Dana BPDPKS Harus Jadi Stimulus Petani Agar Naik Kelas

NERACA

Jakarta - Pendanaan kelapa sawit sebaiknya jangan terpaku pada dana BPDPKS, karena jumlahnya tiap tahun hanya Rp20 triliun.

“Kelihatan besar tetapi dibandingkan dengan  kebutuhan pendanaan pasti tidak cukup. Kita tarik dulu ke belakang apa saja manfaat sawit, jadi dana diarahkan untuk memperbesar manfaat itu,” kata anggota Komisi VI DPR Herman Khaeron pada webinar Forum Diskusi Sawit Optimalkan Produktivitas Sawit Rakyat “Peluang dan Tata Cara Mendapatkan Dana Dukungan Sawit” yang diselenggarakan POPSI (Persatuan Organisasi Petani Sawit Indonesia).

Lebih lanjut, menurut Herman, fungsi kelapa sawit selama ini adalah untuk mengentaskan kemiskinan, pertumbuhan ekonomi di daerah-daerah terpencil, pembangunan pedesaan, lapangan kerja, sumber devisa negara dan ketahanan energi. Pembiayaan sawit harus mengarah untuk meningkatkan 6 fungsi kelapa sawit ini.

Kelapa sawit dengan skala keekonomiannya yang ada sekarang seharusnya pembiayaan untuk petani tidak perlu menggunakan skim kredit khusus tetapi bisa menggunakan kredit komersial.

Masalahnya petani banyak terkendala lahan (legalitas, masuk dalam kawasan hutan, data luas tidak valid),  produktivitas rendah (tanaman tua, bibit illegal, tidak menerapkan budidaya yang baik karena rendahnya SDM dan kelembagaan lemah). Lalu, akses pendanaan sulit, harga tandan besar segar (TBS) rendah (pabrik enggan menerima, mata rantai panjang, potongan pabrik).

“Dengan kondisi petani seperti ini maka bank sulit memberikan kredit komersial pada petani karena tidak yakin mampu melunasi. Sedang perusahaan besar sawit sama sekali tidak ada masalah, malah keuntungan perkebunan kelapa sawit lebih besar dari perusahaan pertambangan. Keunggulan sawit adalah produk turunannya sangat banyak sehingga kalau satu produk terkendala pemasaran bisa dialihkan ke produk lain,” kata Herman.

Karena itulah, menurut Herman, tahun 2014 ketika masih menjadi anggota Komisi IV DPR, Herman ikut membidani lahirnya UU nomor 39 tahun 2014 tentang perkebunan. Salah satunya adalah penghimpunan dana perkebun dari pelaku usaha perkebunan yang wujudnya sekarang adalah Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).

“Lahirnya BPDPKS merupakan upaya kita memberi   garansi historikal kepada petani bahwa pungutan  ekspor  akan kembali ke mereka untuk meningkatkan produktivitas. Targetnya mereka jadi mapan sehingga pendanaan bisa menggunakan dana komersial,” jelas Herman.

Herman menjelaskan, jadi urutan alokasi dana BPDPKS kalau mengacu pada tujuan awal pendiriannya sehingga DPR mengeluarkan persetujuan adalah peremajaan sawit rakyat, pelatihan dan pengembangan SDM petani, penelitian dan pengembangan, promosi , dukungan sarana dan prasarana dan terakhir biodiesel.

“Jadi BPDPKS harus kembali ke khitahnya yaitu pembiayaan lebih banyak ke hulu untuk peremajaan, pelatihan dan pengembangan SDM, penelitian dan pengembangan yang membuat produktivas petani naik. Setelah itu tercapai petani naik kelas sehingga bisa menggunakan kredit komersial. Jadi tidak ada lagi skim khusus atau dana pemerintah membiayai petani,”  jelas Herman.

Herman pun melihat, dana BPDPKS dibanding luas kebun kelapa sawit rakyat kecil sekali, sehingga jangan terjebak semuanya tergantung pada pendanaanya. Tahun 2013 Herman juga ikut melahirkan UU nomor 19 tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, salah satu pasalnya adalah mempermudah petani mengakses dana perbankan.

