Memprioritaskan Pariwisata Berkelanjutan

 

Oleh: Joko Tri Haryanto, Peneliti BKF Kemenkeu *)

Meski tercatat menjadi sektor terdepan terkena dampak bencana pandemi Covid-19, pariwisata juga diprediksi sebagai sektor dengan daya pulih dan bangkit tercepat, asal mampu menerapkan standar protokol kebersihan, kesehatan dan keamanan di era ”new normal” nantinya. Dan ini menjadi tantangan yang wajib dijawab oleh semua pihak yang terkait dalam pengembangan industri pariwisata itu sendiri karena kebijakannya hars bersifat menyeluruh dan  sinergi dengan pengelolaan sektor lainnya. Tak salah jika pemerintah dan seluruh stakeholders sangat berkepentingan dengan hal ini.

Bagaimana mereka dapat menjawab kebutuhan masyarakat akan rasa aman dan munculnya kepercayaan untuk memulai sebuah perjalanan wisata setelah terkurung begitu lama di periode pandemi. Pemerintah beserta pengelola wisata harus mampu memastikan agar protokol dijalankan secara sempurna oleh penyedia jasa transportasi, restoran, hotel hingga komponen terkecil dalam sebuah industri pariwisata yang begitu kompleks.

Di sisi lain, aspek positif dari bencana pandemi adalah munculnya kebutuhan akan pengaturan baru didalam manajemen pariwisata itu sendiri untuk lebih memperhatikan faktor kelestarian alam sekaligus mengindari eksploitasi berlebihan sebuah destinasi wisata dengan alasan apapun. Pilihan-pilihan ragam ecotourism, adventure tourism, dan wellness tourism kemudian menyeruak menjadi wacana prioritas jenis wisata baru di era ”new normal” dengan mengedepankan prinsip pariwisata berkelanjutan.

Dengan demikian, pariwisata akan lebih didorong pada pemenuhan aspek people centered melalui berbagai upaya penghargaan terhadap nilai-nilai tradisi dan kearifan lokal yang ada dan terus terpelihara. Keseimbangan menjadi konsep keterbaruan ketika pariwisata ini tidak lagi bertumpu pada perhitungan nilai ekonomi semata tanpa memperdulikan aspek kelestarian budaya, lingkungan dan nilai-nilai sosial yang tumbuh di masyarakat lokal.

Konsep Keseimbangan   

Meski terlambat, timbulnya kesadaran akan pentingnya konsep keseimbangan dalam pariwisata ini menjadi sangat krusial mengingat posisi pariwisata seringkali menjadi kunci dari pendekatan multisektoral. Bagi Indonesia sendiri, pariwisata memiliki spektrum fundamental yang lebih luas daripada sekedar mesin penghasil devisa saja. Pariwisata juga bermanfaat sebagai strategi menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, penghapusan kemiskinan, pembangunan berkesinambungan, pelestarian budaya, pemenuhan kebutuhan hidup dan HAM sekaligus pengembangan teknologi.

Jika merujuk kepada tren perkembangan global kepariwisataan, sebelum bencana pandemi pun sebetulnya telah terjadi pergeseran minat wisatawan yang tidak lagi terfokus hanya ingin sekedar santai dan menikmati sun-sea and sand melainkan menuju jenis wisata yang lebih sophisticated untuk menikmati kreasi budaya, peninggalan sejarah dan ikut melestarikan lingkungan di suatu daerah atau negara. Perubahan tren ini terjadi sebagai akibat tingginya overtourism pada kawasan wisata yang telah terkenal sebelumnya, selain munculnya kejenuhan wisatawan untuk mengunjungi kawasan artificial yang mengubah lansekap alam dan merusak lingkungan alam.

Dari hal ini dapat dipahami kompleksitas pariwisata ketika di satu sisi dianggap sebagai mesin pertumbuhan ekonomi terbaik, di sisilain seringkali juga dianggap sebagai salah satu sumber kerusakan lingkungan paling utama. Banyak kasus pembangunan destinasi wisata baru kemudian berdampak kepada penghancuran pantai, laut, hutan dan berbagai ekosistem lainnya.  Belum lagi persoalan dis-agregasi sosial yang seringkali menempatkan masyarakat lokal yang seharusnya menjadi subyek utama di dalam pengelolaan wisata justru sekedar menjadi obyek penderita yang diatur dengan berbagai bentuk kepentingan atas nama pengunjung. Bagaimana cara menjadi sopan, senyum, sapa dan ramah kepada pengunjung menjadi bahan diskusi dan pelatihan yang akan diberikan kepada masyarakat, meskipun sebetulnya masyarakat lokal memiliki bentuk kearifan budaya, sosial dan lingkungannya sendiri.

