UU Ciptaker dan Nasib Buruh

Oleh: Sarwani

Pengamat Kebijakan Publik

Tujuh puluh lima tahun Indonesia merdeka nasib buruh bukannya membaik. Alih-alih mendapatkan kepastian kerja, jaminan hari tua, dan kesejahteraan yang lebih baik seiring dengan semakin membesarnya kue pembangunan, tekanan demi tekanan justru harus mereka hadapi terutama dengan lahirnya Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker).

UU Cipta Kerja melalui pasal-pasal di dalamnya ‘mencuri’ kesejahteraan buruh. Sebut saja soal pesangon yang semula dipasang di angka 32 bulan upah dipangkas menjadi 25 bulan dengan perhitungan 19 bulan dibayar pengusaha dan enam bulan dibayar BPJS Ketenagakerjaan.

Jika dibandingkan dengan UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, skema pemberian uang penghargaan dalam UU Cipta Kerja justru mengalami penyusutan. Potongan tujuh bulan upah bukan jumlah sedikit bagi buruh.

Sudah memotong jumlah pesangon, omnibus law Cipta Kerja juga menghapus upah minimum kota/kabupaten (UMK) bersyarat dan upah minimum sektoral kota/kabupaten (UMSK). Permohonan buruh agar UMK tidak perlu diberikan syarat karena nilai UMK yang ditetapkan di setiap kota/kabupaten berbeda-beda tidak digubris. Seharusnya, penetapan nilai kenaikan dan jenis industri yang mendapatkan UMSK dilakukan di tingkat nasional.

Kerugian buruh yang lain adalah kehilangan hak cuti dan hak upah atas cuti. Salah satu pasal di klaster ketenagakerjaan secara jelas mencantumkan bahwa perusahaan tidak wajib membayar upah buruh perempuan yang mengambil cuti haid.

Untuk perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), UU Cipta Kerja menetapkan tidak ada batas waktu kontrak atau kontrak seumur hidup. Hal ini akan menjadi masalah serius bagi mereka lantaran masih belum jelas pihak mana yang akan membayar Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) untuk karyawan kontrak dan outsourcing. Hal ini juga memunculkan kekhawatiran hilangnya jaminan pensiun dan kesehatan karena adanya kontrak seumur hidup.

Waktu istirahat buruh juga akan semakin sedikit. Jam kerja semakin eksploitatif, tanpa batas jelas sehingga merugikan fisik dan waktu buruh. UU Cipta Kerja menyatakan istirahat hanya satu hari per minggu. Ini berarti, kewajiban pengusaha memberikan waktu istirahat kepada buruh makin berkurang dalam Omnibus Law UU Cipta Kerja.

Melalui UU Cipta Kerja, pemerintah justru memberikan pijakan legal kepada pengusaha yang selama ini hanya memberikan jatah libur sehari dalam sepekan. Pemberian libur dua hari per minggu tidak lagi diatur oleh pemerintah dan menjadi kebijakan masing-masing perusahaan. Adanya aturan baru ini menjadikan posisi tawar buruh lemah.

UU Cipta Kerja justru membuat perlindungan terhadap pekerja semakin menurun. Perusahaan akan menggunakan peluang sistem kontrak dan outsourcing seluas-luasnya, sehingga menghilangkan kepastian bagi para buruh. Hak konstitusional untuk mendapatkan pekerjaan yang layak didegradasi oleh omnibus law ini.

Tidak terima kesejahteraannya ‘dirampok’ dan hilangnya kepastian kerja yang sebabkan kehadiran UU Cipta Kerja, para buruh melawan dengan menggelar unjuk rasa dan mengancam mogok kerja nasional. Ini menjadi pilihan pahit, berjuang sendiri memperbaiki nasib. Mereka tidak bisa berharap banyak kepada DPR yang separuh lebih isinya adalah para pengusaha yang banyak diuntungkan oleh UU Cipta Kerja.

Buruh pantas melakukan protes karena merasa dijadikan kambing hitam macetnya investasi. Dalam banyak survei, buruh bukan komponen signifikan untuk menarik investasi masuk. Ada banyak faktor lain yang mempengaruhi iklim investasi dan lebih urgen untuk dibenahi. Lamanya proses investasi, misalnya, banyak dikeluhkan investor asing. Ditambah lagi pajak yang tinggi membuat perusahaan asing pikir-pikir dalam berinvestasi. (W)

BERITA TERKAIT

Antisipasi Kebijakan Ekonomi & Politik dalam Perang Iran -Israel

    Oleh: Prof. Dr. Didik Rachbini Guru Besar Ilmu Ekonomi, Ekonom Pendiri Indef   Serangan mengejutkan dari Iran sebagai…

Iklim dan Reformasi Kebijakan

Oleh: Suahasil Nazara Wakil Menteri Keuangan Sebagai upaya untuk memperkuat aksi iklim, Indonesia memainkan peran penting melalui kepemimpinan pada Koalisi…

Cawe-cawe APBN dalam Lebaran 1445 H

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi melaporkan kepada Presiden Joko…

BERITA LAINNYA DI

Antisipasi Kebijakan Ekonomi & Politik dalam Perang Iran -Israel

    Oleh: Prof. Dr. Didik Rachbini Guru Besar Ilmu Ekonomi, Ekonom Pendiri Indef   Serangan mengejutkan dari Iran sebagai…

Iklim dan Reformasi Kebijakan

Oleh: Suahasil Nazara Wakil Menteri Keuangan Sebagai upaya untuk memperkuat aksi iklim, Indonesia memainkan peran penting melalui kepemimpinan pada Koalisi…

Cawe-cawe APBN dalam Lebaran 1445 H

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi melaporkan kepada Presiden Joko…