Korupsi dan Covid Menggila, Pemerintah Asyik Sendiri

Oleh: Gigin Praginanto

Pengamat Kebijakan Publik

Jelas sudah kenapa Indonesia tak dianggap oleh puluhan perusahaan yang angkat kaki dari China. Mereka kebanyakan memilih Vietnam, Thailand, dan Malaysia. Untuk yang padat teknologi, pilihan dijatuhkan ke Singapura.

Biang keladinya adalah korupsi yang menggila. Lihat saja, November lalu Tranparency International merilis survei tahunan yang menempatkan Indonesia sebagai negara paling korup nomor 3 di Asia. Posisi pertama dan kedua diduduki India dan Kamboja.

Survei tersebut bahkan menunjukkan bahwa Indonesia tertinggi di bidang sextortion (pemaksaan sex sebagai imbalan atas pelayanan publik)! Dalam soal suap-menyuap, Indonesia di posisi 3, dan separuh masyarakat menilai korupsi meningkat dalam setahun terakhir.

Korupsi, menurut survei World Economic Forum, adalah penghambat utama investasi. Maka, tak mengherankan bila para investor berharap pemerintah fokus pada pemberantasan korupsi. Mereka tak mengharapkan Omnibus Law yang memiliki jangkauan sangat luas dan tak jelas skala prioritasnya.

Meski para pembesar pemerintah mengklaim akan ada ratusan perusahaan asing masuk ke Indonesia, kenyataannya pertumbuhan ekonomi makin jeblok di bawah nol. Jepang bahkan tak menggubris Omnibus Law. Buktinya, tak lama sebelum Omnibus Law disahkan, pembuat kamera berkelas dunia, Nikon Corporation; dan Nissan Motor Co. Ltd. menutup pabriknya di Indonesia.

Masalah lain yang membuat investor malas berbisnis di Indonesia adalah wabah Covid-19 yang kian mencekam. Pemerintah dianggap mengabaikan para ahli medis. Buktinya, pengelolaan tim penanggulangan Covid-19 diserahkan  kepada para menteri tanpa rekam jejak di bidang medis. Terakhir jabatan tertinggi diserahkan kepada Luhut Panjaitan alias menteri segala urusan.

Tak kalah memprihatinkan adalah pencampuradukkan Covid-19 dengan politik dan bisnis. Sebuah kenyataan yang membuat investor makin malas datang ke Indonesia. Sebab, dengan cara penanganan seperti ini Indonesia akan makin tercekik oleh wabah Covid-19.

Sikap pemerintah yang makin otoriter terhadap oposisi tentu saja mendapat sorotan dari investor. Sebab, sebagaimana telah berulang kali terbukti dalam sejarah Indonesia, sikap seperti ini berpotensi meledak menjadi kerusuhan.

Sekarang ini pemerintah seolah asik sendiri dengan segala konsep dan programnya. Aspirasi masyarakat yang kerap disuarakan oleh berbagai elemen bereputasi seperti YLBHI, WALHI, AMAN, akademisi, serikat-serikat pekerja, BEM tak digubris.

Maka, undangan istana kepada LSM berpengaruh tak digubris. Mereka sudah kehilangan kepercayaan kepada pemerintah. Ini mengingatkan pada rezim Orba, yang berakhir mengenaskan karena demikian banyak darah demonstran tercecer di jalanan. (W)

BERITA TERKAIT

Antisipasi Kebijakan Ekonomi & Politik dalam Perang Iran -Israel

    Oleh: Prof. Dr. Didik Rachbini Guru Besar Ilmu Ekonomi, Ekonom Pendiri Indef   Serangan mengejutkan dari Iran sebagai…

Iklim dan Reformasi Kebijakan

Oleh: Suahasil Nazara Wakil Menteri Keuangan Sebagai upaya untuk memperkuat aksi iklim, Indonesia memainkan peran penting melalui kepemimpinan pada Koalisi…

Cawe-cawe APBN dalam Lebaran 1445 H

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi melaporkan kepada Presiden Joko…

BERITA LAINNYA DI

Antisipasi Kebijakan Ekonomi & Politik dalam Perang Iran -Israel

    Oleh: Prof. Dr. Didik Rachbini Guru Besar Ilmu Ekonomi, Ekonom Pendiri Indef   Serangan mengejutkan dari Iran sebagai…

Iklim dan Reformasi Kebijakan

Oleh: Suahasil Nazara Wakil Menteri Keuangan Sebagai upaya untuk memperkuat aksi iklim, Indonesia memainkan peran penting melalui kepemimpinan pada Koalisi…

Cawe-cawe APBN dalam Lebaran 1445 H

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi melaporkan kepada Presiden Joko…