Transformasi Dana Pelayanan Publik

 

Oleh: Joko Tri Haryanto, Peneliti Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu *)

 

Di era desentralisasi fiskal, pemerintah menyerahkan sejumlah kewenangan kepada daerah sesuai dengan asas money follows function. Di periode saat ini pendekatan tersebut diubah menjadi money follows program. Akibatnya hampir seluruh kewenangan sektoral kemudian diserahkan ke daerah baik provinsi mauoun kabupaten/kota seperti sosial, kesehatan, pendidikan dan lainnya. Hanya kewenangan moneter dan fiskal, pertahanan dan keamanan, peradilan, agama serta politik luar negeri yang masih dipegang Pemerintah Pusat. Untuk membiayai penyerahan kewenangan kepada daerah, pemerintah kemudian menyerahkan sejumlah basis penerimaan pajak disamping mengalokasikan tambahan pembiayaan melalui skema Transfer ke Daerah (TkD) dan Dana Desa (DD). Di dalam mekanisme TkD itu sendiri, dikenal adanya alokasi anggaran yang bersifat umum (general allocation fund) dan transfer yang bersifat khusus (speciffic allocation fund). Transfer yang bersifat umum dikenal sebagai Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH) sementara yang spesifik dinamakan Dana Alokasi Khusus (DAK).

Merujuk kepada perumusannya, masing-masing jenis TkD memiliki tujuan dan filosofi yang berbeda. Jika DBH memiliki tujuan mereduksi kesenjangan antara pusat dan daerah (vertical imbalances) maka DAU dan DAK bertujuan untuk mengurangi kesenjangan yang muncul antar daerah (horisontal imbalances). Dengan demikian keseluruhan mekanisme tersebut dianggap sudah memenuhi kriteria praktek pelaksanaan teori intergovernmental transfer yang umum dilakukan di banyak negara. Dalam perjalanannya, kelengkapan mekanisme transfer diperkuat dengan skema reward kepada daerah dalam bentuk Dana Insentif Daerah (DID), dana ad-hoc memperhatikan aspek keistimewaan dan kekhususan daerah via skema Dana Otonomi Khusus (Otsus) dan Dana Keistimewaan (Dais) plus dana percetapan pembangunan infrastruktur.  Sebagai konsekuensi dari pengesahan UU Desa Nomor 6 Tahun 2014, mekanisme TkD kemudian ditambahkan konsepsi DD sejak tahun 2015, berupa alokasi sejumlah anggaran tertentu demi percepatan pembangunan desa.     

DAK Operasional Pelayanan Publik

Banyak pihak kemudian melakukan analisis terkait evaluasi pemanfaatan TkD dan DD ini. Dalam tulisan ini penulis memfokuskan kepada pembahasan DAK saja karena ke depannya skema inilah yang dapat mencerminkan sistem pendanaan berbasis ear marking anggaran. Berdasarkan Undang-undang (UU) Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (PKPD), yang dimaksud dengan DAK adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Awalnya seting DAK ini sengaja diciptakan untuk tujuan mempercepat pembangunan infrastruktur fisik di daerah, yang pendanaannya tidak dapat dipenuhi dari alokasi APBD. Gap kebutuhan pendanaan infrastruktur fisik ini muncul karena secara rata-rata DAU di daerah identik dengan belanja operasional rutin kepegawaian. Tak pelak DAK ini pada awalnya sangat identik dengan proyek-proyek yang bersifat infrastruktur fisik ketimbang non-fisik.

Namun demikian, seiring perkembangan kebutuhan pendanaan pemerintah khususnya pelayanan publik yang semakin kompleks, kebutuhan untuk memperluas cakupan pelayanan dari DAK itu sendiri menjadi meningkat khususnya penggunaan bersifat non-fisik. Karenanya pemerintah kemudian menjadi mekanisme DAK bertransformasi menjadi DAK fisik dan DAK non-fisik. DAK fisik berubah menjadi DAK Reguler, DAK Penugasan dan DAK Affirmasi sebagai bentuk komitmen nyata atas kehendak pemerintah mempercepat laju pembangunan di daerah. Sementara DAK non-fisik lebih diarahkan kepada aspek pendanaan operasionalisasi pelayanan publik sebagai bagian tak terpisahkan dari berjalannya sarana pelayanan fisik seperti misalnya tunjangan sertifikasi dan subsidi layanan sampah.

