NERACA
Jakarta – Buntut dari dihentikannya penerbangan sebagai upaya memutus penyebaran pandemi Covid-19, emiten penerbangan PT AirAsia Indonesia Tbk (CMPP) memperkirakan pendapatan bisa terpangkas sebesar 25% hingga 50% untuk periode yang berakhir pada 31 Maret atau 30 April 2020. Informasi tersebut disampaikan perseroan dalam siaran persnya di Jakarta, kemarin.
Perseroan menyebut proyeksi penurunan pendapatan ini diikuti dengan potensi penurunan laba bersih hingga lebih dari 75% dari periode yang sama tahun lalu. Hal ini lantaran AirAsia Indonesia telah menghentikan sebagian kegiatan operasionalnya karena penyebaran Covid-19 dalam jangka waktu 1 hingga 3 bulan. Asal tahu saja, perusahaan menghentikan sementara penerbangan reguler untuk rute domestik dan rute internasional. Padahal, kontribusi dari pendapatan dan kegiatan operasional yang terhenti atau mengalami pembatasan ini telah menyumbang pendapatan sebesar 51% hingga 75% pada tahun lalu.
Guna mempertahankan kelangsungan usaha di tengah pandemi Covid-19, CMPP melakukan tindakan mitigasi proaktif untuk membatasi dampak penurunan dari Covid-19. Selain itu, AirAsia Indonesia telah secara aktif mengelola kapasitasnya sejak awal Februari 2020. Kemudian perusahaan juga melakukan kontrol biaya yang ketat secara internal, seperti pemberhentian sementara untuk memperkerjakan karyawan baru, tidak ada perpanjangan atas sewa pesawat yang akan kadaluarsa, melakukan negosiasi terhadap lessor pesawat untuk pengurangan biaya sewa.
Sebagai informasi, ada sejumlah 873 karyawan yang dirumahkan dari periode Januari 2020 hingga saat ini, kemudian 328 karyawan mengalami pemotongan gaji sebesar 50%, dan perusahaan ini juga melakukan PHK pada 9 karyawan. Tahun lalu, perseroan mencatat kerugian bersih sebanyak Rp185,42 miliar, turun 60% dibandingkan dengan kerugian pada 2018. Perseroan masih menanggung kerugian karena beban bahan bakar melonjak. AirAsia Indonesia mencetak pendapatan sebanyak Rp6,73 triliun sepanjang 2019 atau naik 79% secara tahunan.
Namun, di sisi lain beban operasional juga meningkat tajam. Misalnya, beban bahan bakar pesawat naik 107 persen menjadi Rp2,52 triliun. Konsumsi bahan bakar pesawat memang meningkat 7% menjadi 2,04 juta barel. Adapun harga bahan bakar turun 10% menjadi US$77 per barel. Kenaikan konsumsi bahan bakar tidak terlepas dari pertumbuhan jumlah penerbangan sebesar 49%, dari 35.627 penerbangan pada 2018 menjadi 52.947 penerbangan pada 2019. Beban operasional dari bahan bakar bisa diimbangi peniadaaan beban penyewaan pesawat sebesar Rp571,41 miliar. Sebelum dipotong bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi, pendapatan AirAsia Indonesia masih minus Rp105,39 miliar, turun sekitar 130% secara tahunan.
Berkat penurunan beban pajak dan pajak tangguhan, rugi bersih perseroan setelah pajak tercatat sebesar Rp185,42 miliar, menyusut 60% dari posisi pada 2018 sebesar Rp465,58 miliar. Sepanjang tahun lalu, jumlah penumpang yang diterbangkan Air Asia mencapai 7,96 juta, naik 52% secara tahunan. Kapasitas penumpang AirAsia Indonesia meningkat 49% menjadi 9,53 juta penumpang, seiring dengan penambahan 4 pesawat baru. Peningkatan aktivitas tersebut membuat seat load factor atau tingkat keterisian AirAsia Indonesia meningkat dari 82% menjadi 84%.
NERACA Jakarta – Rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST) PT Bank OCBC NISP Tbk (NISP) memutuskan untuk membagikan dividen sebesar…
Di tahun 2023, PT Indonesia Fibreboard Industry Tbk (IFII) membukukan laba tahun berjalan sebesar Rp100,9 miliar atau tumbuh 3,9% dibanding tahun…
NERACA Jakarta – Sepanjang tahun 2023, PT PP Presisi Tbk (PPRE) membukukan laba sebesar Rp 172 miliar pada 2023. Angka…
NERACA Jakarta – Rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST) PT Bank OCBC NISP Tbk (NISP) memutuskan untuk membagikan dividen sebesar…
Di tahun 2023, PT Indonesia Fibreboard Industry Tbk (IFII) membukukan laba tahun berjalan sebesar Rp100,9 miliar atau tumbuh 3,9% dibanding tahun…
NERACA Jakarta – Sepanjang tahun 2023, PT PP Presisi Tbk (PPRE) membukukan laba sebesar Rp 172 miliar pada 2023. Angka…