Carut-Marut Penyaluran Pupuk Subsidi

NERACA

Jakarta - Ketua Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Sudin, menyatakan bahwa permasalahan penyaluran pupuk bersubsidi bagi petani selama ini disebabkan oleh carut marutnya sistem distribusi di sejumlah Kabupaten yang belum menerbitkan SK pupuk.

"Masih ada 57 Kabupaten yang belum membuat SK penyaluran pupuk bersubsidi. Itulah penyebab pupuk belum ada di lapangan," ujar Ketua Komisi IV DPR, Sudin saat memimpin Rapat Kerja dengan Kementerian Pertanian (Kementan).

Sudin mengatakan, seharusnya pihak Pupuk Indonesia Holding Company (PIHC) berkordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) tentang belum adanya Kabupaten yang mengeluarkan SK pupuk bersubsidi.

Sekedar informasi, berdasarkan data PIHC, dari total 514 kabupaten, hanya 483 yang baru memiliki alokasi dan baru 426 Kabupaten yang sudah menerbitkan SK Dinas Kabupaten tentang pengajuan pupuk bersubsidi.

Adapun Kabupaten yang belum menyerahkan SK yang termasuk kedalam Provinsi antara lain Aceh, Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Maluku, Papua, Papua Barat.

"Untuk itu kita perlu membuat terbososan untuk mempermudah penyaluran pupuk bersubsidi. Hal ini tentu harus menjadi perhatian kita semua," ungkap Sudin.

Menanggapi permasalahan tersebut, Kementan akan melakukan sejumlah langkah strategis sebagai bentuk optimasi anggaran pupuk subsidi tahun 2021. Salah satunya dengan mengubah formula NPK 15:15:15 menjadi NPK 15:10:12.

Perubahan formula ini dilakukan berdasarkan hasil kajian Badan Litbang Pertanian dan kesepakatan Rapat Koordinasi Kelompok Kerja Pupuk dengan Koordinator Kemenko Perekonomian. Dari pengubahan formula, terhitung akan ada efisiensi sebesar Rp 2,272 triliun.

“Berdasarkan hasil kajian Badan Litbang Pertanian, perubahan formula juga diharapkan dapat meningkatkan kesuburan lahan sawah karena sudah adanya jenuh unsur hara P dan K,” ungkap Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, Kementan, Sarwo Edhy.

Selain langkah terbut, Sarwo Edhy mengunhkapkan, Kementan juga telah mengeluarkan Permentan Nomor 49 Tahun 2020 tentang Pedoman Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk pupuk bersubsidi pada tahun anggaran 2021. Dalam peraturan tersebut, HET pupuk naik Rp 300 hingga Rp 450 per kilogram.

“HET Pupuk tidak pernah naik semenjak 2012. Untuk saat ini, kita perlu menaikkan HET demi menambah kuota pupuk. Berdasarkan perhitungan kami, dari kenaikan HET pupuk, kita bisa mendapatkan efisiensi sebesar Rp 2,578 triliun,” tutur Sarwo Edhy.

Lebih lanjut, menurut Sarwo Edhy, langkah tersebut perlu dilakukan Kementan untuk menutupi kekurangan anggaran subsidi sebesar Rp7,307 triliun. Berdasarkan rata-rata realisasi penyaluran pupuk bersubsidi Tahun 2014-2018, diperlukan anggaran sebesar Rp32,584 triliun. Sementara pagu indikatif untuk subsidi pupuk senilai Rp25,276 triliun.

Sejumlah langkah memang harus cepat dilakukan untuk menambah volume pupuk bersubsidi sesuai dengan permintaan petani di lapangan. Bahkan melalui surat yang disampaikan Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) kepada Menteri Keuangan Nomor 07/E/KTNA Nas/03/2020, KTNA telah menyampaikan menyetujui kenaikan HET Rp 300 hingga Rp 500 per kg untuk mengatasi kekurangan pupuk.

Sebab, ketepatan distribusi pupuk bersubsidi sangat ditentukan oleh pendataan petani oleh penyuluh dan validasi Kepala Dinas Pertanian Kabupaten. Untuk itu, peran pemerintah dareah aktif mendata petani yang menjadi prioritas untuk masuk prioritas elektronik Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (e-RDKK).

“Pemerintah hanya memberikan subsidi sebesar 30%. Untuk itu, kita harapkan ketepatan pendataan petani oleh penyuluh,” sebut Sarwo Edhy.

Disisi lain, Sarwo Edhy, mengakui, adapun untuk alokasi pupuk subsidi untuk tahun anggaran  2021, yaitu sebesar 9,04 juta ton ditambah 1,5 juta liter untuk pupuk organik cair. 

“Jadi untuk 2021 jumlah alokasi pupuk subsidi sebesar 9,04 juta ton atau lebih kurang 45,28 persen dari alokasi e-RDKK yang diusulkan ,” ungkap Sarwo Edhy.

Disisi lain, Anggota Komisi IV DPR RI Fraksi  Partai PDIP , Sutrisno mengatakan adapun kenaikan HET Pupuk Bersubsidi dikarenakan penurunan anggaran tahun  2021 yang hanya dianggarkan 25,26 triliun dengan alokasi pupuk 7,2 juta ton sedangkan menilik tahun 2020 dengan anggaran 26,6 triliun dengan alokasi pupuk 7,9 juta ton, petani mengalami  gejolak akibat kurangnya pupuk subsidi.

"Jika kondisi 7,2 juta ton tidak ada kebijakan pasti gejolak akan terjadi lebih dari sebelumnya,tahun 2020. Dengan kebijakan ini harapannya adalah ditahun 2021 ini karna kuota pupuknya juga mencukupi tidak akan mengulangi kejadian di tahun 2020. Tentunya kita sudah sepatutnya memberikan apresiasi pada kebijakan pemerintah ini karena orientasi dari kenaikan HET itu adalah untuk memperluas jangkauan petani mendapatkan pupuk bersubsidi," jelas Sutrisno.

 

 

 

BERITA TERKAIT

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…

BERITA LAINNYA DI Industri

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…