DINILAI MEMBEBANI BIAYA MASYARAKAT - Anggota DPR Soroti Dugaan Komersialisasi Rapid Test

Jakarta-Anggota DPR-RI mempertanyakan aturan rapid test bagi masyarakat yang hendak melakukan perjalanan utamanya menuju Jakarta. Pasalnya,  ada dugaan komersialisasi rapid test dan swab, mengingat harga test tersebut cukup mahal namun dibutuhkan sebagai syarat melanjutkan perjalanan keluar kota terutama menggunakan transportasi udara.

NERACA

Salah satu yang jadi persoalan yaitu mahalnya harga rapid test hingga swab test Covid-19. Apalagi kewajiban rapid test dan swab test ini diberlakukan bagi calon penumpang yang hendak menggunakan moda transportasi udara saja sedangkan moda transportasi lainnya tidak diperlukan.

"Masalah harga rapid test ini yang semakin hari semakin naik tadinya Rp100.000 akhirnya lama-lama mencapai Rp500.000 bahkan sampai Rp1 juta. Kemudian swab apalagi gitu kan Rp2,5 juta sampai Rp 3,5 juta. Okelah mungkin itu adalah salah satu usaha dari pemerintah untuk masalah pencegahan Covid-19 meluas tapi yang anehnya kenapa bandara saja, kenapa hanya di angkutan udara saja, pesawat saja," ujar anggota Komisi V DPR RI Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Nurhayati dalam RDP dengan Menteri Perhubungan, Menteri PUPR dan Kakorlantas Polri, Rabu (1/7).

Menurutnya, kalau memang tujuannya untuk mencegah penyebaran COVID-19 maka seharusnya pemerintah bisa menerapkan kewajiban rapid test ini kepada penumpang di seluruh moda transportasi yang ada.

"Perpindahan manusia itu kan ada juga di terminal, kereta api, bahkan kapal penyeberangan, kapal laut nah kenapa hanya untuk pesawat. Dan kalaupun misalkan ada satu peraturan harus diberlakukan karena masalah penyebaran COVID-19 ini kenapa harus mahal gitu, pemerintah ini kemana," ujarnya seperti dikutip merdeka.com.

Selain itu, Nurhayati juga mempertanyakan kehadiran pihak swasta di bandara saat melayani rapid test tersebut. Menurutnya, pemerintah harusnya menghadirkan layanan rapid test dari pihak pemerintah saja agar harganya bisa ditekan. Untuk itu, Nurhayati menawarkan dibentuknya Panitia Khusus (Pansus) untuk mengusut masalah mahalnya harga rapid test ini. "Kayaknya masalah harga rapid test ini harus ada pansusnya ini," ujarnya.

Masa Berlaku

Sebelumnya Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 menerbitkan Surat Edaran No. 9 tahun 2020 tentang perubahan atas SE No. 7 tentang kriteria dan persyaratan perjalanan orang dalam masa adaptasi kebiasaan baru menuju masyarakat produktif dan aman Covid-19.

Surat edaran ini ditandatangani oleh Kepala BNPB selaku Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Letjen TNI Doni Monardo pada Jumat (26/6). Dalam SE ini, ada sedikit perubahan kriteria dan persyaratan perjalanan orang dalam masa adaptasi kebiasaan baru menuju masyarakat produktif dan aman Covid-19.

Pada ketentuan F  ayat 2 huruf b disebutkan, setiap orang yang melakukan perjalanan dengan transportasi umum baik melalui darat, udara, laut, hingga kereta api, wajib membawa hasil tes PCR atau rapid test yang berlaku selama 14 hari. "Menunjukkan surat keterangan uji tes PCR dengan hasil negatif atau rapid test dengan hasil non-reaktif yang berlaku 14 hari pada saat keberangkatan," demikian isi SE tersebut.

Sebelumnya dalam SE No. 7/2020, masa berlaku tes PCR dan rapid test berbeda. Masa berlaku PCR selama 7 hari, sedangkan masa berlaku rapid test hanya 3 hari.