“Jadi dana BPDPKS harus jadi stimulus saja untuk peningkatan produktivitas. Dalam jangka panjang petani naik kelas masuk dalam ekosistem komersial,” kata Herman.

Disisi lain, Dirjen Pengembangan Ekspor Nasional (PEN), Kementerian Perdagangan, mengakui minyak sawit mentah dan turunannya memiliki peran penting terhadap ekspor non migas, misalnya saja pada periode Januari sampai Mei 2020, ekspor CPO dan turunannya mencapai US$ 7,6 miliar dan mampu memberikan kontribusi terhadap ekspor non migas sebesar 12,5%. Secara nilai, ekspornya meningkat dari tahun sebelumnya. Namun demikian, terdapat penurunan pangsa ekspor pada periode 2017-2019.

“Kita perlu mewaspadai tren penurunan pangsa ekspor sawit Indonesia yang terjadi dalam tiga tahun belakangan ini,” tutur Kasan.

Sementara total ekspor bulanan CPO dan produk turunannya Indonesia tercatat anjlok semenjak merebaknya wabah virus korona (Covid-19), dimana ekspor CPO dan produk turunannya ke dunia melemah sejak awal Januari 2020. Kondisi demikian menyebabkan penurunan yang cukup dalam jika dibandingkan bulan Desember 2019 lalu.

Lebih lanjut kata Kasan, tercatat nilai ekspor minyak sawit Indonesia dan turunannya pada 2019 lalu mampu mencapai US$ 15,98 Miliar, atau sekitar 53,5% pangsa pasar dunia, nilai ini turun 12,32% dibanding pada periode yang sama tahun lalu, sementara tren ekspor sepanjang periode 2015-2019 tercatat melorot 0,04%.

Dari data Kementerian Perdagangan, terdapat 5 negara tujuan pasar minyak sawit asal Indonesia, yakni China dengan nilai pasar sekitar US$ 3,1 miliar, lantas disusul India mencapai US$ 2,3 miliar, Pakistan sekitar US$ 1,17 miliar, Malaysia mencapai US$ 820,9 juta dan Bangladesh sejumlah US$ 710,8 juta.

Dimana untuk ekspor produk utama sawit yaitu RBD Palm Olein masih mengalami tekanan. Ekspor RBD Palm Olein anjlok cukup dalam pada periode Januari-Mei 2020 bila dibandingkan pada periode yang sama tahun lalu, khususnya secara volume dengan penurunan mencapai 28,1%, atau turun dari 4,92 juta ton menjadi 3,54 juta ton.

 

 

 

BERITA TERKAIT

Kemenparekraf Sertifikasi Halal Produk Mamin di 3.000 Desa Wisata

NERACA Jakarta – Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf/Baparekraf) melakukan kick off akselerasi sertifikasi halal produk…

Implementasi Aturan Tata Kelola Lobster Terus Dikawal

NERACA Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menggandeng Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) dalam pendampingan implementasi tata kelola…

Nilai Impor di Bulan Maret Sebesar USD 17,96 Miliar

NERACA Jakarta – Nilai impor selama Maret 2024 tercatat sebesar USD 17,96 miliar. Kinerja impor ini melemah 2,60 persen dibandingkan…

BERITA LAINNYA DI Perdagangan

Kemenparekraf Sertifikasi Halal Produk Mamin di 3.000 Desa Wisata

NERACA Jakarta – Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf/Baparekraf) melakukan kick off akselerasi sertifikasi halal produk…

Implementasi Aturan Tata Kelola Lobster Terus Dikawal

NERACA Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menggandeng Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) dalam pendampingan implementasi tata kelola…

Nilai Impor di Bulan Maret Sebesar USD 17,96 Miliar

NERACA Jakarta – Nilai impor selama Maret 2024 tercatat sebesar USD 17,96 miliar. Kinerja impor ini melemah 2,60 persen dibandingkan…