Pengawasan Perbankan dan Normalisasi Kebijakan Moneter

 

Oleh: Achmad Deni Daruri, President Director Center for Banking Crisis

 

Krisis perekonomian dunia yang disebabkan oleh Covid-19 mengancam seluruh sendi kehidupan manusia termasuk keajegan system keuangan. Beruntung dunia telah beberapa kali mengalami krisis perekeonomian yang maha dahsyat sehingga pemerintah, bank sentral dan actor ekonomi lainnya memiliki pengalaman menghadapi krisis yang terjadi. Covid-19 memiliki karakteristik krisis ekonomi yang berbeda karena untuk menurunkan korban jiwa dan korban sakit berat diperlukan langkah untuk mengerem jalannya perekonomian.

Namun demikian, time line untuk mengatasi krisis Covid-19 ini yang berasal dari Wuhan ditentukan oleh kesigapan stretagi pemerintah di setiap negara dan bukan oleh virus Covid-19 itu sendiri. Semakin cepat dunia melakukan lock-down secara terkoordinasi maka akan semakin rendah biaya ekonominya.

Menghadapi Covid-19 dalam konteks pengawasan perbankan dan normalisasi kebijakan moneter, dunia bercermin kepada Federal Reserve yang membenarkan berlanjutnya kebijakan suku bunga rendah dengan memperhatikan bahwa inflasi masih di bawah target 2 persen, dan bahwa harga aset yang terlalu tinggi bukan merupakan tanggung jawab The Fed bahkan jika mereka berkontribusi terhadap ketidakstabilan keuangan. The Fed semakin dewasa dan resep yang dilakukan oleh Federal Reseve dengan mencetak uang ditiru oleh mampir semua bank sentral negara-negara OECD. The Fed melangkah lebih jauh dan berpendapat bahwa "tingkat bunga riil ekuilibrium" yang konsisten dengan inflasi dan lapangan kerja yang stabil telah menurun selama beberapa tahun terakhir.

Alasan utama yang diberikan untuk penurunan tingkat bunga riil ekuilibrium adalah penegasan kenaikan tingkat tabungan, menurunkan tingkat bunga di mana tabungan dapat diserap pada perekonomian dengan pekerjaan penuh. Sulit untuk melihat bukti untuk mendukung kenaikan tingkat tabungan. Antara tahun 1960 dan 1980, tingkat tabungan pribadi bervariasi di atas 10 persen dari pendapatan, mencapai puncaknya 15 persen pada triwulan kedua tahun 1975. Setelah itu tingkat melayang lebih rendah dan sekarang berada pada 3,1 persen.

Selama tahun-tahun yang sama, anggaran federal telah bergerak dari saldo hampir mendekati defisit besar yang menyerap tabungan rumah tangga dan mengurangi tingkat tabungan nasional. Surplus transaksi berjalan China menambah dana yang tersedia untuk investor di seluruh dunia. Surplus transaksi berjalan naik secara dramatis dari tahun 2000 hingga 2008, mendukung komentar Bernanke tentang kelebihan tabungan.

Namun dalam dekade sejak itu, surplus neraca transaksi berjalan China telah turun tajam, dari $ 420 miliar pada 2008 menjadi $ 196 miliar pada 2016, kembali ke levelnya pada tahun 2006. Jadi, penurunan surplus China memberikan arti bahwa Tiongkok belum menjadi sumber tekanan ke bawah pada suku bunga global. Implikasinya bagi Tiongkok dalam rangka menjamin stablitas perbankan dimana pengawasan telah dilakukan secara seksama tampaknya Tiongkok tidak akan mempu mengikuti program stimulus fiscal yang dilakukan oleh Amerika Serikat dengan dukungan Federal Reserve.

Sumber utama surplus neraca berjalan lainnya berasal dari negara-negara penghasil minyak. Tetapi harga minyak telah turun dari lebih dari $ 100 per barel antara 2011 dan 2014 menjadi sekitar $ 60 per barel pada saat Bernanke menjadi gubernur Fed. Dan nilai futurenya menjadi negative untuk pertama kali akibat krisis Covid-19. Bahkan produsen berbiaya sangat rendah seperti Arab Saudi telah beralih dari surplus transaksi berjalan yang signifikan sebelum 2015 menjadi defisit transaksi berjalan dalam beberapa tahun terakhir.

Tingkat Bunga

Menyatukan semua bagian ini menyiratkan bahwa tidak ada peningkatan tabungan baik di Amerika Serikat maupun dalam ekonomi internasional yang menyebabkan penurunan tingkat bunga ekuilibrium. Untuk itu program stimulus di Amerika Serikat yang dilakukan dengan angka mencapai 20 persen dari Produk Domestik Bruto diproyeksikan untuk menjamin tingkat tabungan di masyarakat.

