Jaga Stabilitas Pangan

Di tengah pandemi covid-19, Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) memberikan peringatan krisis pangan global. Bukan karena lonjakan harga pangan yang tajam, melainkan karena menurunnya akses pangan masyarakat.

Menurut Lembaga Penelitian Pangan Internasional (IFPRI), pandemi covid-19 akan menyebabkan kontraksi pertumbuhan global minus 5% . Kemudian kelompok masyarakat menengah bawah atau negara-negara berpenghasilan menengah rendah rentan menjadi miskin dan rawan pangan, karena faktor akses pangan tersebut.

Indonesia tentunya tidak bisa menganggap enteng ancaman krisis pangan 2020. Presiden Jokowi pernah memberikan arahan kepada para menteri Kabinet Indonesia Maju untuk menjaga stok pangan pokok dan strategis, memastikan akses pangan bagi mereka yang terdampak covid-19. Dan, melakukan reformasi kebijakan pangan yang menyeluruh untuk perbaikan ke depan.

Menurut Guru Besar Ekonomi Pertanian Universitas Lampung Bustanil Arifin, beras selama ini masih dijadikan barometer ketersediaan pangan, walaupun Indonesia memiliki sumber karbohidarat alternatif seperti ubi kayu, ubi jalar, ganyong, gembili, sagu, dan lain-lain.

Ketersediaan pangan lokal di atas masih sangat terbatas. Apalagi, pengindustrian bahan dasar karbohidrat itu menjadi tepung belum tersedia secara masif dan pada skala komersial. Artikel ini membahas bayang-bayang atau potensi krisis pangan 2020. Dan, menawarkan kebijakan antisipasi dan mitigasi krisis pangan tersebut, jika sampai terjadi.

Krisis pangan 2020 lebih berupa melemahnya akses pangan karena perekonomian mengalami kontraksi dan daya beli menurun drastis. Harga pangan di tingkat global belum mengalami kenaikan signifi kan, karena stok pangan global masih baik, panen tidak buruk, cuaca cukup bersahabat. Dan, harga minyak global rendah, bahkan, mencapai rekor terendah sepanjang sejarah.

Beberapa komoditas pangan global mengalami lonjakan, khususnya pangan berbasis biji-bijian, seperti beras. Pangan berbasis minyak nabati bahkan mengalami penurunan, karena keterkaitan yang cukup tinggi dengan harga minyak bumi global.

Harga beras global telah merangkak naik, bahkan sudah tembus US$500/ton, karena volume perdagangan beras sudah menurun. Sebagai produsen beras utaman, Thailand, Vietnam, dan Myanmar akan memprioritaskan kebutuhan beras domestik masing-masing, baru sisanya untuk memenuhi pasar global.

Jika persoalan akses pangan (sisi permintaan) bersenyawa dengan persoalan ketersediaan (sisi penawaran), krisis pangan amat mungkin akan terjadi. Di satu sisi, akses masyarakat menengah-bawah terhadap pangan menurun drastis karena masyarakat tiba-tiba tidak dapat bekerja dan/atau kehilangan pekerjaan. Harga pangan secara riil menjadi lebih mahal, karena daya beli yang menurun, walaupun harga nominal tidak banyak berubah.

Di sisi lain, ketersediaan pangan domestik mulai bermasalah. Terutama, pangan yang berbasis impor, karena ketergantungan yang berlebihan menjadi faktor risiko tersendiri. Pemerintah wajib menghindari dua sumber transmisi krisis pangan. Setidaknya, mengupayakan secara serius agar sisi permintaan tidak terjadi bersamaan dengan sisi penawaran.

Kelalaian atau keterlambatan melakukan antisipasi krisis ini akan berdampak sosial-ekonomi dan politik lebih dahsyat karena tingkat sensitivitas pangan sangat tinggi.

Untuk menanggulangi tansmisi krisis dari sisi permintaan, pemerintah Indonesia telah mengalokasikan total anggaran Rp405 triliun untuk penanganan covid-19, walaupun tidak secara eksplisit untuk menanggulangi krisis pangan.

BERITA TERKAIT

Kejar Pajak Tambang !

    Usaha menaikkan pajak dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) seperti royalti dari perusahaan tambang batubara merupakan sebuah tekad…

Pemerintah Berutang 2 Tahun?

  Wajar jika Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan kaget saat mendengar kabar bahwa Kementerian Perdagangan belum…

Hilirisasi Strategis bagi Ekonomi

Menyimak pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2023 tumbuh sebesar 5,4 persen ditopang oleh sektor manufaktur yang mampu tumbuh sebesar 4,9…

BERITA LAINNYA DI Editorial

Kejar Pajak Tambang !

    Usaha menaikkan pajak dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) seperti royalti dari perusahaan tambang batubara merupakan sebuah tekad…

Pemerintah Berutang 2 Tahun?

  Wajar jika Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan kaget saat mendengar kabar bahwa Kementerian Perdagangan belum…

Hilirisasi Strategis bagi Ekonomi

Menyimak pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2023 tumbuh sebesar 5,4 persen ditopang oleh sektor manufaktur yang mampu tumbuh sebesar 4,9…