Kontainer Kosong

 

Oleh: Siswanto Rusdi

Direktur The National Maritime Institute (Namarin)

 

Pelabuhan-pelabuhan di China tengah dilanda kelangkaan kontainer kosong. Negeri lain di kawasan Asia juga menghadapi hal yang sama, termasuk Indonesia. Dimulai sejak beberapa bulan lalu, terjadi kekurangan (shortage) peti kemas di berbagai pelabuhan di benua ini akibat tersangkutnya ratusan ribu peti kemas di pelabuhan AS dan Eropa. Kedua destinasi ini dibanjiri peti kemas dari Asia menyusul dilonggarkannya aktivitas ekspor ke sana pada Juli dan Agustus lalu. Tetapi Covid-19 yang tidak mereda membuat pengiriman kembali peti kemas kosong ke Asia terhambat sehingga menumpuklah wadah baja tersebut di pelabuhan-pelabuhan negeri Paman Sam dan Benua Biru.

Jumlah peti kemas masuk (inbound) yang deras mengalir tadi tidak dibarengi dengan kecepatan mengosongkannya alias stripping oleh pekerja gudang. Menurut perusahaan logistik setempat, jumlah tenaga kerja gudang jauh berkurang seiring dengan merebaknya wabah corona. Operasional truk pengangkut barang dari gudang menuju consignee juga turun tajam. Ini berarti kontainer disimpan di gudang lebih lama dari biasanya. Bila ingin peti kemas dikosongkan lebih cepat ada biaya tambahan sekitar AS$300 hingga AS$1,950 per kontainer.

Indonesia jelas terpengaruh dengan krisis kelangkaan peti kemas yang berlaku. Menyikapi kondisi yang ada, seperti yang diberitakan media massa, kalangan pelayaran nasional meminta pemerintah agar turun tangan menyelesaikan masalah kelangkaan peti kemas. Sayang, pemerintah sama sekali tidak pintu masuk untuk turun tangan. Pemerintah tidak bisa seenaknya memerintahkan operator pelayaran peti kemas internasional mendatangkan peti kemas kosong ke Pelabuhan Tanjung Priok, misalnya, untuk dipakai oleh eksportir nasional.

Bagaimana seandainya dalam membantu pengusaha pelayaran dalam negeri menyelesaikan krisis kelangkaan peti kemas yang mereka hadapi pemerintah cukup menyediakan dana saja?  Terkait soal ini, usulan konkret kalangan pelayaran domestik adalah dengan meminta pemerintah membebaskan biaya bongkar (peti kemas kosong) di pelabuhan.

Pilihan pertama dan kedua memiliki konsekuensinya masing-masing. Bila pemerintah pilih yang pertama, risikonya akan jadi bahan tertawaan dunia. Bantu sih bantu, tapi nggak gitu-gitu amat kali. Begitulah kira-kira omongan mereka. Sementara opsi kedua berpeluang menjebol keuangan negara maupun BUMN pelabuhan. Sejatinya, kantong negara (baca: APBN) yang akan jebol apabila usulan kalangan pengusaha pelayaran untuk membebaskan biaya bongkar peti kemas kosong bukan kantongnya operator pelabuhan.

Pembebasan biaya bongkar tidak berarti gratis sama sekali. Tetap saja harus dibayar. Kewenangan membebaskan biaya ada di tangan pemerintah, karenanya pemerintah jugalah yang harus membayar biaya tersebut. Inilah yang penulis maksud dengan kalimat ‘menjebol keuangan negara’ di muka. Bila bongkar peti kemas betul-betul gratis, bisa amsyong operator terminal. Ada-ada aja usulannya

BERITA TERKAIT

Antisipasi Kebijakan Ekonomi & Politik dalam Perang Iran -Israel

    Oleh: Prof. Dr. Didik Rachbini Guru Besar Ilmu Ekonomi, Ekonom Pendiri Indef   Serangan mengejutkan dari Iran sebagai…

Iklim dan Reformasi Kebijakan

Oleh: Suahasil Nazara Wakil Menteri Keuangan Sebagai upaya untuk memperkuat aksi iklim, Indonesia memainkan peran penting melalui kepemimpinan pada Koalisi…

Cawe-cawe APBN dalam Lebaran 1445 H

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi melaporkan kepada Presiden Joko…

BERITA LAINNYA DI

Antisipasi Kebijakan Ekonomi & Politik dalam Perang Iran -Israel

    Oleh: Prof. Dr. Didik Rachbini Guru Besar Ilmu Ekonomi, Ekonom Pendiri Indef   Serangan mengejutkan dari Iran sebagai…

Iklim dan Reformasi Kebijakan

Oleh: Suahasil Nazara Wakil Menteri Keuangan Sebagai upaya untuk memperkuat aksi iklim, Indonesia memainkan peran penting melalui kepemimpinan pada Koalisi…

Cawe-cawe APBN dalam Lebaran 1445 H

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi melaporkan kepada Presiden Joko…