Penjelasan yang lebih sederhana untuk tingkat suku bunga global yang rendah adalah bahwa semua bank sentral utama mempertahankan suku bunga rendah melalui kombinasi pembelian aset dan operasi pasar terbuka. Ini termasuk tidak hanya The Fed tetapi juga Bank Sentral Eropa dan Bank Jepang. Seperti kita ketahui, sejarah mencatat bahwa Ben Bernanke memperkenalkan pelonggaran kuantitatif sebagai cara untuk merangsang kegiatan ekonomi pada saat tingkat pengangguran sangat tinggi dan pemulihannya sangat lambat.

Kebijakan moneter konvensional telah gagal untuk merangsang ekonomi bahkan setelah tingkat bunga dana federal dipotong menjadi nol pada tahun 2008. Tidak semua orang pada saat itu diyakinkan oleh analisis Bernanke. Mengapa investor membeli ekuitas yang dibuat sangat tinggi karena mereka akan tahu bahwa harga saham tersebut pada akhirnya akan menurun? Dan seberapa pentingkah efek substitusi aset ketika kepemilikan obligasi rumah tangga oleh sektor rumah tangga kurang dari 10 persen dari investasi dalam ekuitas?

Selain itu, defisit pemerintah federal secara substansial menuangkan lebih banyak obligasi ke pasar daripada yang dibeli Fed. Neraca The Fed tumbuh kurang dari $ 2,5 triliun antara awal program pembelian aset berskala besar (LSAP) dan akhir 2011 sementara utang pemerintah telah tumbuh hampir dua kali lipat dari jumlah itu. Skeptis awalnya benar. Nilai ekuitas yang dimiliki oleh sektor rumah tangga meningkat kurang dari 20 persen antara 2009 dan 2011. Tingkat pengangguran terus meningkat hingga Oktober 2009 ketika mencapai 10 persen dan menurun sangat sedikit selama dua tahun ke depan menjadi 8,8 persen pada Oktober 2011. GDP riil naik 6 persen dalam tiga tahun dari kuartal pertama 2009 ke kuartal pertama 2012.

Tetapi volume pembelian obligasi kemudian meningkat menjadi $ 800 miliar per tahun pada 2013 dan 2014 sementara defisit fiskal turun menjadi kurang dari $ 700 miliar pada 2013 dan kurang dari $ 500 miliar pada 2014. Nilai ekuitas yang dimiliki oleh rumah tangga naik 47 persen antara 2011 dan 2013.

Secara keseluruhan, kekayaan bersih rumah tangga naik hampir $ 10 triliun pada tahun 2013 sendiri. Tidaklah mengherankan jika Pemerintah Amerika Serikat dan the Fed mengulangi apa yang pernah mereka lakukan yang terbukti berhasil menyelamatkan perekonomian Amerika Serikat dari krisis ekonomi dalam konteks Covid-19. Instrumen ekonomi untuk menyelesaikan Covid-19 bukan saja sudah ada dan digunakan tetapi juga memiliki amunisi yang lebih besar dengan tanpa kendala dalam kapasitasnya.

Jelas bahwa pengawasan perbankan akan menjadi lebih baik ketika the Fed mencetak uang dan kebijakan moneter dengan mencetak uang akan menjadi kebijakan moneter normal yang baru! Negara yang tidak membolehkan bank sentralnya mencetak uang akan terkerangkeng oleh krisis Covid-19 yang tak jelas kapan berakhirnya dengan demikian pengawasan perbankan harus semakin ditingkatkan lagi.

BERITA TERKAIT

Bansos Pangan atau Beras oleh Bapanas dan Bulog Langgar UU Pangan dan UU Kesejahteraan Sosial?

  Oleh: Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) Presiden Joko Widodo memutuskan perpanjangan pemberian Bantuan Sosial…

Pembangunan Papua Jadi Daya Tarik Investasi dan Ekonomi

  Oleh : Clara Anastasya Wompere, Pemerhati Ekonomi Pembangunan   Bumi Cenderawasih memang menjadi fokus pembangunan yang signifikan di era…

Pastikan Stabilitas Harga dan Stok Beras, Pemerintah Komitmen Ketahanan Pangan

  Oleh : Nesya Alisha, Pengamat Pangan Mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia sangat penting karena memiliki dampak besar pada stabilitas…

BERITA LAINNYA DI Opini

Bansos Pangan atau Beras oleh Bapanas dan Bulog Langgar UU Pangan dan UU Kesejahteraan Sosial?

  Oleh: Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) Presiden Joko Widodo memutuskan perpanjangan pemberian Bantuan Sosial…

Pembangunan Papua Jadi Daya Tarik Investasi dan Ekonomi

  Oleh : Clara Anastasya Wompere, Pemerhati Ekonomi Pembangunan   Bumi Cenderawasih memang menjadi fokus pembangunan yang signifikan di era…

Pastikan Stabilitas Harga dan Stok Beras, Pemerintah Komitmen Ketahanan Pangan

  Oleh : Nesya Alisha, Pengamat Pangan Mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia sangat penting karena memiliki dampak besar pada stabilitas…