Untuk sejumlah persyaratan lainnya masih sama tidak jauh berbeda. Seperti setiap orang yang melakukan perjalanan wajib menerapkan protokol kesehatan menggunakan masker, jaga jarak dan cuci tangan.

Setiap orang yang melakukan perjalanan dengan transportasi umum juga wajib menunjukkan surat keterangan bebas gejala influenza yang dikeluarkan oleh dokter rumah sakit atau puskesmas bagi daerah yang tidak memiliki fasilitas tes PCR atau rapid test.

Meski demikian, dalam surat edaran ini disebutkan persyaratan orang dalam negeri dikecualikan untuk perjalanan orang komuter, dan perjalanan orang di dalam wilayah atau kawasan aglomerasi. Surat edaran baru tersebut berlaku sejak 26 Juni 2020.

Digugat ke MA

Di sisi lain, seorang pribadi Muhammad Sholeh diketahui menggugat persyaratan wajib melakukan rapid test virus corona yang dibuat Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 ke Mahkamah Agung (MA), Kamis (25/6),  karena dianggap menguntungkan rumah sakit.

Dalam gugatannya, Sholeh merasa keberatan dengan syarat wajib rapid test bagi penumpang yang akan bepergian menggunakan pesawat, kereta api, mau pun kapal laut selama masa pandemi Covid-19.

"Pertama, apa yang menjadi dasar calon penumpang harus mempunyai rapid test? Rapid test bukan vaksin, hanya mengetahui seseorang terserang virus atau tidak. Bisa jadi orang dengan hasil reaktif karena sakit flu atau lainnya bukan karena Covid-19," ujar Sholeh.

Selain itu, Sholeh mengatakan hasil rapid test juga hanya berlaku tiga hari (SE lama). Selain rapid test, penumpang juga dapat melakukan tes dengan metode PCR test yang berlaku tujuh hari.

Menurut Sholeh, hasil uji rapid test itu tak menjamin penumpang pasti terpapar saat bepergian. "Patut diduga masa berlaku hasil tes PCR dan rapid test yang pendek itu menguntungkan rumah sakit. Sebab dalam setiap hari banyak puluhan ribu orang bepergian dan mengajukan rapid test," katanya.

Sholeh menilai kebijakan itu juga tak konsisten dalam penerapan di lapangan. Misalnya ketika seorang penumpang melakukan cek suhu tubuh di bandara atau stasiun dan ternyata hasilnya di atas 38 derajat maka orang tersebut tak boleh bepergian. Padahal hasil rapid test non reaktif. "Pertanyaannya yang menjadikan calon penumpang bisa bepergian itu hasil rapid test atau tes suhu badan?" ujarnya.

Dia juga menilai kebijakan itu diskriminatif lantaran orang-orang yang bepergian menggunakan mobil ke luar kota tidak diwajibkan rapid test. Padahal orang-orang tersebut juga termasuk kelompok yang rentan terpapar Covid-19. "Rapid test ini juga berbiaya mahal dan sangat merugikan penumpang, sebab tidak semua penumpang orang kaya," ujarnya.

Sementara itu, aksi seorang aparatur sipil negara (ASN) Pemkab Tapanuli Tengah (Tapteng), Sumut, diketahui  memalsukan dokumen rapid test membuat Bupati Bakhtiar Ahmad Sibarani berang. Dia memastikan staf RSUD Pandan itu akan dipecat dan meminta kepolisian menindaknya dengan tegas.

"Ini sangat keterlaluan dan mencoreng Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah. Kami memproses ASN sesegera mungkin. Saya pastikan oknum ASN tersebut akan dipecat apabila telah terbukti dan sesuai peraturan yang berlaku. Saya ingatkan supaya jangan main-main dan jangan menjadi contoh yang tidak baik bagi yang lainnya, apalagi dalam kondisi pandemi Covid-19 sekarang ini," tegas Bakhtiar,  Minggu (28/6). bari/mohar/fba

 

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…