Oleh : Lucky Fathul Aziz Hadibrata, Praktisi Ekonomi dan Keuangan
Sejak dinyatakan terjadinya Pandemi Covid-19 pada 2 Maret 2020, OJK telah berperan nyata dengan mengeluarkan lebih dari 11 peraturan OJK dalam tempo 6 bulan terakhir dalam pemulihan Ekonomi Nasional melalui penguatan peran sektor jasa keuangan di tengah tekanan perekonomian Indonesia akibat pandemi Covid-19.
Hal ini terus berusaha melakukan berbagai program sebagai media bersinergi dengan Pemerintah, BI dan LPS dalam menjaga stabilitas sistem keuangan, membuat relaksasi kebijakan dalam berbagai sektor ekonomi untuk memberikan kemudahan dan keringanan yang begitu besar bagi pelaku ekonomi baik UMKM maupun komersial dan korporasi.
Pada saat awal terjadinya pendemi , OJK dengan cepat memberikan respon relaksasi kredit dan pembiayaan berupa Restrukturisasi Kredit dan pembiayaan dalam upaya perbaikan yang dilakukan dalam kegiatan perkreditan terhadap debitur yang mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajibannya. Restrukturisasi yang dilakukan antara lain melalui: penurunan suku bunga, perpanjangan jangka waktu kredit, pengurangan tunggakan pokok dan bunga kredit.
Dalam kondisi pendemi juga disamping melakukan restrukturisasi kredit perbankan dan pembiayaan tetap memberikan tambahan bantuan modal dengan tujuan agar debitur mampu bertahan atas usahanya agar tetap dapat berjalan meskipun dalam kondisi tidak normal atau menjaga agar pegawainya masih bisa kerja meskipun penghasilannya berkurang dan Perbankan serta perusahaan pembiayaan berusaha agar debitur mampu menjaga cash flow-nya.
Peran OJK yang begitu besar dibuktikan dengan realisasi restrukturisasi kredit perbankan per 10 Agustus sebanyak 7,18 juta debitur mencapai Rp 837,64 triliun termasuk restrukturisasi UMKM sebanyak 5,73 juta debitur senilai Rp 353,17 triliun, sedangkan perusahaan pembiayaan telah merestrukturisasi sebanyak 4,52 juta kontrak senilai Rp 176,33 Triliun, demikian pula pembiayaan oleh lembaga pembiayaan mikro dan bank wakaf memperoleh perhatian khusus dalam perkembangannya oleh OJK.
Pengawasan Terintegrasi Berbasis Konglomerasi
Sembilan tahun sejak OJK berdiri telah mampu mengintegrasikan pengawasan lembaga jasa keuangan berbasis konglomerasi yang semula dalam lingkup tugas Pengawasan Pasar Modal dan IKNB dilaksanakan oleh Bapepam-LK di bawah Kementerian Keuangan menggabungkan dengan Pengawasan Bank, yang merupakan tugas pokok Bank Indonesia (BI) yang pada akhirnya dapat diintegrasikan baik dari segi strategi pengawasan, pengaturan kelembagaan yang disusun dengan harmonisasi dan juga penyelarasan, pengawasan gabungan baik antar unit pengawas di OJK dan BI khususnya sistem pembayaran dan likuiditas bank dalam rangka pengawasan makroprudensial .
Disamping itu, telah dilakukan integrasi sistem pelaporan dan juga data warehouse antara BI, OJK dan LPS sehingga akan memudahkan bagi sektor jasa keuangan.
Langkah strategis pengawasan terintegrasi berbasis konglomerasi telah terbukti dengan dikeluarkannya berbagai aturan menyatukan pengawasan bank, Pasar Modal dan IKNB baik terkit manajemen risiko, tata kelola dan permodalan dalam penguatan perusahaan holding dan anak-anak usahanya.
OJK juga terus memantau dan mengawasi 48 konglomerasi keuangan dengan total aset mencapai Rp 7.187 triliun ( 72% dari total aset sektor jasa keuangan di Indonesia).
Hal tersebut telah menggambarkan kinerja OJK dalam 9 (sembilan) tahun terakhir mampu mengintegrasikan pengawasan telah memberikan hasil yang baik, yang pada akhirnya informasi terkait konglomerasi harus terkait pula dengan informasi perpajakan.
Kontribusi Sektor Jasa Keuangan
Kontribusi perbankan yang begitu strategis seharusnya ke depan menurun perannya sejalan dengan semakin besarnya kegiatan pasar modal, juga semakin baiknya industri keuangan non bank dan teknologi finansial. Fakta memperlihatkan pertumbuhan kredit perbankan year on year menunjukan kenaikan sebesar 5,92% yang bertumpu kepada sektor pertambangan tumbuh 11,29%, konstruksi 3,08%.
