Kriwikan Bernama Bukti Pemotongan Pajak Karyawan

 

Oleh: Indrajaya Burnama, Staf Ditjen Pajak, Kemenkeu

 

Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) menyatakan jumlah Wajib Pajak (WP) yang melaporkan SPT Tahunan PPh tahun pajak 2019 di tahun 2020 mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya (kontan.co.id, 20 Januari 2021). Lanjutnya, jumlah pelaporan SPT Tahunan tersebut mencapai 14,76 juta SPT dari total 19 juta WP terdaftar yang wajib lapor SPT. Itu berarti kepatuhan lapor SPT Tahunan PPh tahun pajak 2019 adalah 78%.

Namun proses perjalanan Ditjen Pajak mengawal kepatuhan lapor SPT Tahunan PPh tak semudah membalik telapak tangan. Sampai dengan dengan semester pertama 2020, kepatuhan lapor SPT Tahunan PPh tahun pajak 2019 baru mencapai 11,5 juta SPT atau 60%. Adanya penerapan protokol kesehatan untuk menjaga jarak (social distancing) di awal pandemi Covid-19 yang kebetulan bersamaan dengan musim lapor SPT Tahunan PPh ternyata cukup berdampak pada jumlah pelaporan SPT WP.

Berkat kerja keras seluruh unit Ditjen Pajak dan partisipasi WP, kondisi itu berangsur berubah di akhir tahun 2020. Pelan tapi pasti angka kepatuhan merangkak naik dari 60% ke angka 78%. Raihan itu tentu saja sangat berarti di tengah kondisi pandemi Covid-19 yang belum mereda. Selain itu kepatuhan lapor SPT Tahunan PPh tahun pajak 2019 ternyata masih lebih baik dari pada kepatuhan lapor SPT lima tahun sebelumnya.

Masalah Klasik WP

Berdasar informasi Kementerian Keuangan dalam Nota Keuangan dan APBN Tahun Anggaran 2020, diketahui jumlah WP di Indonesia tahun 2019 adalah 42 juta. Rinciannya 38,7 juta WP Orang Pribadi dan 3,3 juta WP Badan. Selanjutnya, sebanyak 18,33 juta WP terdaftar wajib lapor SPT Tahunan PPh. Detilnya, WP Orang Pribadi karyawan wajib lapor SPT Tahunan PPh adalah 13,81 juta dan jumlah WP Badan wajib lapor adalah 1,47 juta. Sisanya sebesar 3,04 juta adalah WP Orang Pribadi non karyawan.

Data-data di atas menunjukkan WP Orang Pribadi karyawan memiliki porsi terbesar WP terdaftar yang wajib lapor SPT Tahunan PPh. Namun demikian, ada satu permasalahan yang sering dialami WP Orang Pribadi karyawan ketika melakukan pelaporan SPT Tahunan PPh di musim SPT seperti sekarang ini. Apakah itu? Mereka terlambat memperoleh bukti pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21/26 atau terkadang tidak memperoleh bukti pemotongan PPh Pasal 21/26 dari perusahaan atau institusi tempatnya bekerja.

Akhirnya ada sebagian karyawan yang terlambat lapor atau malah tidak lapor SPT sama sekali karena tidak memiliki bukti pemotongan. Padahal mereka terkadang sudah meluangkan waktu di tengah teriknya mentari atau derasnya guyuran hujan untuk sekedar datang ke kantor pelayanan pajak terdekat dan melakukan pelaporan SPT Tahunan-nya. Namun sayangnya niat baik mereka tidak dapat secara tuntas terselesaikan.   

Harus diakui bahwa masalah bukti pemotongan merupakan masalah klasik bagi WP Orang Pribadi karyawan dalam melaporkan SPT Tahunan PPh. Bukti pemotongan sejatinya merupakan sebuah hal kecil dan sederhana tetapi memberi dampak besar dalam pelaporan SPT Tahunan PPh. Akan tetapi jika diremehkan akan sangat mempengaruhi kepatuhan lapor WP Orang Pribadi karyawan. Ibarat pepatah Jawa, “Kriwikan dadi grojogan”.

Idealnya pemberlakuan sistem pemotongan atau pemungutan pajak (Withholding Tax System) yang menopang Self Assessment System akan menguntungkan kedua belah pihak yang terkait. Ada simbiosis mutualisme antara perusahaan atau intitusi tempat WP Orang Pribadi karyawan bekerja sebagai pemotong PPh Pasal 21/26 dan karyawan dalam melaksanaan hak dan kewajiban perpajakan. Dengan begitu masalah klasik bukti pemotongan seharusnya dapat dikurangi atau malah ditiadakan.

