Standar Upah Pelaut vs UU Cipta Kerja

 

Oleh: Siswanto Rusdi

Direktur The National Maritime Institute (Namarin)

 

Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja akhirnya disahkan menjadi Undang-Undang oleh Parlemen. Setelah Senayan menyetujuinya ternyata kontroversi dan penolakan yang sudah berakar tadi malah makin menjadi-jadi. Salah satu isu yang memantik emosi jiwa publik adalah seputar ketenagakerjaan/perburuhan.

UU Cipta Kerja memang bertujuan untuk menciptakan lapangan kerja. Dengan pengesahan aturan ini lapangan kerja yang ingin diciptakan itu memang tidak akan serta-merta muncul. UU Cipta Kerja hanya mempersiapkan prakondisinya. Memahami pengaturan isu ketenagakerjaan dalam UU Cipta Karya, hal yang paling membentot perhatian adalah soal upah. Pertanyaannya, bagaimana kondisi pengupahan pelaut dalam UU Cipta Kerja?

Tidak berlebihan rasanya bila disebut pelaut tidak memiliki tempat dalam UU Cipta Kerja. Sama seperti perlakuan UU Ketenagakerjaan yang berlaku saat ini. Employment pelaut di Indonesia dituangkan ke dalam Perjanjian Kerja Laut (PKL) yang mengacu kepada Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), Buku II, Bab 4. Di samping itu, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer), terutama Bagian Kedua, Ketiga, Keempat dan Kelima, Bab Ketujuh A, Buku Ketiga. Aturan KUHPer ini mengatur tentang Perjanjian Untuk Melakukan Pekerjaan. Perjanjian ini ditandatangani dihadapan syahbandar di mana calon pelaut akan naik kapal (sign on).

Selain aturan peninggalan Belanda di atas, penempatan pelaut dalam negeri diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 Tahun 200 Tentang Kepelautan. PP ini dibuat sebagai pelaksanaan berbagai amanat yang berhubungan dengan kepelautan yang ada dalam UU Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran. Masalahnya, undang-undang ini sudah diganti dengan yang baru, yakni UU Nomor 17 Tahun 2008.

PKL yang ada menempatkan pelaut sebagai pekerja kontrak. Dalam pola hubungan ini pelaut sangat lemah posisinya dan akhirnya diperlakukan semena-mena. Perlakuan semena-mena itu terlihat, misalnya, dalam kebijakan pengupahan. Sering sekali pelaut menerima upah di bawah nilai yang tertera dalam PKL. Menariknya, upah yang dicantumkan dalam Perjanjian Kerja Laut itu jauh di bawah standar upah minimum yang berlaku di provinsi/wilayah di mana kesepakatan antara awak kapal dan pemilik kapal dibuat. Pelaut juga tidak diikutsertakan ke dalam program jaminan sosial yang berlaku.

Padahal, pelaut dikategorikan sebagai pekerja tetap, bukan pekerja musiman. Sehingga, tidak tepat bila terhadap mereka diberlakukan hubungan kerja waktu tertentu atau PKWT/kontrak. Mengapa pelaut perlu upah tersendiri atau sektoral? Karena profesi ini tergolong unik, berbeda dari profesi lainnya.

Kini, kondisi yang tidak menguntungkan itu diperparah dengan pemberlakuan UU Cipta Kerja. Aturan ini ternyata tidak menertibkan aturan-aturan baheula tersebut sehingga harapan pelaut lokal akan standar upah yang layak makin ‘ke laut aja’.

 

BERITA TERKAIT

Antisipasi Kebijakan Ekonomi & Politik dalam Perang Iran -Israel

    Oleh: Prof. Dr. Didik Rachbini Guru Besar Ilmu Ekonomi, Ekonom Pendiri Indef   Serangan mengejutkan dari Iran sebagai…

Iklim dan Reformasi Kebijakan

Oleh: Suahasil Nazara Wakil Menteri Keuangan Sebagai upaya untuk memperkuat aksi iklim, Indonesia memainkan peran penting melalui kepemimpinan pada Koalisi…

Cawe-cawe APBN dalam Lebaran 1445 H

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi melaporkan kepada Presiden Joko…

BERITA LAINNYA DI

Antisipasi Kebijakan Ekonomi & Politik dalam Perang Iran -Israel

    Oleh: Prof. Dr. Didik Rachbini Guru Besar Ilmu Ekonomi, Ekonom Pendiri Indef   Serangan mengejutkan dari Iran sebagai…

Iklim dan Reformasi Kebijakan

Oleh: Suahasil Nazara Wakil Menteri Keuangan Sebagai upaya untuk memperkuat aksi iklim, Indonesia memainkan peran penting melalui kepemimpinan pada Koalisi…

Cawe-cawe APBN dalam Lebaran 1445 H

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi melaporkan kepada Presiden Joko…