Komoditas Jagung

 

Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro, MSi

Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Solo

 

Komoditas jagung sejatinya bukan sekedar pangan untuk pemenuhan keseharian tapi juga menjadi komoditas unggulan di sejumlah daerah. Paling tidak, ini mengacu fakta 5 daerah sebagai penghasil jagung terbesar periode 2013 - 2018 yaitu: Jawa Timur (menyumbang 27,7% nasional), Jawa Tengah berkontribusi 15,1%, Lampung 8,4%, Sumatera Selatan 7,9% dan Sumatera Utara 6,6%.  

Data ini menggambarkan pentingnya perluasan areal tanam jagung karena sejatinya jagung bisa menjadi komoditi pangan sebagai bagian diversifikasi pangan nasional. Padahal, selama ini ketergantungan atas beras cukup besar dan karenanya beralasan jika impor beras meningkat setiap tahun sehingga fakta ini mereduksi swasembada pangan yang dulu pernah dicapai dan sekaligus dapat mempengaruhi neraca perdagangan.

Memang tidaklah mudah melakukan perubahan dari perilaku pangan beras menjadi non-beras, meski demikian diversifikasi pangan memang harus dilakukan, termasuk misalnya dengan program keanekragaman pangan nasional. Argumennya karena ketergantungan terhadap satu komoditas pangan akan rentan terhadap fluktuasi harga sehingga ancaman impor pangan bisa terjadi. Berlasan jika kemudian Presiden Jokowi memerintahkah Bulog dibawah kepemimpinan Budi Waseso menyerap semua panen jagung. Penetapan harga sesuai harga pokok penjualan untuk jagung Rp.4.000 per kg. Bulog juga berkepentingan memetakan daerah panen di periode Pebruari – April sehingga bisa menambah persedian pasokan jagung secara nasional.

Kalkulasi terhadap panen raya dan serapan pangan untuk masyarakat, termasuk kasus jagung maka seharusnya ada koordinasi antara Bulog dengan Kementerian Pertanian agar tidak ada kesimpagsiuran data, masa panen, kebutuhan dan kemungkinan impor. Relevan dengan kebutuhan pasokan jagung, bahwa kini di Probolinggo terdapat area lahan jagung 3.000 ha yang siap panen dengan kisaran harga mencapai Rp.4.000 di tingkat petani.

Selain itu, pemerintah melalui Kementerian Pertanian perlu juga untuk memetakan potensi daerah lain yang bisa maksimal menghasilkan produksi pangan, tidak hanya padi tapi juga jagung dan komoditas pangan lainnya. Hal ini sangat penting terutama untuk pemenuhan kebutuhan domestik dan nasional, meski tidak tertutup juga untuk melakukan ekspor.

Data untuk komoditas jagung menunjukan meski telah terjadi peningkatan produksi tapi untuk jagung pakan ternak masih impor dan data impor pakan ternak pada tahun 2018 mencapai 180 ton (berkurang sekitar 3.000 ton dari tahun 2017). Selain itu di awal 2019 pemerintah telah melakukan ekspor 380 ribu ton ke Filiphina dan sejumlah negara lain yang pada akhir tahun 2019 mencapai 500 ribu ton. Jika diruntut trend kenaikan produk jagung nasional menunjukan peningkatan dari 18,5 juta ton pada 2013 menjadi 28,6 juta ton (2018), sementara konsumsinya secara nasional juga meningkat dari 10,5 juta ton di 2013 menjadi 20,3 juta ton (2018). Begitu juga dengan luas areal panen jagung dari 3,8 juta ha di tahun 2013 menjadi 5,4 juta ha di tahun 2018.

Kalkulasi terhadap produksi jagung nasional sebenarnya bisa dicermati mengacu produksi yang di tahun 2019 mencapai 29,93 juta ton, untuk bahan baku industri pangan 11,1 juta ton, bahan baku industri makanan 5,93 juta ton, makanan ternak 4,21 juta ton, konsumsi rumah tangga 0,41 juta ton, keperluan bibit 0,11 juta ton sehingga surplus di tahun 2019 termasuk menghitung jagung yang tercecer bisa surplus 6,68 juta ton. Jumlah ini dirasa cukup bagi pemenuhan kebutuhan pangan jagung sehingga kalkulasi terhadap masa tanam bisa menjadi perhitungan bagi pemenuhan kebutuhan periode berikutnya.

BERITA TERKAIT

Ekspor Nonmigas Primadona

Oleh: Zulkifli Hasan Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada periode Februari 2024 sebesar USD0,87 miliar. Surplus ini…

Jaga Kondusivitas, Tempuh Jalur Hukum

  Oleh: Rama Satria Pengamat Kebijakan Publik Situasi di masyarakat saat ini relatif kondusif pasca penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Perspektif UMKM di Ramadhan

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Memasuki pertengahan bulan suci Ramadhan seperti ini ada dua arus perspektif yang menjadi fenomena…

BERITA LAINNYA DI

Ekspor Nonmigas Primadona

Oleh: Zulkifli Hasan Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada periode Februari 2024 sebesar USD0,87 miliar. Surplus ini…

Jaga Kondusivitas, Tempuh Jalur Hukum

  Oleh: Rama Satria Pengamat Kebijakan Publik Situasi di masyarakat saat ini relatif kondusif pasca penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Perspektif UMKM di Ramadhan

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Memasuki pertengahan bulan suci Ramadhan seperti ini ada dua arus perspektif yang menjadi fenomena…