UU Ciptaker dan Kesejahteraan Pekerja

 

Oleh: Sarwani

Pengamat Kebijakan Publik

Ada tuntutan mendasar bahwa pemilik perusahaan harus menggunakan kekuasaannya dengan adil. Tetapi ironis dalam Omnibus Law UU Cipta Kerja yang baru tidak secara jelas mendukung pemilik perusahaan untuk berlaku adil.

Dalam RUU Cipta Kerja, pasal mengenai Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) di UU Nomor 13 Tahun 2003 dihapus. Konsekuensinya, perusahaan tidak lagi dibatasi untuk melakukan perjanjian kontrak kerja dengan pegawainya.

Perusahaan pemberi kerja bisa terus memperbaharui kontrak kerja pegawai tanpa perlu mengangkatnya menjadi pegawai tetap. UU Cipta Kerja melapangkan jalan bagi perusahaan untuk mengontrak pekerja sebagai karyawan kontrak seumur hidup. Ketentuan ini berlaku untuk seluruh perusahaan yang beroperasi di Indonesia.

Peraturan ini mengingatkan kita pada doktrin hukum di Amerika Serikat yang dikenal sebagai Employment at Will (EAW). Doktrin hukum ini menegaskan bahwa sepanjang tidak ada kontrak hukum khusus atau kewajiban hukum lain yang menyebutkan secara khusus syarat-syarat ketenegakerjaan maka pekerja bekerja sesuai kehendaknya (at will). Namun pemilik perusahaan juga bebas memecat kapan saja tanpa arus memberikan notifikasi sebelumnya. Secara teoritis sama-sama memiliki kebebasan.

Dengan adanya EAW manajer memiliki diskresi untuk memutus kontraknya jika hal itu dianggap yang terbaik bagi operasi perusahaan dan tidak ada intervensi hukum yang bisa menjangkaunya. Sekalipun EAW menjadi perangkat manajemen yang efektif, namun tuntutan keadilan mendorong hal itu tidak digunakan untuk merugikan karyawan.

Karyawan merupakan pihak yang lebih lemah dibandingkan dengan pemilik perusahaan sehingga ada tanggung jawab etis bagi pemilik perusahaan untuk melindungi karyawan.

Di sisi lain pemilik perusahaan ingin memiliki karyawan yang loyal. Karyawan yang loyal akan memberikan kontribusi secara maksimal dan produktif. Dalam perekrutan, calon karyawan bisa dinilai loyal atau tidak dan hal ini tidak jarang menjadi pertimbangan yang relatif penting bagi perusahaan.

Loyalitas karyawan dapat diukur dai seberapa besar keterlibatan mereka dalam bekerja untuk mencapai tujuan perusahaan. Karyawan yang bekerja tanpa menuntut hak-hak yang berlebihan dianggap sebagai karyawan yang loyal. Selain itu, semakin banyak jam kerja yang dihabiskan oleh karyawan untuk perusahaan maka dianggap memiliki tingkat loyalitas yang tinggi.

Loyalitas menjadi salah satu penentu hubungan antara perusahaan dan karyawan. Pemilik perusahaan memang tidak secara terus terang meminta loyalitas kepada karyawan dan tidak ada kewajiban bagi karyawan untuk loyal kepada perusahaan.

Namun loyalitas memiliki nilai positif. Dengan mendapatkan loyalitas dari karyawan, pemilik perusahaan memiliki karyawan yang bekerja maksimal demi kepentingan perusahaan. Seorang manajer tak ragu lagi perintahnya tidak dilaksanakan. Sebaliknya, bila karyawan telah memberikan loyalitasnya, dia tidak perlu khawatir kehilangan pekerjaannya.

Kembali ke UU Cipta Kerja, apakah beleid ini menjadi pilihan paling efektif mengatasi masalah ketenagakerjaan dan menjamin hak dan kepentingan pemilik perusahaan dan karyawan secara memuaskan tidak mendapatkan jawaban.

UU Cipta Kerja mengandung semangat menciptakan iklim investasi yang ramah bagi investor agar lapangan kerja tercipta. Konsekuensi logisnya adalah dengan mempermudah izin investasi, memperpendek prosedur, mengurangi persyaratan yang rumit, sekaligus mengurangi biaya tenaga kerja.

BERITA TERKAIT

Ekspor Nonmigas Primadona

Oleh: Zulkifli Hasan Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada periode Februari 2024 sebesar USD0,87 miliar. Surplus ini…

Jaga Kondusivitas, Tempuh Jalur Hukum

  Oleh: Rama Satria Pengamat Kebijakan Publik Situasi di masyarakat saat ini relatif kondusif pasca penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Perspektif UMKM di Ramadhan

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Memasuki pertengahan bulan suci Ramadhan seperti ini ada dua arus perspektif yang menjadi fenomena…

BERITA LAINNYA DI

Ekspor Nonmigas Primadona

Oleh: Zulkifli Hasan Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada periode Februari 2024 sebesar USD0,87 miliar. Surplus ini…

Jaga Kondusivitas, Tempuh Jalur Hukum

  Oleh: Rama Satria Pengamat Kebijakan Publik Situasi di masyarakat saat ini relatif kondusif pasca penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Perspektif UMKM di Ramadhan

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Memasuki pertengahan bulan suci Ramadhan seperti ini ada dua arus perspektif yang menjadi fenomena…