NERACA
Jakarta – POLRI telah mengungkap penyebab kebakaran gedung Kejaksaan Agung: api bersumber dari rokok pekerja bangunan. Para tersangka pelaku telah ditahan.
Tapi masalah sepatutnya tidak berhenti sampai di situ saja.
Sekian banyak data menunjukkan rokok sebagai salah satu penyebab kebakaran bangunan termasuk rumah. Rokok bahkan tercatat sebagai penyebab kebakaran yang memakan paling banyak korban jiwa.
Begitu tingginya risiko kebakaran dan maut akibat rokok, sehingga perusahaan rokok tidak bisa begitu saja berlepas tangan dan menimpakan kesalahan sepenuhnya pada para perokok yang ceroboh mengakibatkan kebakaran.
Dalam kasus terbakarnya bayi berusia dua tahun Shannon Moore, misalnya, perusahaan rokok ternama akhirnya membayar jutaan dolar kepada korban. Nilai tersebut tentu tidak sebanding dengan kesengsaraan yang diderita bayi malang tersebut. Tapi kasus ini menunjukkan bahwa masyarakat tetap menuntut pertanggungjawaban industri tembakau saat terjadi tragedi kebakaran akibat rokok.
Kanada, negara-negara bagian Amerika Serikat, dan Uni Eropa juga menetapkan standar bagi industri rokok untuk membuat teknologi yang mengurangi risiko kebakaran akibat rokok. Standar itu harus dipatuhi perusahaan rokok. Begitu pula Australia, negara tersebut mengeluarkan standar wajib berupa perkakas untuk mengukur seberapa jauh rokok dapat memadamkan dirinya sendiri. Ketika standar itu diabaikan, suplai rokok disetop dan masyarakat yang mengembalikan rokoknya akan memperoleh pengembalian uang secara penuh. Bahkan, saking besarnya kerja yang harus dikerahkan oleh unit pemadam kebakaran saat memadamkan kebakaran akibat rokok, perusahaan rokok kemudian memberikan tiga ratus ribu dolar ke New South Wales Rural Fire Service.
“Jadi, tidak cukup pidana. Juga jauh dari memadai jika industri rokok sebatas beriklan "Biar kecil, sampah ya sampah." Seharusnya, "Biar kecil, puntung ya bikin kebakaran." Demikian pula "Kecil buat lo, besar buat semua" semestinya "Kecil buat lo, bahaya besar buat semua." kata Konsultan Yayasan Lentera Anak sekaligus Pakar Psikologi Forensik, Reza Indragiri Amriel melalui keterangannya kepada Neraca, Minggu (25/10).
Perusahaan rokok harus terus-menerus diingatkan akan risiko yang diakibatkan produknya. Plus, negara memaksa industri rokok melakukan langkah nyata untuk menekan risiko kebakaran dan jatuhnya korban jiwa.
Lentera Anak Foundation adalah lembaga independen yang berupaya memajukan dan membela hak-hak anak di Indonesia untuk mendorong terwujudnya negara demokratis yang ramah anak melalui edukasi, advokasi, pemberdayaan anak, kaum muda dan masyarakat serta studi dan kajian tentang anak. Mohar
Oleh: Togap Marpaung Untuk memahami judul berita di atas, silahkan ditelaah rencana penulisam 11 (sebelas) buku yang meruapakan suara hati…
NERACA Jakarta - Menteri Komunikasi dan Informatika, Budi Arie Setiadi, menegaskan komitmen kementeriannya untuk mengawal ruang digital guna mendukung Pemilihan…
NERACA Jakarta - Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung masih terus menelusuri aset 16 tersangka perkara…
Oleh: Togap Marpaung Untuk memahami judul berita di atas, silahkan ditelaah rencana penulisam 11 (sebelas) buku yang meruapakan suara hati…
NERACA Jakarta - Menteri Komunikasi dan Informatika, Budi Arie Setiadi, menegaskan komitmen kementeriannya untuk mengawal ruang digital guna mendukung Pemilihan…
NERACA Jakarta - Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung masih terus menelusuri aset 16 tersangka perkara…