Perketat Prokes Wisata

Industri pariwisata di seluruh dunia umumnya menunjukkan perkembangan merosot akibat pandemi Covid-19. Semula pertumbuhan pariwisata setiap tahun rata-rata 4-5% yang menyumbang 8% PDB dan 10% lapangan pekerjaan di seluruh dunia (WTO, 2020). Saat ini, bagai petir di siang bolong, memasuki tahun 2020, virus Covid-19 meluluhlantakan seluruh sendi kehidupan termasuk pariwisata. Sektor pariwisata yang rentan terhadap krisis langsung terkapar tak berdaya.

Menurut laporan Organisasi Pariwisata Dunia (UNWTO) pada Oktober 2020, selama periode Januari- Agustus 2020, kedatangan turis internasional turun 70%. Angka ini sama dengan sekitar 700 juta kunjungan turis dan hilangnya pendapatan sekitar US$ 730 miliar. Bahkan, Sekjen PBB, Antonio Guterres menyatakan pandemi ini membuat pengeluaran turis internasional turun sekitar US$ 910 miliar, 120 juta pekerjaan dalam ancaman yang membuat sektor pariwisata mundur sekitar 20 tahun.

Sektor penerbangan yang selama ini menjadi pendukung utama pariwisata sudah merasakan pahitnya pandemi. Banyak maskapai yang sudah mengurangi jumlah karyawan untuk mengurangi beban biaya. Sejak Juli 2020, Emirates mengurangi 9.000 karyawan, dan pada Oktober 2020 pengurangan karyawan juga dilakukan Cathay Pacific sejumlah 5.900, America Airlines 19.000. Garuda Indonesia juga mengurangi 700 karyawan (Kompas, 28/10/2020).

Begitu juga provinsi yang mengandalkan pariwisata sebagai sumber pendapatan sangat terdampak Covid-19, seperti Kepulauan Riau (Kepri), Jawa Barat dan tentu saja Bali. Pada Januari 2020, wisman yang berkunjung ke Bali masih sekitar 1,27 juta, langsung anjlok drastis sekitar 158 ribu yang dirasakan sejak April 2020.  

Pertumbuhan ekonomi Bali pun jauh di bawah rata-rata nasional. Pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal II dan III masing-masing adalah -5,32% dan -3,49%, sementara Bali masing-masing -10,98% dan -12,28% (yoy). Setiap pergantian tahun, sektor pariwisata selalu cerah, namun kini sektor pariwisata masih merana lantaran corona. Efisiensi dan adaptasi tatanan pariwisata yang sudah dibangun beberapa dekade terakhir bisa jadi runtuh hanya dalam beberapa bulan lantaran pandemi Covid-19.

Kebijakan lockdown dan social distancing membuat sejumlah kegiatan travelling, meeting dan event dibatalkan. Hampir semua tempat wisata sepi, tingkat hunian hotel jeblok dan sektor transportasi penumpang menjadi lesu. Para aktor di pariwisata dipaksa oleh keadaan untuk kreatif agar bisa survive. Krisis merupakan filter bagi dunia pariwisata, siapa yang bisa melakukan efisiensi dan siapa yang mampu beradaptasi dengan lingkungan baru? Pilihan pemutusan hubungan kerja (PHK) menjadi tidak terelakkan untuk mengurangi biaya akibat pendapatan turun drastis.

Semua tempat wisata kini harus juga mengikuti protokol kesehatan, dari fasilitas, standar kebersihan dan pelayanan. Bagi yang tidak bisa efisien dan tidak beradaptasi dengan lingkungan baru terpaksa harus take out dari industri. Bagi industri yang menang dalam persaingan di perdagangan internasional maka faktor produksi yang melimpah bakal mendapat insentif lebih besar. Sementara bagi industri yang kalah dalam perdagangan internasional (inefisien), maka faktor produksi bakal pindah ke industri yang menang (efisien).

Untuk memulihkan sektor pariwisata, pemerintah menyiapkan dana sekitar Rp 3,8 triliun. Rencana pemerintah untuk memberi stimulus ke sektor pariwisata dan kedatangan vaksin beberapa waktu lalu memang memberi secercah harapan bagi sektor pariwisata. Namun, untuk kembali ke situasi normal tidak semudah membalikkan telapak tangan. Jika ada protokol krisis untuk sektor keuangan karena sektor ini sangat sensitif dan sistemik, sektor pariwisata juga butuh protokol krisis.

Kini faktanya banyak pekerja yang sebelumnya mencari penghidupan di sektor pariwisata terpaksa harus pindah ke sektor lain yang lebih efisien dan masih ada demand meski pandemi. Setiap transisi ekonomi selalu ada perpindahan faktor produksi. Pengusaha bidang pariwisata pun kini harus menimbang untuk mendiversifikasi investasi ke sektor non pariwisata. Lalu, kapan krisis ini akan berakhir? Belum ada kepastian jawabnya.

BERITA TERKAIT

IKN Magnet Investasi

  Eksistensi UU Cipta Kerja dinilai cukup strategis dalam memajukan perekonomian Indonesia. UU Cipta Kerja akan menjadi salah satu regulasi…

Persatuan dan Kesatuan

Pasca Pemilihan umum (Pemilu) 2024, penting bagi kita semua untuk memahami dan menjaga persatuan serta kesatuan sebagai pondasi utama kestabilan…

Laju Pertumbuhan Kian Pesat

  Pertumbuhan ekonomi sebagai sebuah proses peningkatan output dari waktu ke waktu menjadi indikator penting untuk mengukur keberhasilan pembangunan suatu…

BERITA LAINNYA DI Editorial

IKN Magnet Investasi

  Eksistensi UU Cipta Kerja dinilai cukup strategis dalam memajukan perekonomian Indonesia. UU Cipta Kerja akan menjadi salah satu regulasi…

Persatuan dan Kesatuan

Pasca Pemilihan umum (Pemilu) 2024, penting bagi kita semua untuk memahami dan menjaga persatuan serta kesatuan sebagai pondasi utama kestabilan…

Laju Pertumbuhan Kian Pesat

  Pertumbuhan ekonomi sebagai sebuah proses peningkatan output dari waktu ke waktu menjadi indikator penting untuk mengukur keberhasilan pembangunan suatu…