Hal yang menarik adalah, perbankan dalam situasi saat ini sudah mulai meningkat kontribusinya kepada sektor pertanian 3,31%. dan diharapkan dalam jangka pendek ke depan akan lebih tinggi lagi mendukung kemampuan untuk swasembada pangan dalam rangka ketahanan pangan nasional di tengah pandemi ini.
Kepercayaan publik pun meningkat sejalan dengan meningkatnya penghimpunan dana di pasar modal mencapai Rp 63,7 triliun, NAB Reksa Dana mencapai Rp 519,5 triliun dan pertambahan emiten baru sebanyak 32 emiten pada Agustus 2020. Demikian juga investasi dana pensiun (yoy) per Juli 2020 mencapai Rp 282,74 Triliun.
Penguatan Kelembagaan Jasa Keuangan
Bukti nyata bagaimana OJK menjaga ketahanan sektor jasa keuangan di tengah pandemi ini, adalah masih terjaga risiko yang ditunjukan dengan risiko kredit untuk perbankan berupa NPL gross dan net serta NPF pembiayaan yang menurun, namun dengan kondisi pandemi mengantisipasi risiko dengan meningkatkan pencadangan. Sedangkan ketahanan sektor jasa keyangan tetap terjaga ditunjukan memadainya CAR (capital adequacy ratio) perbankan, gearing ratio perusahaan pembiayaan dan RBC asuransi yang masih terjaga di atas trace hold.
Menyimak perkembangan dinamika pemberitaan akan kembalinya model pengawasan bank ke Bank Indonesia, dan pengawasan pasar modal dan lembaga keuangan non bank akan kembali sebelum berdirinya OJK tahun 2013, itu merupakan langkah mundur terutama dalam rangka pengawasan terintegrasi berbasis konglomerasi dan pembobol jasa keuangan akan berlindung dibalik kebijakan dan aturan terlemah dari pengawasan lembaga keuangan tersebut.
Sekali lagi perlu direnungkan kembali oleh para elit politik dan masyarakat perlu memahami bahwa pada saat ini fokus OJK lebih jelas dan tegas. Pengalaman buruk pengawasan bank di bawah BI pernah terjadi sesuatu yang luar biasa, seperti pengalaman kasus BLBI dan Bank Century serta bagaimana sejumlah kasus di pasar modal dan juga perusahaan asuransi dan lembaga pembiayaan yang menjadi perhatian besar publik dan elit politik saat ini, merupakan kasus yang terjadi sebelum berdirinya OJK sembilan tahun lalu.
Oleh sebab itu, penguatan kelembagaan OJK perlu komitmen dan konsisten dalam pengambilan keputusan dengan tegas dan benar, serta kepemimpinan dan sinergi kebijakan antara pemangku kepentingan di bidang keuangan di negeri ini menjadi sangat penting.
Masyarakat juga sangat berharap lebih atas perlindungan sebagai konsumen, sehingga perlu adanya pendekatan komunikasi yang lebih baik dan pengaturan perlindungan konsumen yang lebih memadai dan komprehensif.
Untuk itu, kalangan lembaga legislatif dimana para anggota dewan yang turut membidani pendirian OJK sejak 9 (sembilan) tahun lalu, sudah seharusnya mendidik dan memberikan arah yang lebih jelas akan kemana sehingga tercapai apa yang dicita-citakan negara dalam jangka panjang. Semoga.
Oleh: Naomi Leah Christine, Analis Sosial dan Politik Rekonsiliasi antar pihak pasca pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 menjadi…
Oleh : Nagita Salwa, Mahasiswa Jurusan Ekonomi dan Bisnis di PTS Pertumbuhan ekonomi sebagai sebuah proses peningkatan output…
Oleh: Achmad Nur Hidayat MPP, CEO Narasi Institute Konflik gaza sejak Oktober 2023 kini berkembang menjadi kekacauan…
Oleh: Naomi Leah Christine, Analis Sosial dan Politik Rekonsiliasi antar pihak pasca pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 menjadi…
Oleh : Nagita Salwa, Mahasiswa Jurusan Ekonomi dan Bisnis di PTS Pertumbuhan ekonomi sebagai sebuah proses peningkatan output…
Oleh: Achmad Nur Hidayat MPP, CEO Narasi Institute Konflik gaza sejak Oktober 2023 kini berkembang menjadi kekacauan…