Modal Lembaga Investasi, Kredibilitas!

Oleh: Sarwani, Pengamat Ekonomi

Pembentukan Sovereign Wealth Fund (SWF) Indonesia atau Lembaga Pengelola Investasi (LPI) Indonesia tinggal menghitung hari. Omnibus law UU Cipta Kerja yang baru disahkan menjadi dasar pendiriannya

SWF atau LPI merupakan lembaga atau badan milik negara yang bertugas mengelola dana publik dan menempatkannya ke beragam instrumen investasi. Umumnya dana SWF berasal dari cadangan devisa, surplus perdagangan, surplus anggaran, penerimaan negara dari sumber daya alam. Khusus Indonesia, pembiayaannya berbeda. Kita lihat!

LPI menjadi salah satu prioritas pemerintah sehingga pembentukannya dikebut. Awal tahun depan sudah akan keluar peraturan pemerintah (PP) yang akan mengatur secara lebih detil lembaga investasi baru ini.

Lembaga ini akan menggunakan aset negara dan BUMN sebagai modal, sesuai dengan bunyi Pasal 157 Bab X UU Cipta Kerja yang menyebutkan, aset negara dan BUMN bisa dipindahtangankan menjadi aset LPI yang selanjutnya menjadi milik dan tanggung jawab lembaga tersebut. Aset LPI juga bisa berupa penyertaan modal, hasil pengembangan usaha, hibah, dan sumber lain yang sah.

Modal awal LPI rencananya terdiri atas kombinasi aset negara atau BUMN. Penyertaan modal akan mencapai Rp75 triliun, bersumber dari barang milik negara (BMN), saham pada BUMN atau perusahaan, dan piutang negara.

Pemerintah mengklaim dengan ekuitas sebesar Rp75 triliun bisa menarik dana investasi hingga tiga kali lipat atau Rp225 triliun. Ini bukan uang sedikit untuk memulai pembiayaan alternatif bagi pembangunan di luar anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).

Selanjutnya LPI diperkirakan dapat membentuk dana kelolaan hingga 500 - 600 miliar dolar AS. Jumlah itu antara lain berasal dari hasil penawaran umum saham perdana (initial public offering/IPO) seluruh BUMN senilai 480 miliar dolar AS. Asumsi yang digunakan adalah pendapatan BUMN sebelum Covid-19 sebesar Rp 2.400 triliun per tahun dengan sales to price ratio tiga sampai empat kali.

Kelak jumlah dana kelolaan LPI lebih besar dari Temasek, Singapura dan Khazanah, Malaysia. Bahkan dapat sekelas dengan SWF Abu Dhabi, namun masih di bawah SWF Norwegia yang mencapai 1.200 miliar dolar AS. Sebagai catatan, per 2020 aset Temasek mencapai 306 miliar dolar AS dan Khazanah sebanyak 19,1 miliar dolar AS.

LPI digadang-gadang akan menjadi salah satu lokomotif investasi di Tanah Air, melengkapi investasi asing langsung (foreign direct investment/FDI) yang dibidani Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

Belum resmi beroperasi, sudah ada lembaga yang berkomitmen menyuntikkan dana ke LPI. U.S. International Development Finance Corporation berjanji akan menyuntikkan dana segar 2 miliar dolar AS. Keputusan USIDFC tersebut merupakan bagian dari kebijakan Presiden AS Donald Trump yang terdepak dalam Pemilu Presiden AS baru-baru ini.

Namun perlu diingat bahwa meskipun letter of intent dan pengumuman mengenai komitmen penyertaan modal oleh USIDFC tersebut menjadi berita utama di Indonesia, namun masih menjadi pertanyaan besar apakah hal ini benar-benar akan terealisasi.

