Pajak Nol, Mobil Baru Nongol

 

Oleh: Sarwani

Pengamat Kebijakan Publik

Virus corona dan mobil akan berlomba bertebaran di ruang publik. Pasalnya, pemerintah tengah mengkaji pembebasan pajak mobil baru. Jika kebijakan ini jadi digulirkan, harga mobil akan terpangkas hampir separuhnya. Penjualan mobil diperkirakan akan meningkat. Jalan-jalan akan dipenuhi dengan mobil-mobil baru.

Relaksasi pajak mobil baru hingga 0 persen akan membuat penurunan harga yang sangat signifikan. Dari harga yang dibayarkan pembeli untuk satu mobil, sekitar 40-45 persen masuk ke kantong pemerintah dalam bentuk pajak atau bea lain.

Rinciannya, PPN (pajak pertambahan nilai) sebesar 10 persen, PPnBM (pajak penjualan atas barang mewah) sebanyak 10-12,5 persen bahkan bisa 15 persen, sehingga dua komponen perpajakan itu sudah menyumbang kenaikan harga 25 persen. Ditambah lagi bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB) 12,5 persen, PKB (pajak kendaraan bermotor) 2,5 persen yang masuk ke pundi-pundi pemerintah daerah. Jika dijumlahkan total mencapai 40 persen. Rencananya beleid ini berlaku sampai Desember 2020.

Tujuan pemangkasan pajak mobil baru itu untuk menstimulus pasar otomotif nasional.  Kebijakan itu digulirkan agar sektor otomotif di tengah pandemi virus corona tetap menggeliat, disamping untuk mendorong daya beli masyarakat.

Catatan yang ada menunjukkan memang terjadi penurunan penjualan mobil. Kinerja industri otomotif pada semester I 2020 berada di zona merah dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Walaupun  penjualan mobil mulai menanjak lagi dalam beberapa bulan terakhir, jumlahnya belum kembali ke kondisi sebelum virus corona meletup.

Di tingkat regional, kinerja penjualan mobil nasional berada di posisi buncit dari biasanya di posisi puncak. Data penjualan Juni 2020 menyebutkan Indonesia berada di peringkat 5 di Asean, dengan torehan penjualan 12.623 unit. Urutan di atasnya di pegang Thailand dengan jumlah penjualan mencapai 58.049 unit, disusul Malaysia yang melego 44.695 unit, diikuti Vietnam dengan 24.002 unit, dan Filipina sebanyak 15.578 unit.

Penjualan mobil di negeri jiran jauh lebih banyak dibandingkan dengan di Tanah Air lantaran negara-negara tersebut sudah lebih dulu memberikan insentif. Malaysia dan Thailand, misalnya, sudah menerapkan pemotongan tarif, sehingga penjualan mobil kembali bergairah.

Kinerja industri otomotif berpengaruh ke rantai pasok (supply chain) di bawahnya. Ketika terjadi penurunan, maka industri turunan yang menjadi rantai pasok untuk 75 persen kandungan mobil akan ikut terdampak. Ditambah lagi kontribusinya terhadap penyerapan tenaga kerja dan pemberdayaan pelaku usaha sektor lain seperti bengkel.

Namun usulan pembebasan pajak mobil baru ini akan menambah insentif yang sudah ada. Selama pandemi pemerintah sudah cukup banyak menggulirkan insentif perpajakan terkait dengan kebijakan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), mulai dari insentif perpajakan di sektor kesehatan hingga pembebasan pajak kertas untuk media cetak. Jika makin banyak insentif diberikan, risiko penurunan penerimaan negara terbuka lebar.

Di tingkat mikro, perlu diantiisipasi dampak negatif dari kebijakan ini, yang mempengaruhi psikologi konsumen yang sudah terlanjur membeli mobil melalui skema kredit. Kendaraan yang masih dalam proses kredit akan memunculkan masalah, khususnya bagi perusahaan pembiayaan yang menyediakan layanan uang muka rendah (over financing) sehingga berpotensi meningkatkan kredit bermasalah.

Kredit bermasalah di sektor pembiayaan akan memperbanyak jumlah kredit macet yang belakangan ini terus meningkatkan akibat pandemi Covid-19. Per Juli 2020, rasio kredit macet mengalami peningkatan, menimbulkan kekhawatiran baru.

Rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) net memang menurun dan relatif terkendali lantaran ada pencadangan. Namun, NPL gross justru naik dari 2,55 persen pada Juli 2019 menjadi 3,22 persen pada Juli 2020, satu peningkatan yang signifikan.

Pemangkasan pajak mobil baru untuk membangkitkan industri otomotif belum tentu juga efektif karena penurunan penjualan kendaraan bermotor lebih disebabkan oleh melemahnya permintaan yang berakar pada penurunan daya beli masyarakat.

Masyarakat menunda pengeluaran tersier selama masa pandemi untuk berjaga-jaga. Sekalipun diiming-imingi diskon harga besar-besaran, belum tentu responsnya sebesar diskonnya. Apalagi segmen pasar yang banyak terdampak adalah mobil kategori berbiaya rendah (low cost) yang banyak disasar kelas menengah yang kini mengalami kesulitan keuangan.

Industri otomotif tentu berharap kebijakan pembebasan pajak mobil baru bisa menjadi bahan bakar yang menggerakan kembeli mesin uang mereka. Namun jika dilakukan tergesa-gesa, tanpa kajian mendalam, roda ekonomi justru menggelinding ke arah yang tidak diinginkan. (W)

BERITA TERKAIT

Produk Keuangan Syariah

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah   Selain bulan Ramadhan merupakan bulan yang penuh keberkahan dan ampunan, bulan yang suci…

Gejolak Harga Beras

  Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro, MSi Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta   Ada pemandangan aneh ketika kemarin rakyat rela…

Risiko Fiskal dalam Pembangunan Nasional

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Risiko dapat dimaknai sebagai kemungkinan terjadinya suatu kejadian yang…

BERITA LAINNYA DI

Produk Keuangan Syariah

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah   Selain bulan Ramadhan merupakan bulan yang penuh keberkahan dan ampunan, bulan yang suci…

Gejolak Harga Beras

  Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro, MSi Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta   Ada pemandangan aneh ketika kemarin rakyat rela…

Risiko Fiskal dalam Pembangunan Nasional

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Risiko dapat dimaknai sebagai kemungkinan terjadinya suatu kejadian yang…