Pengaduan Konsumen di 2020 Turun - Lindungi Konsumen Indonesia

NERACA

Jakarta – Kementerian Perdagangan (Kemendag) melalui Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (Ditjen PKTN) menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada seluruh konsumen Indonesia.

Berdasarkan catatan Kemendag, sepanjang tahun 2020, tercatat sebanyak 931 pengaduan, jumlah ini menurun dibandingkan tahun 2019 yang sebanyak 1.110 pengaduan, serta tahun 2018 sebanyak 1.771 pengaduan.

“Kemendag selalu berupaya untuk melindungi konsumen Indonesia. Sebagaimana diketahui bersama bahwa salah satu komponen penting stabilitas perekonomian adalah menjaga konsumsi masyarakat. Untuk itu, diperlukan dukungan pemerintah dalam menciptakan kepercayaan konsumen dalam bertransaksi,” ujar Direktur Jenderal PKTN Veri Anggrijono.

Lebih lanjut, menurut Veri, dari total 931 pengaduan konsumen, Kemendag berhasil menyelesaikan 93,12 persen pengaduan atau sebanyak 863 kasus berhasil diselesaikan dan sebanyak 4 kasus ditolak karena bukan permasalahan konsumen akhir.

Sedangkan yang masih dalam proses sebanyak 64 kasus. Jumlah pengaduan terbesar berasal dari niaga elektronik (niagal-el/e-commerce) sebanyak 396 kasus.

Adapun, peningkatan pengaduan konsumen di sektor niaga-el disebabkan beberapa faktor seperti dampak revolusi digital, meningkatnya aktivitas masyarakat di rumah dengan adanya kebijakan kerja dari rumah, dan semakin gencarnya promosi belanja daring (online) yang ditawarkan oleh beragam lokapasar (market place).

Selain itu, pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) juga banyak yang beralih berdagang secara daring dan bergabung di lokapasar atau membangung toko daringnya sendiri.

Kemudian, ragam pengaduan niaga-el meliputi pembatalan pembelian tiket transportasi udara, pembelian barang yang tidak sesuai dengan yang ditampilkan pada iklan, barang yang dibeli tidak diterima oleh konsumen. Lalu, barang rusak, pembatalan sepihak yang dilakukan oleh pelaku usaha, penipuan, waktu kedatangan barang tidak sesuai yang diperjanjikan, serta adanya kecurangan pada sistem lokapasar yang merugikan konsumen. Dari beragam pengaduan tersebut, sektor jasa transportasi adalah yang paling mendominasi.

“Selama 2020, Kemendag berhasil menyelesaikan sebanyak 355 kasus niaga-el. Sedangkan sebanyak 41 kasus masih dalam proses penyelesaian. Bagi pelaku usaha daring yang terbukti melakukan penipuan, Kemendag telah melakukan penindakan berupa peringatan hingga pencabutan izin usaha,” tegas Veri.

Veri pun menguraikan, kasus pengaduan konsumen lainnya yang berhasil diselesaikan Kemendag melalui klarifikasi dan mediasi, seperti pada sektor perumahan dengan transaksi senilai Rp612.450.716, pengembalian booking fee property sebesar Rp5.000.000, pengembalian uang muka pemesanan rumah pada perusahaan pengembang sebesar Rp30.500.000. Lalu, penggantian kendaraan bermotor konsumen yang terbakar saat parkir senilai Rp250.300.000, pembelian kendaraan bermotor setelah uang muka 2 tahun baru mendapatkan kendaraan tersebut senilai Rp495.000.000, serta pengembalian tiket dari berbagai maskapai penerbangan (pengembalian uang sebesar Rp287.077.468, dan voucer sebesar Rp103.325.797.

“Kasus lain yang menonjol di masa pandemi ini yaitu tentang kenaikan tagihan listrik. Informasi yang kami terima, kenaikan tersebut disebabkan penggunaan listrik yang meningkat akibat kebijakan kerja di rumah dan pembelajaran daring. Namun, sebagai bentuk upaya perlindungan konsumen terkait keakuratan alat ukur listrik, maka KWH meter yang digunakan konsumen harus dilakukan tera ulang,” terang Veri.

Sedangkan Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menungkapkan, dalam hal ini diperlukan penguatan dari sisi regulasi yang dapat memperkuat perlindungan konsumen, khususnya di masa pandemi saat ini. Menurut Tulus, reformasi hukum perlindungan konsumen perlu dilakukan agar dapat meminimalisasi kerugian konsumen saat melakukan pengaduan.

Bahkan telah dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dalam menyelesaikan berbagai persoalan konsumen. Adapun tingkat keberdayaan konsumen salah satunya ditandai dengan indeks keberdayaan konsumen (IKK). IKK merupakan alat ukur atau parameter tingkat keberanian masyarakat di sebuah negara sebagai konsumen bila merasa tidak puas akan produk dan pelayanan atau merasa dirugikan oleh produsen dalam suatu aktivitas jual/beli produk/jasa.

“Level IKK saat ini menandakan perilaku konsumen Indonesia masih enggan mengajukan komplain apabila terjadi permasalahan dalam mengonsumsi barang dan/atau jasa,” jelas Tulus.

 Seperti diketahui, dalam upaya menyelesaikan sengketa konsumen di daerah telah terbentuk 171 Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) yang tersebar di 31 provinsi. Lembaga ini berperan dalam membantu konsumen yang mengalami kerugian dalam bertransaksi barang/jasa.

BERITA TERKAIT

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…

BERITA LAINNYA DI Industri

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…