Korporasi yang Dijadikan Tersangka Tetap Dapat Jalankan Kegiatan

NERACA

Jakarta - Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana mengatakan perusahaan atau korporasi yang menjadi tersangka tindak pidana korupsi tetap dapat menjalankan kegiatannya seperti biasa.


"Proses hukum yang dilalui oleh korporasi tidak berarti perusahaan kemudian mati dan tidak dapat melaksanakan aktivitasnya sehari-hari. Perusahaan akan tetap dapat menjalankan aktivitasnya sesuai maksud dan tujuan didirikannya," kata Hikmahanto dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Sabtu (26/9).


Ia menjelaskan bahwa dalam hukum pidana kontemporer di samping orang, korporasi memang dapat menjadi pelaku tindak pidana korupsi. Korporasi, lanjut dia, dapat menjadi pelaku tindak pidana korupsi meskipun korporasi tidak mungkin memiliki niat dan/atau perbuatan jahat.


"Dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi telah didefinisikan bahwa yang dimaksud dengan orang, selain orang perorangan juga termasuk korporasi," kata dia.


Ia pun menjelaskan hukuman korporasi bila divonis bersalah adalah denda sebagaimana diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Tindak Pidana oleh Korporasi. Ia mengatakan denda tersebut nantinya wajib dibayar oleh korporasi.


Menurutnya, yang perlu dipahami adalah pengenaan sanksi pidana berupa denda tidak berakibat pada keberlangsungan perusahaan.


Ia mencontohkan perusahaan ternama dari Inggris Rolls Royce beberapa tahun lalu terkena tuduhan dan mengakui melakukan tindak pidana korupsi. Namun, hal tersebut tidak berakibat terhentinya aktivitas yang dilakukan oleh Rolls Royce.


Dalam konteks itu, kata dia, perusahaan dapat membuat perikatan dengan berbagai pihak bahkan juga dapat mengakumulasi keuntungan dan juga menderita kerugian.


"Perusahaan yang dituduh melakukan korupsi tidak serta merta harus mati. Perusahaan harus tetap berjalan mengingat ratusan bahkan ribuan tenaga kerja sangat bergantung pada perusahaan tersebut," ucap Hikmahanto.


Diketahui hingga 2019, KPK telah menetapkan enam korporasi sebagai tersangka, dua di antaranya telah dijatuhi pidana dan berkekuatan hukum tetap, yakni PT Duta Graha Indah (DGI) atau PT Nusa Konstruksi Enjineering (NKE) dalam kasus korupsi dan PT Putra Ramadhan atau Tradha dalam perkara pencucian uang. Ant

 

 

 

BERITA TERKAIT

Kanwil Kemenkumham Sumsel Sosialisasikan Pendaftaran Merek Kolektif

NERACA Palembang - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Sumatera Selatan menyosialisasikan pendaftaran merek kolektif yang merupakan…

Jokowi Apresiasi PPATK Atas Pengakuan Efektivitas APU PPT

NERACA Jakarta - Presiden Joko Widodo mengapresiasi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak…

KPK Koordinasi dan Supervisi Pencegahan Korupsi di Pemprov Lampung

NERACA Bandarlampung - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan koordinasi dan supervisi pencegahan korupsi di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung. "Kehadiran…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Kanwil Kemenkumham Sumsel Sosialisasikan Pendaftaran Merek Kolektif

NERACA Palembang - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Sumatera Selatan menyosialisasikan pendaftaran merek kolektif yang merupakan…

Jokowi Apresiasi PPATK Atas Pengakuan Efektivitas APU PPT

NERACA Jakarta - Presiden Joko Widodo mengapresiasi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak…

KPK Koordinasi dan Supervisi Pencegahan Korupsi di Pemprov Lampung

NERACA Bandarlampung - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan koordinasi dan supervisi pencegahan korupsi di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung. "Kehadiran…