berkembang menjadi kota yang tertata dengan baik namun dikelilingi oleh banyak area pemukiman kumuh, karena dalam perencanaan dan implementsinya tidak mempertimbangkan kebutuhan semua kelompok masyarakat yang ingin tinggal di ibu kota baru.  Sementara Putrajaya, Malaysia sampai sekarang hanya sebagai pusat pemerintahan dan hampir semua aparatur sipil negara tetap tinggal di Kuala Lumpur, sehingga Putrajaya menjadi kota mati di malam hari. 

Adapun pemerintah membuat argumen perlunya memindahkan IKN sebagai berikut; pertama, Jakarta sudah tidak memiliki daya tampung dalam hal kepadatan penduduk, polusi, ketersediaan air, lalulintas, dll).  Sudah tidak layak lagi sebagai sebuah ibu kota negara.  Kedua, membangun ibu kota yang lebih aman dan memiliki risiko terhadap bencana alam (gempa bumi, banjir, dll), dan ketiga, dalam kerangka pemerataan pembangunan antara Jawa dan luar Jawa.  Kini diwacanakan juga sebagai model pembangunan yang Indonesia sentris

Namun semua argumen itu sebenarnya tidak cukup kuat. Ini terkesan pemerintah ingin menghindari upaya mengatasi persoalan yang dihadapi Jakarta, dan jika pindah pun belum tentu persoalan Jakarta akan terselesaikan.  Kedua, jika alasannya adalah pemerataan pembangunan, sebenarnya sejak tahun 2001 pemerintah memiliki kebijakan dan instrumen seperti otonomi dan desentralisasi fiskal melalui Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) yang bertujuan untuk akselerasi pemerataan pembangunan Jawa dan luar Jawa.  Lebih lanjut, Indonesia sentris sebagai orientasi  pembangunan bukan hanya retorika yang hanya sederhana diterjemahkan hanya dengan secara fisik memindahkan ibu kota.  Indonesia sentris seharusnya merupakan mindset dari pembuat kebijakan yang mengorientasikan keseluruhan kebijakan dan program pembangunan untuk mewujudkan keadilan sosial. 

Dalam konteks ini,  lebih arif jika dana yang tersedia (jika ada) digunakan untuk membangun pusat-pusat pertumbuhan di beberapa provinsi yang sesuai dengan rencana pengembangan daerah yang bersangkutan.   Membuat pemerataan pembangunan melalui pemindahan ibu kota tidak akan terealisasi, karena secara struktural komposisi PDB terkait dengan besarnya populasi dan kegiatan ekonomi dan bisnis. Untuk itu, rencana pemindahan IKN patut dipertimbangkan kembali.

BERITA TERKAIT

Wujudkan Budaya Toleransi

Pelaksanaan sidang MK sudah selesai dan Keputusan KPU telah menetapkan Prabowo-Gibran sebagai Presiden dan Wapres 2024-2029. Masyarakat telah menjalankan gelaran…

Cegah Dampak El Nino

Ancaman El Nino di negeri belakangan ini semakin kentara, apalagi data BPS mengungkapkan sektor pertanian saat ini hanya berkontribusi sekitar…

Permendag Tak Akomodatif

  Meski aturan pembatasan jenis dan jumlah barang kiriman pekerja migran Indonesia (PMI) sudah dicabut, penumpang pesawat dari luar negeri…

BERITA LAINNYA DI Editorial

Wujudkan Budaya Toleransi

Pelaksanaan sidang MK sudah selesai dan Keputusan KPU telah menetapkan Prabowo-Gibran sebagai Presiden dan Wapres 2024-2029. Masyarakat telah menjalankan gelaran…

Cegah Dampak El Nino

Ancaman El Nino di negeri belakangan ini semakin kentara, apalagi data BPS mengungkapkan sektor pertanian saat ini hanya berkontribusi sekitar…

Permendag Tak Akomodatif

  Meski aturan pembatasan jenis dan jumlah barang kiriman pekerja migran Indonesia (PMI) sudah dicabut, penumpang pesawat dari luar negeri…