Perlu dilihat lagi secara rinci bagaimana lembaga tersebut beroperasi. Pemerintah harus dapat menjelaskan mengapa harus menawarkan alternatif investasi di luar pasar modal atau BUMN yang sudah ada kepada investor. Sampai ada jawaban yang memuaskan mengenai hal ini, pembentukan LPI masih menjadi hal yang bersifat inspiratif ketimbang sesuatu yang dapat diimplementasikan.

Banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan untuk menyakinkan investor agar mau ikut mendanai LPI. Pemilik modal tentu tidak percaya begitu saja membenamkan  dananya di tengah kondisi korupsi yang relatif tinggi di Tanah Air, defisit fiskal, defisit perdagangan, kemerosotan penerimaan minyak, rasio pajak yang terus turun ke satu digit, dan beban utang dalam dan luar negeri yang berat.

Indonesia pernah membentuk SWF yang diberi nama Pusat Investasi Pemerintah pada 2007. Lembaga ini hanya berumur delapan tahun. Dibubarkan pada 2015 karena kinerjanya dinilai tidak sesuai harapan. Ini harus jadi pelajaran berharga agar kesalahan yang sama tidak terulang.

Publik harus diyakinkan pada hal-hal yang menyangkut penggunaan dana kelolaan LPI, seberapa profesional dan kredibel orang-orang yang mengelolanya, jaminan tidak ada kebocoran alias korupsi di dalamnya, akuntabilitas pengelolaan keuangan, dan transparansi proyek proyek yang didanai.

Kita bisa bercermin dari kasus 1MDB Malaysia. 1MDB adalah dana investasi negara yang diluncurkan PM Najib pada 2009, tak lama setelah dia duduk di kursi orang nomor satu di pemerintahan. Alih-alih diawasi badan khusus, lembaga itu digenggam sendiri oleh Najib sehingga menimbulkan mega skandal korupsi.

Kasus penyelewengan yang terjadi pada lembaga investasi mengajarkan kepada kita bahwa modal utama yang dibutuhkan bukanlah uang semata, tetapi kredibilitas dan profesionalisme pengurusnya. Dengan sendirinya kepercayaan investor tumbuh dan mau menitipkan dananya untuk dikelola LPI. (www.watyutink.com)

BERITA TERKAIT

Pembangunan Infrastruktur Demi Tingkatkan Kualitas Hidup Masyarakat Papua

  Oleh : Damier Kobogau, Mahasiswa Papua tinggal di Surabaya   Pemerintah terus berkomitmen membangun Papua melalui berbagai pembangunan infrastruktur…

Pembangunan Fasilitas Pendukung Salah Satu Kunci Kesuksesan IKN

  Oleh : Rivka Mayangsari, Peneliti di Lembaga Studi dan Informasi Strategis Indonesia   Pembangunan IKN merupakan sebuah keputusan sejarah…

Presiden Terpilih Perlu Bebaskan Ekonomi dari Jebakan Pertumbuhan 5% dengan Energi Nuklir Bersih

    Oleh: Dr. Kurtubi, Ketua Kaukus Nuklir Parlemen 2014 – 2019, Alumnus UI Bencana Alam yang banyak terjadi didunia…

BERITA LAINNYA DI Opini

Pembangunan Infrastruktur Demi Tingkatkan Kualitas Hidup Masyarakat Papua

  Oleh : Damier Kobogau, Mahasiswa Papua tinggal di Surabaya   Pemerintah terus berkomitmen membangun Papua melalui berbagai pembangunan infrastruktur…

Pembangunan Fasilitas Pendukung Salah Satu Kunci Kesuksesan IKN

  Oleh : Rivka Mayangsari, Peneliti di Lembaga Studi dan Informasi Strategis Indonesia   Pembangunan IKN merupakan sebuah keputusan sejarah…

Presiden Terpilih Perlu Bebaskan Ekonomi dari Jebakan Pertumbuhan 5% dengan Energi Nuklir Bersih

    Oleh: Dr. Kurtubi, Ketua Kaukus Nuklir Parlemen 2014 – 2019, Alumnus UI Bencana Alam yang banyak terjadi didunia…