Organisasi Pariwisata Dunia mendefinisikan pembangunan pariwisata berkelanjutan sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan wisatawan saat ini, sambil melindungi dan mendorong kesempatan untuk waktu yang akan datang. Mengarah pada pengelolaan seluruh sumber daya sedemikian rupa sehingga kebutuhan ekonomi, sosial dan estetika dapat terpenuhi sambil memelihara integritas kultural, proses ekologi esensial, keanakeragaman hayati dan sistem pendukung kehidupan. Produk pariwisata berkelanjutan dioperasikan secara harmonis dengan lingkungan lokal, masyarakat dan budaya, sehingga mereka menjadi penerima keuntungan yang permanen dan bukan korban pembangunan pariwisata.

Salah satu bentuk produk pariwisata berkelanjutan adalah konsep pengembangan ekowisata. Ekowisata ini lebih dari sekedar kelompok pecinta alam yang berdedikasi, sebagai gabungan berbagai kepentingan yang muncul dari keperdulian terhadap masalah sosial, ekonomi dan lingkungan. Ekowisata menawarkan kesatuan nilai berwisata yang terintegrasi antara keseimbangan menikmati keindahan alam dan upaya melestarikannya. Ekowisata ini dapat berperan aktif di dalam memberikan solusi dalam menyelesaikan permasalahan yang mungkin terjadi dalam pengembangan kawasan pariwisata. Fokus utama dari pengembangan model ekowisata tersebut didasarkan atas potensi dasar kepariwisataan dimana kelestarian alam dan budaya dikedepankan.

Definisi lainnya mengenai ekowisata, seperti yang diuraikan oleh Green Tourism Association adalah suatu pembangunan pariwisata yang memiliki empat pilar yaitu environmental responsibility, local economic vitality, cultural sensitivity serta experiental richness. Dari butir-butir tersebut tergambar jelas posisi keseimbangan antara nilai-nilai ekonomi sama pentingnya dengan pemenuhan unsur budaya, sosial dan nilai-nilai lokal. Ketika prinsip ini dapat diimplementasikan secara nyata, harapan yang muncul adalah sebuah konsep pengembangan pariwisata yang berkelanjutan dan lintas generasi. *) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi

 

BERITA TERKAIT

Putusan MK Mengikat dan Final, Semua Pihak Harus Lapang Dada

  Oleh : Arizka Dwi, Pemerhati Sosial Politik   Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyelesaikan sidang sengketa hasil pemilihan presiden dan…

Kebijakan dan Nasib Ekonomi di Tengah Ketegangan Perang Global

  Pengantar: Sebuah diskusi publik kalangan ekonom perempuan yang diselenggarakan Indef yang berlangsung di Jakarta, belum lama ini, menampilkan Pembicara:…

Ketahanan Ekonomi Indonesia Solid Tak Terdampak Konflik di Timur Tengah

    Oleh: Eva Kalyna Audrey, Analis Geopolitik   Kalangan pakar mengungkapkan bahwa ketahanan ekonomi Indonesia sangat solid dan bahkan…

BERITA LAINNYA DI Opini

Putusan MK Mengikat dan Final, Semua Pihak Harus Lapang Dada

  Oleh : Arizka Dwi, Pemerhati Sosial Politik   Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyelesaikan sidang sengketa hasil pemilihan presiden dan…

Kebijakan dan Nasib Ekonomi di Tengah Ketegangan Perang Global

  Pengantar: Sebuah diskusi publik kalangan ekonom perempuan yang diselenggarakan Indef yang berlangsung di Jakarta, belum lama ini, menampilkan Pembicara:…

Ketahanan Ekonomi Indonesia Solid Tak Terdampak Konflik di Timur Tengah

    Oleh: Eva Kalyna Audrey, Analis Geopolitik   Kalangan pakar mengungkapkan bahwa ketahanan ekonomi Indonesia sangat solid dan bahkan…