Oleh: Agus Yuliawan
Pemerhati Ekonomi Syariah
Pada 1 Syawal 1441 H atau 24 Mei 2020 umat Islam di seluruh dunia termasuk Indonesia melaksanakan hari raya Idul Fitri. Pemandangan Idul Fitri di tahun ini dengan tahun kemarin sangat berbeda, dimana sebelumnya diselenggarakan dengan rasa gembira dan penuh dengan suka cita, sambil dengan diiringi dengan perayaam takbir keliling dan sholat Idul Fitri di lapangn dan masjid di pagi harinya.
Namun situasi tersebut untuk sekarang ini hampir nyaris—sedikit sekali terlaksana, akibat kondisi pelaksanaan social distancing dan pembatasan sosial bersekala besar (PSBB) yang diterapkan di berbagai daerah dalam menghadapi wabah Covid–19. Sehingga dengan adanya situasi tersebut masyarakat di hari raya ini tak bisa melakukan seperti aktivitas seperti biasanya, bahkan silaturahmi antar keluarga saja disarankan melalui virtual dengan sosial media. Jelas sekali sesuatu yang tidak nyaman dan membahagiakan sama sekali dibandingkan dengan tahun–tahun sebelumnya.
Selain itu pula, roda ekonomi mudik yang selama ini mengalirkan banyak uang dari kota ke daerah dan bisa dinikmati oleh daerah, untuk tahun ini secara signifikan dimana–mana sektor mengalami seret. Terutama adalah sektor pariwisata, yang mana saat lebaran akan menambang pendapatan yang sangat besar baik dari jasa trasportasi, travel, perhotelan, restoran dan produk usaha kecil dan menengah (UKM). Di tahun ini mengalami seret dan seret.
Lantas bagaimana menyikapi keadaan yang demikian tersebut? Apakah seretnya ekonomi mudik yang terjadi saat ini menjadikan kepasrahan diri kita untuk tak berbuat sesuatu? Ide kreatif apa yang bisa dilakukan agar potensi di tengah seretnya ekonomi mudik bisa menjadi peluang untuk dikembangkan bisnis? Memang sudah banyak orang yang menyarankan ditengah situasi Covid–19 ini untuk selalu menjaga kesehatan dan daya imunitas, bahkan keselamatan jiwa itu lebih penting segalanya maka perlunya membatasi aktivitas diri.
Memang pernyataan tersebut benar sekali dan tak salah dengan pengertian kerugian atau jatuhnya bisnis yang kita miliki tak sebanding dengan keselamatan jiwa. Namun, sebagai manusia yang beriman kita harus berijtihad sekuat tenaga dan tidak dalam kepasrahan diri dalam menghadapi keadaan yang demikian. Untuk itu perlu kiat yang bisa kita lakukan di tengah kondisi yang demikian untuk memunculkan potensi bisnis.
Diantaranya adalah kita harus bisa memetakan potensi kebutuhan manusia saat ini yang paling terpenting yakni pangan, pendidikan dan kesehatan. Tiga aspek itu itu yang menjadi prioritas kebutuhan manusia baik ada krisis dan tidak, tetap saja empat potensi ekonomi tersebut akan eksis. Tinggal bagaimana diri kita mendesain bisnis tersebut secara kreatif dan elegan dengan model situasi yang terjadi saat ini.
Untuk sektor pangan, kita harus sadar bahwa kebutuhan terbesar sektor pangan Indonesia adalah paling besar dari impor dari negara lain. Situasi yang demikian bisa kita jadikan peluang bagaimana kita untuk mampu memproduksi sendiri segala kebutuhan pangan baik pertanian dan peternakan. Pendekatan ekonomi komunitas bisa kita lakukan untuk menunjang dalam membangun bisnis di sektor pangan tersebut dan peluang ini sangat besar untuk beberapa tahun ke depan, di tengah negara lain juga disibukkan dengan penguatan internal mereka sendiri.
Mau tidak mau dalam rentang sekian tahun jika kita ingin fokus mampu memproduksi pangan sendiri pasti out putnya akan terserap di dalam negeri dan itu sangat besar kebutuhannya. Maka dari itu tata kelola dalam mengembangkan bisnis sektor pangan tersebut harus dikelelola secara benar mulai dari produksi, distribusi dan konsumsinya. Begitu pula di sektor pendidikan, mau tak mau harus berubah metodologi pengajarannya dan harus kompetitif jika ingin memenangkan bisnis di pendidikan dalam situasi saat ini.
Penggunaan perangkat teknologi online dengan sistem daring harus dikemas secara baik tanpa mengurangi tujuan dari pendidikan itu sendiri. Maka dari itu pengelolaan manajemen yang baik dengan tetap mengedepankan effisiensi menjadi strategi bisnis pendidikan yang kompetitif. Hal yang sama untuk sektor kesehatan menjadi potensi peluang bisnis, meskipun daya prediksi kemampuan masyarakat daya belinya rendah. Namun program bantuan kesehatan pemerintah dan swasta bisa untuk menangkap peluang bisnis di sektor kesehaan ini, begitu juga obat–obatan dan alat kesehatan akan melengkapinya. Untuk itu penguatan pelayanan bisnis kesehatan perlu ditingkatkan jika ingin bersaing di bisnis ini.
Oleh: Prof. Dr. Didik Rachbini Guru Besar Ilmu Ekonomi, Ekonom Pendiri Indef Serangan mengejutkan dari Iran sebagai…
Oleh: Suahasil Nazara Wakil Menteri Keuangan Sebagai upaya untuk memperkuat aksi iklim, Indonesia memainkan peran penting melalui kepemimpinan pada Koalisi…
Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi melaporkan kepada Presiden Joko…
Oleh: Prof. Dr. Didik Rachbini Guru Besar Ilmu Ekonomi, Ekonom Pendiri Indef Serangan mengejutkan dari Iran sebagai…
Oleh: Suahasil Nazara Wakil Menteri Keuangan Sebagai upaya untuk memperkuat aksi iklim, Indonesia memainkan peran penting melalui kepemimpinan pada Koalisi…
Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi melaporkan kepada Presiden Joko…