Lebih Cepat Lebih Baik

Pasal 22 ayat (8) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008 menyatakan pemotong PPh Pasal 21/26 wajib membuat bukti pemotongan PPh Pasal 21/26. Selanjutnya, berkewajiban memberikan bukti tersebut kepada karyawan sebagai penerima penghasilan yang dipotong pajak. Pasal 23 ayat (1) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: Per-16/PJ/2016 memperjelas agar pemotong PPh Pasal 21/26 harus memberikan bukti pemotongan paling lambat satu bulan setelah tahun kalender berakhir.

Dalam konteks tahun pajak 2020 maka pemotong PPh Pasal 21/26 paling lambat memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 21/26 kepada para karyawan pada 31 Januari 2021. Apatah lagi jika pemotong PPh Pasal 21/26 telah melakukan pelaporan SPT PPh Pasal 21/26 Masa Desember 2020. Perhitungan pajak telah selesai dilakukan. Pemotongan dan penyetoran PPh Pasal 21/26 juga telah tuntas dilaksanakan. Seharusnya bukti pemotongan dapat dengan cepat diberikan kepada karyawan.

Dengan jangka waktu yang cukup (dua bulan) terhadap batas akhir pelaporan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi seharusnya semua karyawan dapat melakukan pelaporan SPT Tahunan PPh dengan baik, benar dan tepat waktu tanpa kena denda. Kalaupun karyawan kebingungan saat melaporkan dapat berkonsultasi dengan nyaman ke kantor pelayanan pajak terdekat. Jika tidak memungkinkan secara tatap muka, WP bisa melakukan konsultasi secara online.

Selain itu, perusahaan atau intitusi tempat WP Orang Pribadi karyawan bekerja juga tidak terganggu dengan aktivitas pelaporan SPT Tahunan karyawan jika dilakukan pemberian bukti pemotongan dengan tepat waktu. Produktivitas kinerja tetap terjaga. Bahkan dalam lingkup nasional pun juga dapat memetik keuntungan. Akses pelaporan SPT Tahunan PPh melalui internet yaitu DJP Online akan tetap lancar dan tidak lelet karena peningkatan akses yang mencapai ratusan ribu dibandingkan sebelumnya.

Pemberian bukti pemotongan PPh Pasal 21/26 secara tepat waktu merupakan kunci kepatuhan lapor WP Orang Pribadi karyawan. Hal itu lantaran dapat mendorong perubahan perilaku Wajib Pajak Orang Pribadi karyawan untuk melaporkan SPT Tahunan PPh-nya dengan segera. Jadi kalau memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 21/26 itu adalah pekerjaan ringan dan mudah, mengapa musti ditunda? Terlebih jatuh tempo pelaporan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi tinggal menghitung hari.

 

 

BERITA TERKAIT

Bansos Pangan atau Beras oleh Bapanas dan Bulog Langgar UU Pangan dan UU Kesejahteraan Sosial?

  Oleh: Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) Presiden Joko Widodo memutuskan perpanjangan pemberian Bantuan Sosial…

Pembangunan Papua Jadi Daya Tarik Investasi dan Ekonomi

  Oleh : Clara Anastasya Wompere, Pemerhati Ekonomi Pembangunan   Bumi Cenderawasih memang menjadi fokus pembangunan yang signifikan di era…

Pastikan Stabilitas Harga dan Stok Beras, Pemerintah Komitmen Ketahanan Pangan

  Oleh : Nesya Alisha, Pengamat Pangan Mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia sangat penting karena memiliki dampak besar pada stabilitas…

BERITA LAINNYA DI Opini

Bansos Pangan atau Beras oleh Bapanas dan Bulog Langgar UU Pangan dan UU Kesejahteraan Sosial?

  Oleh: Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) Presiden Joko Widodo memutuskan perpanjangan pemberian Bantuan Sosial…

Pembangunan Papua Jadi Daya Tarik Investasi dan Ekonomi

  Oleh : Clara Anastasya Wompere, Pemerhati Ekonomi Pembangunan   Bumi Cenderawasih memang menjadi fokus pembangunan yang signifikan di era…

Pastikan Stabilitas Harga dan Stok Beras, Pemerintah Komitmen Ketahanan Pangan

  Oleh : Nesya Alisha, Pengamat Pangan Mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia sangat penting karena memiliki dampak besar pada stabilitas…