LPSK Terima 1.454 Permohonan Perlindungan pada 2020

NERACA

Jakarta - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menerima 1.454 permohonan perlindungan sepanjang kurun waktu 2020, demikian disampaikan Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo.

”Kurun waktu 2020 LPSK menerima permohonan perlindungan 1.454 permohonan," ujar Hasto dalam laporannya pada kegiatan Refleksi Awal Tahun LPSK, laporan Kinerja 2020, yang digelar di Kompleks Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (14/1).

Sementara itu, jumlah terlindung LPSK yang berstatus sebagai saksi, korban, saksi pelaku, pelapor, dan saksi ahli berjumlah 2.785 orang. Angka tersebut mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya. Pada 2019, jumlah terlindung LPSK berjumlah 3.365 terlindung.

"Seluruh terlindung LPSK telah mendapatkan sebanyak 4.478 program perlindungan dalam bentuk bantuan medis, bantuan psikologis, rehabilitasi psikososial, restitusi, kompensasi, Perlindungan fisik, dan pemenuhan hak prosedural," kata Hasto.

Hasto mengaku adanya pandemi COVID-19 sangat berpengaruh terhadap kinerja lembaga yang dipimpinnya. Namun, hal tersebut tidak membuat LPSK menyerah.

LPSK, kata Hasto terus berupaya memberikan kinerja terbaik kepada masyarakat. Salah satunya penyerahan kompensasi kepada 215 korban dan ahli waris korban dari 40 peristiwa terorisme masa lalu sebesar Rp39,205 miliar yang dilakukan langsung oleh Presiden Joko Widodo secara simbolik pada Desember 2020 lalu.

"Keberhasilan LPSK untuk memperjuangkan kompensasi dari para korban ini karena bantuan dan dukungan serius pemerintah dan DPR dan juga perjuangan dari BNPT dan organisasi penyintas dalam rangka memperjuangkan nasib para korban yang belasan tahun belum merasakan kehadiran nyata negara untuk memberikan perhatian pada mereka," kata dia.

Dalam kesempatan itu Hasto juga menyampaikan bahwa permohonan perlindungan untuk tindak pidana perdagangan orang (TPPO) mengalami kenaikan di 2020.

Tercatat permohonan perlindungan TPPO pada 2020 sebanyak 203 permohonan. Sedangkan pada 2019 jumlahnya sebanyak 176 permohonan. Jumlah permohonan di tahun 2020 merupakan yang tertinggi sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014.

"Adapun dalam penanganan korban tindak pelanggaran HAM berat, terutama di masa lalu, rentang 2020 LPSK telah melayani 1105 korban dari tiga tindak pelanggaran HAM berat, yakni peristiwa Rumah Gedong, peristiwa Tanjung Priok, peristiwa 1965-1966," ucap Hasto.

Lebih lanjut, Hasto menambahkan pada 2020 pihaknya juga meningkatkan kerja sama dengan pihak-pihak internasional.

"Salah satunya penandatanganan nota kesepahaman dengan kementerian dalam negeri Australia untuk bidang penanganan korban dan saksi kejahatan terorganisasi transnasional," ujar dia. Ant

 

 

BERITA TERKAIT

Dua Pengendali Pungli Rutan KPK Sampaikan Permintaan Maaf Terbuka

NERACA Jakarta - Dua orang pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang berstatus tersangka atas perannya sebagai pengendali dalam perkara pungutan…

Ahli Sebut Penuntasan Kasus Timah Jadi Pioner Perbaikan Sektor Tambang

NERACA Jakarta - Tenaga Ahli Jaksa Agung Barita Simanjuntak mengatakan penuntasan kasus megakorupsi timah dapat menjadi pioner dalam upaya perbaikan…

Akademisi UI: Korupsi Suatu Kecacatan dari Segi Moral dan Etika

NERACA Depok - Dosen Departemen Filsafat, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB), Universitas Indonesia (UI) Dr. Meutia Irina Mukhlis mengatakan dalam…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Dua Pengendali Pungli Rutan KPK Sampaikan Permintaan Maaf Terbuka

NERACA Jakarta - Dua orang pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang berstatus tersangka atas perannya sebagai pengendali dalam perkara pungutan…

Ahli Sebut Penuntasan Kasus Timah Jadi Pioner Perbaikan Sektor Tambang

NERACA Jakarta - Tenaga Ahli Jaksa Agung Barita Simanjuntak mengatakan penuntasan kasus megakorupsi timah dapat menjadi pioner dalam upaya perbaikan…

Akademisi UI: Korupsi Suatu Kecacatan dari Segi Moral dan Etika

NERACA Depok - Dosen Departemen Filsafat, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB), Universitas Indonesia (UI) Dr. Meutia Irina Mukhlis mengatakan dalam…