Kebijakan Importasi Harus Diperbaiki - Produksi Dalam Negeri Harus Ditingkatkan

NERACA

Jakarta - Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira Adhinegara meminta pemerintah segera memperbaiki kebijakan importasi yang selama ini kurang berpihak pada para petani.

Sebab, terbukti kebijakan impor yang tidak sesuai hanya akan membuka celah kepada importir atau pencari untung lainya untuk melakukan impor secara tidak sehat. Apalagi hal tersebut dapat mengakibatkan kerugian produksi kepada para petani.

"Buat petani mereka akan berpikir ganti komoditas karena komoditas yang ditanamnya sudah dominan impor dan harga di level petani juga terlalu rendah sehingga tidak mampu mengembalikan modal pada waktu menanam. Yang lebih beresiko lagi dikhawatirkan petani berpikir alih profesi sehingga produksi pertanian dan ketahanan pangan akan menjadi masalah," kata Bhima.

Selain itu, kata Bhima, Pemerintah harus fokus memperbaiki tata niaga impor yang didukung dengan penggunaan data yang valid.

"Pastikan lagi data produksi konsumsi valid serta analisa kajian yang objektif. Itu saya kira yang perlu dilakukan," jelas Bhima.

Sementata itu, Ketua Departemen Sosial Ekonomi Pertanian Universitas Gajah Mada (UGM) Jangkung Handoyo Mulyo pun menilai regulasi kebijakan harga harus memberikan insentif bagi produsen pangan, sehingga mereka tetap memperoleh insentif ekonomi dalam bentuk producen surplus untuk memotivasi produsen dalam menjamin keberlangsungan proses produksi pangan.

"Diperlukan kerja ekstra keras, diantaranya adalah dengan melakukan pemantauan dinamika harga pangan secara rutin. Selain itu, juga perlu mengevaluasi efektifitas harga pasar pangan dengan melibatkan para stakeholder secara lanjut sehingga bisa dilakukan reformulasi kebijakan manakala diperlukan," terang Handoyo.

Seperti diketahui, sebelumnya Kementerian Pertanian menggandeng Asosiasi Importir Kedelai Indonesia (Akindo) guna menstabilkan stok kedelai dalam negeri. S

“Harapannya para pengrajin ini bisa tetap berproduksi, memang ada kenaikan, dulu harga kedelai 7000 per kilogram, kemudian naik sampai Rp9.000 per kilogram, bahkan lebih, dan kini disepakati menjadi Rp8.500 per kilogram,” ungkap Agung  Hendriadi Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementan dalam gerakan stabilisasi pasokan dan harga kedelai Jawa Tengah, di Kendal.

Selain itu, kata Agung, juga diikuti dengan upaya peningkatan produksi dan ketersediaan kedelai dalam negeri. Sehingga untuk selanjutnya, kebutuhan kedelai dapat disuplai secara mandiri.

“Dalam 100 hari kedepan kita mendekatkan distributor dengan pengrajin tempe tahu sehingga harga kedelai bisa 8500 di tingkat pengrajin, yang kedua Kementan akan menggenjot produksi kedelai lokal, yang ketiga adalah menjadikan kedelai sebagai suatu komoditas yang kita monitor keberadaannya, harganya dan sebagainya,” janji Agung.

Ditempat terpisah, Ketua Pengurus Kopti Jakarta Barat, Handoko mengakui, industri tahu tempe adalah salah satu industri yang sejak lama mampu menopang ekonomi nasional dan memiliki kontribusi besar terhadap ketahanan pangan. Hal ini terbukti dari para karyawannya yang bekerja tidak mengalami nasob PHK, meski situasi global tengah dilanda pandemi Covid 19.

"Pertanian memang yang palung kuat. Sampai sejauh ini industri tahu tempe tidak pernah memecat atau memPHK karyawan. Sebab semua orang butuh makan tahu dan Tempe," keluh Handoko.

Karena itu, Handoko berharap Kementerian Pertanian beserta jajaran terkait bisa mewujudkan cita-cita para pengrajin tahu tempe yang ingin menjadikan perum Kopti Semanan sebagai lokasi wisata nasional.

Sementara itu, H Galih, pemilik Pabrik Tahu Sutra di Kec Babakan Ciparay Bandung mengakui, bahwa pabriknya kembali beropreasi yang sebelumnya sempat mengalami penurunan hingga 30 persen akibat kenaikan bahan baku kedelai.

"Kini sudah ada kesepakatan harga yakni Rp8.500 per kilogram, saya mendukung dan optimis bisa bantu terus produksi. Kemarin produksi turun 30 persen, sekarang bisa mulai produksi lagi karena ini konsumen pasar juga sudah menunggu," ujar  H Galih. 

Seperti diketahui, berdasarkan catatan BPS bahwa impor kedelai Indonesia sepanjang semester-I 2020 mencapai 1,27 juta ton atau senilai US$ 510,2 juta. Dari volume impor tersebut, sebanyak 1,14 juta ton di antaranya berasal dari Amerika Serikat (AS).

Bahkan selama tiga tahun terakhir, impor kedelai pun terus meningkat. Di tahun 2018 impor kedelai menembus 2,58 juta ton. Lalu, ditahun 2019 pun jumlah impornya naik menjadi 2,67 juta ton.

 

 

BERITA TERKAIT

Sistem TI Pantau Pemanfaatan Kuota BBL

NERACA Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap menyiapkan sistem informasi pemantauan elektronik untuk mengawal…

UMKM Pilar Ekonomi Indonesia

NERACA Surabaya – Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) merupakan pilar ekonomi Indonesia. Pemerintah akan terus memfasilitasi kemajuan UMKM dengan…

Tingkatkan Kinerja UMKM Menembus Pasar Ekspor - AKI DAN INKUBASI HOME DECOR

NERACA Bali – Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf/Kabaparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno bertemu dengan para…

BERITA LAINNYA DI Perdagangan

Sistem TI Pantau Pemanfaatan Kuota BBL

NERACA Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap menyiapkan sistem informasi pemantauan elektronik untuk mengawal…

UMKM Pilar Ekonomi Indonesia

NERACA Surabaya – Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) merupakan pilar ekonomi Indonesia. Pemerintah akan terus memfasilitasi kemajuan UMKM dengan…

Tingkatkan Kinerja UMKM Menembus Pasar Ekspor - AKI DAN INKUBASI HOME DECOR

NERACA Bali – Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf/Kabaparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno bertemu dengan para…