Transformasi lainnya dari skema DAK non-fisik, juga direpresentasikan melalui penambahan besaran dana alokasi serta pos pelayanan. Jika di 2018, baru terdapat 10 pos pelayanan DAK non-fisik dengan alokasi sebesar Rp11,738 triliun, maka di 2019 sudah berkembang menjadi 12 pos via penambahan Dana Pelayanan Kepariwisataan dan Bantuan Layanan Pengolahan Sampah (BLPS) dengan total alokasi mencapai Rp131,042 triliun. Dilihat dari signifikansi penambahan alokasi dana, keberpihakan pemerintah yang begitu nyata jelas terlihat. Sebagai tambahan info, beberapa pos yang sudah teralokasikan sebelumnya terdiri dari: Bantuan Operasional Sekolah (BOS), PAUD, Tunjangan Profesi, Tunjangan Khusus Guru PNSD, BOP Museum dan Taman Budaya, BO Kesehatan dan Keluarga Berencana,  serta dana Pendidikan Kapasitas Koperasi dan UMKM plus dana Pelayanan Administrasi Kependudukan.    

Daerah-daerah yang memiliki kesempatan memanfaatkan DAK non-fisik ini tentunya harus memenuhi kriteria teknis yang disajikan oleh Kementerian/Lembaga (K/L) pengampunya. Dengan demikian terjadi sinergi yang harmonis antara K/L sektoral dengan mitra sektor di daerah. Aspek monitoring dan evaluasi (monev) juga menjadi catatan penting mengingat penyaluran DAK non-fisik ini dijalankan dengan format triwulan. Dengan demikian bulan Maret ini biasanya akan menjadi periode awal penyaluran sekaligus tolok ukur kinerja triwulan berikutnya. Jika memenuhi kriteria, maka penyaluran di triwulan berikutnya akan lebih lancar, begitupula sebaliknya.

Mengingat upaya transformasi DAK non-fisik pelayanan publik sudah dijalankan secara serius oleh pemerintah, semua pihak seyogyanya mendukung dalam kapasitas masing-masing. Tanpa dukungan tersebut niscaya kerja pemerintah akan menjadi sirna karena daya dan upaya tak akan mencapai kata optimal. Karenanya mumpung belum terlambat, marilah bersama-sama dengan pemerintah untuk senantiasa menyukseskan implementasi DAK non-fisik ini demi kemajuan bersama Indonesia tercinta. *) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi

BERITA TERKAIT

Indonesia Tidak Akan Utuh Tanpa Kehadiran Papua

    Oleh : Roy Andarek, Mahasiswa Papua Tinggal di Jakarta   Papua merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Negara…

Masyarakat Optimis Keputusan MK Objektif dan Bebas Intervensi

  Oleh: Badi Santoso, Pemerhati Sosial dan Politik   Masyarakat Indonesia saat ini menunjukkan optimisme yang tinggi terhadap proses penyelesaian…

Perang Iran-Israel Bergejolak, Ekonomi RI Tetap On The Track

    Oleh: Ayub Kurniawan, Pengamat Ekonomi Internasional   Perang antara negeri di wilayah Timur Tengah, yakni Iran dengan Israel…

BERITA LAINNYA DI Opini

Indonesia Tidak Akan Utuh Tanpa Kehadiran Papua

    Oleh : Roy Andarek, Mahasiswa Papua Tinggal di Jakarta   Papua merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Negara…

Masyarakat Optimis Keputusan MK Objektif dan Bebas Intervensi

  Oleh: Badi Santoso, Pemerhati Sosial dan Politik   Masyarakat Indonesia saat ini menunjukkan optimisme yang tinggi terhadap proses penyelesaian…

Perang Iran-Israel Bergejolak, Ekonomi RI Tetap On The Track

    Oleh: Ayub Kurniawan, Pengamat Ekonomi Internasional   Perang antara negeri di wilayah Timur Tengah, yakni Iran dengan Israel…