Laba Bersih Astra Agro Tumbuh 294,78%

NERACA

Jakarta – Sepanjang tahun 2020 kemarin, PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) berhasil mencatatkan laba bersih sebesar Rp833,09 miliar atau melonjak 294,78% dibanding akhir tahun 2019 yang tercatat sebesar Rp211,11 miliar. Sehingga laba per saham dasar perseroan naik menjadi Rp432,84 dibanding akhir tahun 2019 yang tercatat sebesar Rp109,69. Informasi tersebut disampaikan perseroan dalam laporan keuangan yang telah diaudit di Jakarta, kemarin.

Sementara total pendapatan bersih emiten perkebunan ini sepanjang tahun 2020 tercatat sebesar Rp18,8 triliun atau tumbuh 8,045% dibanding tahun 2019 yang tercatat sebesar Rp17,45 triliun. Tapi, beban pokok pendapatan tercatat sebesar Rp15,84 triliun atau tumbuh 3,26% dibanding akhir tahun 2019 yang tercatat sebesar Rp15,3 triliun. Sehingga, laba kotor naik 38,15% menjadi Rp2,962 triliun.

Sedangkan pada sisi ekuitas tercatat sebesar Rp19,24 triliun atau tumbuh 1,42% dibanding akhir tahun 2019 yang tercatat sebesar Rp18,97 triliun. Adapun total kewajiban tercatat sebesar Rp8,533 triliun atau tumbuh 6,72% dibanding akhir tahun 2019 yang tercatat sebesar Rp7,995 triliun. Hasilnya, aset perseroan tercatat sebesar Rp27,78 triliun atau tumbuh 2,97% dibanding akhir tahun 2019 yang tecatat sebesar Rp26,97 triliun. Kemudian arus kas diperoleh dari aktivitas operasi tercatat sebesar Rp2,322 triliun atau naik 97,72% dibanding akhir tahun 2020 yang tercatat sebesar Rp1,292 triliun.

Tahun ini, perseroan mengalokasikan belanja modal (capital expenditure/capex) sebesar Rp 1,2 triliun atau naik 9% dibandingkan anggaran tahun 2020 lalu yang senilai Rp 1,1 triliun. Seluruh dana capex akan berasal dari hasil operasional perseroan. Presiden Direktur Astra Agro Lestari, Santosa pernah bilang, perseroan akan mengalokasikan dana sebesar Rp 700 miliar untuk tanaman muda dan replanting, sedangkan sebanyak Rp 250 miliar untuk keperluan pabrik serta pelabuhan. Perseroan juga akan menyerap sisa capex untuk infrastruktur dan fasilitas pendukung lain.

Santosa menegaskan, pelaku industri CPO harus siap mengantisipasi kondisi terburuk ke depan. Bila ekonomi di negara utama pengguna CPO seperti Tiongkok dan India masih mengalami pandemi Covid-19, tapi produksi akan naik, maka dampaknya harga CPO berpotensi turun. Di sisi lain, jika produksi tidak dinaikkan, maka efeknya ongkos produksi yang bertambah.

BERITA TERKAIT

Sentimen Bursa Asia Bawa IHSG Ke Zona Hijau

NERACA Jakarta – Mengakhiri perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI), Kamis (18/4) sore, indeks harga saham gabungan (IHSG) ditutup…

Anggarkan Capex Rp84 Miliar - MCAS Pacu Pertumbuhan Kendaraan Listrik

NERACA Jakarta – Kejar pertumbuhan bisnisnya, PT M Cash Integrasi Tbk (MCAS) akan memperkuat pasar kendaraan listrik (electric vehicle/EV), bisnis…

Sektor Perbankan Dominasi Pasar Penerbitan Obligasi

NERACA Jakarta -Industri keuangan, seperti sektor perbankan masih akan mendominasi pasar penerbitan obligasi korporasi tahun ini. Hal tersebut disampaikan Kepala…

BERITA LAINNYA DI Bursa Saham

Sentimen Bursa Asia Bawa IHSG Ke Zona Hijau

NERACA Jakarta – Mengakhiri perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI), Kamis (18/4) sore, indeks harga saham gabungan (IHSG) ditutup…

Anggarkan Capex Rp84 Miliar - MCAS Pacu Pertumbuhan Kendaraan Listrik

NERACA Jakarta – Kejar pertumbuhan bisnisnya, PT M Cash Integrasi Tbk (MCAS) akan memperkuat pasar kendaraan listrik (electric vehicle/EV), bisnis…

Sektor Perbankan Dominasi Pasar Penerbitan Obligasi

NERACA Jakarta -Industri keuangan, seperti sektor perbankan masih akan mendominasi pasar penerbitan obligasi korporasi tahun ini. Hal tersebut disampaikan Kepala…