Bunga Tinggi Hambat Pemulihan Ekonomi

Hasil studi Asian Development Bank (ADB) pasca lima bulan pandemi Covid-19 di Indonesia (Juli 2020) mengungkapkan, sedikinya 48% atau sekitar 32 juta UMKM di Indonesia mengalami kebangkrutan dan memberikan dampak hebat pada perekonomian rakyat. Bahkan, data terbaru menunjukkan sebanyak 50,5% UMKM bangkrut. Sisanya sebanyak 35% terancam kebangkrutan. Dengan demikian secara riil hanya sekitar 15% yang masih bertahan dan empat persen mengalami perkembangan.

Kita melihat kondisi kebangkrutan usaha UMKM dan sektor informal tidak bisa dibiarkan terlalu lama, karena akan menimbulkan dampak yang sangat siginifikan terkait dengan kebutuhan dasar rakyat Indonesia, dan terjadinya masalah sosial yang akan sulit dikendalikan.

Saat ini yang menjadi pilar utama ekonomi Indonesia sebenarnya adalah sektor konsumsi meliputi kuliner dan kebutuhan pokok. Di luar bidang ini hampir semuanya ambruk, termasuk industri rumah tangga, transportasi, dan pariwisata.  

Secara kasat mata kebangkrutan UMKM bisa dirasakan di jalan-jalan di mana semula banyak pedagang kaki lima, penjual asongan berkeliling berjualan dengan pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya, kini menyusut tajam dalam jumlah pedagang maupun penghasilannya.

Pandemi Corona telah menimbulkan dampak yang berbeda dengan krisis ekonomi 1998. Pada wabah kali ini yang terdampak pertama dan paling awal adalah UMKM dan sektor informal. Mereka ambruk seketika ketika pemerintah mengumumkan diberlakukannya kebijakan PSBB pada Maret 2020.

Tidak hanya itu. Tahun ini beban keuangan masyarakat dan perusahaan sangat berat. Mereka harus membayar kewajiban bunga dan cicilan kredit tunggakan tahun lalu, ditambah bunga dan cicilan kredit tahun ini. Artinya, daya beli masyarakat 2021 semakin runtuh. Perusahaan harus menunda investasi karena harus bayar bunga dan cicilan. Apalagi diperparah dengan suku bunga pinjaman yang tidak kunjung turun hingga saat ini.

Berdasarkan data asesmen BI per Februari 2021,  suku bunga dasar kredit (SBDK) bank cabang asing tercatat 6,17%, paling rendah dibandingkan bank BUMN kelompok Himbara yang masih 10,79%, BPD 9.80% dan Bank Swasta Nasional 9,67%.  

Selain itu, masih banyak UMKM mayoritas belum bankable, belum punya pencatatan keuangan, belum punya izin usaha dan mereka feasible. Dampaknya adalah pelaku UMKM tergoda dalam aplikasi teknologi finansial (fintech) peer to peer lending berbunga tinggi karena persyaratan fintech tersebut mudah. Namun karena berbunga tinggi, tidak jarang pelaku UMKM akhirnya harus gulung tikar karena aset UMKM mereka diambil paksa oleh debt collector. Ini yang harus juga diperhatian Pemerintah.

Tidak hanya itu. Ekspektasi inflasi secara global meningkat tajam, akibat kebijakan moneter quantitative easing dalam jumlah masif tahun lalu. Suku bunga obligasi pemerintah di AS dan Eropa, dengan tenor 10 tahun, naik pesat. Hal ini akan memicu imbal hasil Surat Utang Negara (SUN) juga naik, dan memicu arus keluar dolar AS dan otomatis kurs Rupiah tertekan. Nah, ini juga dapat pemicu BI menaikkan suku bunga acuan. Kalau tidak, SUN tidak laku. Padahal Indonesia sangat butuh utang luar negeri, meski pada gilirannya, ekonomi domestik akan tertekan.

Untuk mengatasi persoalan ini, Bank Indonesia, OJK dan pemerintah harus berupaya keras menurunkan suku bunga kredit yang masih tinggi dan tidak normal. Berupaya keras artinya merealisasikan. Pengurangan suku bunga ini seharusnya berlaku surut sejak 2020. Hal ini untuk memberi stimulus moneter kepada masyarakat. Meningkatkan daya beli masyarakat kecil dan UMKM.

Patut disadari, kemampuan bertahan sektor UMKM sangat singkat hanya dalam hitungan minggu, sementara program stimulus ekonomi baru gencar dijalankan menjelang akhir 2020. Bantuan diberikan sekaligus untuk empat bulan bagi sekitar 600.000 UMKM masing-masing Rp2,4 juta  per bulan. Namun program stimulus ini gagal karena terlambat, selain ada masalah tidak tepat sasaran.

BERITA TERKAIT

IKN Magnet Investasi

  Eksistensi UU Cipta Kerja dinilai cukup strategis dalam memajukan perekonomian Indonesia. UU Cipta Kerja akan menjadi salah satu regulasi…

Persatuan dan Kesatuan

Pasca Pemilihan umum (Pemilu) 2024, penting bagi kita semua untuk memahami dan menjaga persatuan serta kesatuan sebagai pondasi utama kestabilan…

Laju Pertumbuhan Kian Pesat

  Pertumbuhan ekonomi sebagai sebuah proses peningkatan output dari waktu ke waktu menjadi indikator penting untuk mengukur keberhasilan pembangunan suatu…

BERITA LAINNYA DI Editorial

IKN Magnet Investasi

  Eksistensi UU Cipta Kerja dinilai cukup strategis dalam memajukan perekonomian Indonesia. UU Cipta Kerja akan menjadi salah satu regulasi…

Persatuan dan Kesatuan

Pasca Pemilihan umum (Pemilu) 2024, penting bagi kita semua untuk memahami dan menjaga persatuan serta kesatuan sebagai pondasi utama kestabilan…

Laju Pertumbuhan Kian Pesat

  Pertumbuhan ekonomi sebagai sebuah proses peningkatan output dari waktu ke waktu menjadi indikator penting untuk mengukur keberhasilan pembangunan suatu…