KKP Ajak Masyarakat Kembangkan Sidat

NERACA

Banyuwangi – Komoditas Sidat merupakan salah satu anugerah kekayaan alam yang ada di perairan Indonesia dan memiliki potensi besar untuk bisa ditingkatkan pada sektor industri perikanan.

 “Dengan melimpahnya jumlah benih sidat di Indonesia yang dapat ditemukan seperti di muara sungai pesisir selatan pulau Jawa, bahkan hingga ke Sulawesi, harus dapat kita manfaatkan guna meningkatkan produksi budidaya dan nilai ekspor,” ungkap Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo.

Menurut Edhy, Indonesia saat ini merupakan peringkat 10 di dunia sebagai pengekspor sidat dengan kualitas terbaik dengan harga yang termasuk paling mahal di dunia , dan atas itulah untuk terus ditingkatkan. Bahkan saat ini di seluruh dunia untuk budidaya sidat baru pada tahap pembesaran dengan benih yang masih mengandalkan hasil tangkapan di alam, namun sedang diupayakan untuk dapat dilakukan pembenihannya.

“Perusahaan dengan segmen usaha pembesaran sidat hendaknya dapat melibatkan seluruh elemen masyarakat seperti dengan mengimplementasikan kemitraan model inti plasma, dengan perusahaan sebagai intinya,” jelas Edhy.

 Edhy juga menyatakan bahwa Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berkomitmen untuk dapat mencarikan solusi untuk permasalahan yang timbul seperti perizinan dan pemasaran. “Kesulitan yang ada akan kami coba jembatani dan dicarikan solusi bersama pemerintah daerah dan elemen masyarakat lain untuk peningkatan produktivitas budidaya sidat ini,” terang Edhy.

Sementara itu, Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto yang turut mendampingi dalam acara kunjungan kerja tersebut menyatakan bahwa KKP siap untuk terus mendorong pengembangan budidaya sidat di kawasan - kawasan potensial. Namun mengingat benih yang masih didapatkan dari alam perlu untuk dilakukan pengelolaan secara bertanggung jawab guna menjaga keberlangsungan habitat sidat tetap lestari.

Sehingga guna menjaga kelestarian dan keberlangsungan populasi sidat, pemerintah juga telah mengatur dalam Peraturan Menteri Kementerian Kelautan dan Perikanan RI No 19 tahun 2012 mengenai larangan pengeluaran benih sidat dari wilayah Indonesia, dimana untuk ukuran kurang dari atau sama dengan 150 gr per ekor dilarang untuk diekspor.

“Perlu dijalin kesepakatan antara pemerintah pusat, daerah, pelaku usaha, nelayan, pembudidaya, peneliti, akademisi serta pemerhati lingkungan untuk membangun komitmen pengelolaan sidat di Indonesia yang bertanggung jawab dan lestari,” ucap Slamet.

Samet juga menerangkan penggunaan alat tangkap yang ramah lingkungan serta penggunaan benih untuk budidaya dengan ukuran sesuai ketentuan turut menjadi faktor penunjang keberhasilan usaha budidaya yang dilakukan,” kata Slamet.

Seperti diketahui, selama siklus hidupnya ikan ini berperan sebagai ikan air tawar yakni mulai dari fase glass eel, elver hingga dewasa, kemudian menjadi ikan laut saat akan memijah hingga stadia telur.

Setelah memijah, ikan dewasanya akan mati. Lokasi pemijahan Anguilla bicolor bicolor memijah dekat perairan lepas palung Mentawai Sumatera, sedangkan Anguilla marmorata di bagian barat Pasifik Utara.

Sebaran Elver di Pelabuhan Ratu dan Cilacap, pantai selatan Jawa, ada sepanjang tahun dan puncaknya pada bulan Desember – Februari dengan komposisi terbanyak jenis Anguilla bicolor bicolor dan sedikit Anguilla marmorata.

Menurut data sementara, hasil produksi sidat di Indonesia pada tahun 2019 mencapai 515.18 ton atau mengalami kenaikan produksi hingga 59% dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Sementara itu Head of Aquaculture JAPFA Group, Ardi Budiono menyatakan bahwa pihaknya telah melakukan kemitraan dengan beberapa pengusaha lokal untuk dapat membesarkan benih sidat dari ukuran glass eel sampai menjadi elver atau proses Shirasu jika menggunakan istilah dari perusahaan. Proses ini memakan waktu kurang lebih 4-5 bulan hingga benih mencapai ukuran 2-3 gram.

“Setelah mencapai ukuran 2-3 gram per ekor, kami tampung hasilnya di perusahaan untuk dapat dibesarkan hingga mencapai ukuran panen yakni 250 gram per ekor.Proses selanjutnya adalah dikirimkan ke pabrik pengolahan, untuk dijadikan produk olahan siap santap. Model integrasi budidaya dan pengolahan sidat ini merupakan satu-satunya di Indonesia,” jelas Ardi.

Selain proses produksi yang terintegrasi, Ardi menambahkan bahwa perusahaan juga menerapkan protokol yang ketat pada setiap proses produksi, apalagi di tengah kondisi wabah Covid-19 yang masih mélanda dunia.

Sebagai informasi, JAPFA Group berhasil memproduksi rata – rata lebih dari 100 ton sidat per tahun, atau 380 ton sidat dalam kurun waktu 3 tahun terakhir. Total nilai ekspor yang tercatat sepanjang tahun 2019 mencapai 437 milar Rupiah, sedangkan pada bulan Januari hingga Juni tahun 2020 total nilai ekspor telah mencapai 216 miliar rupiah.

 

BERITA TERKAIT

Pelaku Transhipment Dari Kapal Asing Ditangkap - CEGAH ILLEGAL FISHING

NERACA Tual – Kapal Pengawas Orca 06 milik Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berhasil mengamankan Kapal Pengangkut Ikan asal Indonesia yang…

Puluhan Ton Tuna Loin Beku Rutin Di Ekspor ke Vietnam

NERACA Morotai – Karantina Maluku Utara kembali memfasilitasi ekspor tuna loin beku sebanyak 25 ton tujuan Vietnam melalui Satuan Pelayanan…

Libur Lebaran Dorong Industri Parekraf dan UMKM

NERACA Jakarta – Tingginya pergerakan masyarakat saat momen mudik dan libur lebaran tahun ini memberikan dampak yang besar terhadap industri…

BERITA LAINNYA DI Perdagangan

Pelaku Transhipment Dari Kapal Asing Ditangkap - CEGAH ILLEGAL FISHING

NERACA Tual – Kapal Pengawas Orca 06 milik Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berhasil mengamankan Kapal Pengangkut Ikan asal Indonesia yang…

Puluhan Ton Tuna Loin Beku Rutin Di Ekspor ke Vietnam

NERACA Morotai – Karantina Maluku Utara kembali memfasilitasi ekspor tuna loin beku sebanyak 25 ton tujuan Vietnam melalui Satuan Pelayanan…

Libur Lebaran Dorong Industri Parekraf dan UMKM

NERACA Jakarta – Tingginya pergerakan masyarakat saat momen mudik dan libur lebaran tahun ini memberikan dampak yang besar terhadap industri…