Bertahan di Tengah Pandemi, UMKM Libur Bayar Pajak

 

Oleh: Edmalia Rohmani, Staf Ditjen Pajak

Dari sejarah kita mengetahui bahwa Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) adalah penyelamat bangsa di tengah krisis ekonomi dunia tahun 1998 dan 2008. Namun, kondisi tersebut berbeda dengan saat ini, di mana wabah COVID-19 menjadi penyebab merosotnya ekonomi. Angka pengangguran dan kemiskinan melonjak, mengakibatkan turunnya daya beli masyarakat dan berimbas pada menurunnya omzet UMKM. Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pun turut melemahkan UMKM, karena sebagian besar belum beralih ke sistem daring (online) dan masih mengandalkan transaksi secara fisik atau tatap muka.

Untuk mencegah makin terpuruknya perekonomian UMKM, pemerintah telah menerbitkan aturan relaksasi pajak bagi UMKM yang terdampak ekonomi akibat wabah COVID-19. Hal ini tertuang dalam PMK-44/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019 yang terbit tanggal 27 April 2020.

Beleid ini memberikan fasilitas berupa insentif Pajak Penghasilan (PPh) Final Ditanggung Pemerintah (DTP) bagi wajib pajak UMKM selama Masa Pajak April sampai dengan September 2020. Skema pajak DTP adalah pajak terutang yang dibayar oleh pemerintah dengan pagu anggaran yang telah ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang mengenai APBN.

Secara sederhana, wajib pajak UMKM tidak perlu menyetorkan pajak atau dipotong PPh Final oleh pemungut/pemotong sebesar tarif 0,5% dari omzet transaksi dengan mekanisme tertentu. Dengan mekanisme ini, wajib pajak akan menerima penghasilan secara utuh sebab pajak yang seharusnya disetorkan ke kas negara langsung dikembalikan ke kantong wajib pajak UMKM. Dengan demikian, wajib pajak dapat menggunakan dana tersebut untuk menambah modal dan menggerakkan usahanya.

Syarat Insentif

Untuk mendapatkan fasilitas tersebut, wajib pajak UMKM harus mengajukan permohonan Surat Keterangan PP 23 sesuai PMK-44/PMK.03/2020 melalui situs www.pajak.go.id. Untuk memanfaatkan fasilitas untuk Masa Pajak April 2020, wajib pajak harus sudah memasukkan permohonan secara daring paling lambat tanggal 20 Mei 2020.

Wajib pajak UMKM yang sebelumnya telah memiliki Surat Keterangan PP 23 baik secara sistem maupun manual sebelum diterbitkannya PMK ini, tetap harus mengajukan Surat Keterangan PP 23 sesuai PMK-44/PMK.03/2020. Setelah Surat Keterangan PP 23 dimiliki, wajib pajak UMKM telah diperbolehkan untuk menggunakan fasilitas PPh Final DTP. Wajib pajak juga harus menyerahkan salinan Surat Keterangan tersebut kepada lawan transaksi yang bertindak sebagai pemotong/pemungut agar tidak dilakukan pemotongan atau pemungutan PPh Final.

Syarat lain agar wajib pajak UMKM berhak mendapatkan fasilitas ini adalah harus menyampaikan laporan realisasi pemanfaatan insentif PPh Final DTP untuk setiap masa pajak paling lambat tanggal 20 setelah Masa Pajak berakhir. Untuk Masa Pajak April 2020, laporan realisasi disampaikan paling lambat tanggal 20 Mei 2020.

Surat Keterangan PP 23 harus sudah dimiliki wajib pajak UMKM paling lambat sebelum penyampaian laporan realisasi. Apabila wajib pajak telah memenuhi semua persyaratan tersebut, maka kewajiban penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh Final UMKM dianggap telah dipenuhi. Bila tidak ada peredaran usaha dalam bulan tertentu, wajib pajak tidak wajib melaporkan SPT Masa PPh Final UMKM.

Perlu Diperhatikan

Selain memperhatikan persyaratan di atas, ada satu hal yang perlu menjadi perhatian wajib pajak UMKM yaitu batasan omzet yang digunakan sebagai dasar diperbolehkannya menggunakan fasilitas ini. Menurut UU Nomor 20/2008 tentang UMKM, jenis usaha dalam UMKM dikategorikan berdasarkan aset yang dimiliki dan omzet atau peredaran usaha dalam periode satu tahun.

Usaha Mikro adalah usaha yang mempunyai aset maksimal Rp50 juta dan omzet setahun maksimal Rp300 juta; Usaha Kecil adalah usaha yang mempunyai aset Rp50-500 juta dan omzet setahun Rp300 juta-Rp2,5 miliar; Sedangkan Usaha Menengah adalah usaha yang mempunyai aset Rp500 juta-Rp10 miliar dan omzet setahun Rp2,5-10 miliar.

Dari kategori di atas, terdapat sedikit perbedaan pengertian dengan istilah UMKM menurut PP 23 Tahun 2018 yaitu usaha yang mempunyai omzet setahun maksimal Rp4,8 miliar, dilihat dari omzet tahun terakhir. Sehingga, hanya pengusaha yang omzetnya tidak melebihi nilai tersebut di tahun 2019 yang dapat mengajukan permohonan insentif UMKM sesuai PMK-44/PMK.03/2020.

Setelah lebih dari sepekan berlalu sejak PMK ini diundangkan, terdapat beberapa hal yang perlu menjadi perhatian. Pertama, masih terdapat wajib pajak UMKM yang belum mengetahui insentif tersebut. Kedua, beberapa wajib pajak merasa kesulitan mendapatkan informasi terkait fasilitas ini karena ditiadakannya layanan tatap muka di seluruh Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Ketiga, sebagian dari mereka belum memahami mekanisme pengajuan surat secara daring karena tingkat literasi digital yang rendah.

Untuk mengatasi tantangan tersebut, selain memperbanyak sosialisasi melalui media cetak dan elektronik, DJP akan mengirim email blast kepada 2,1 juta wajib pajak UMKM. Selain itu, beberapa unit kerja DJP telah berinisiatif mengadakan kelas pajak secara daring menggunakan aplikasi khusus.

DJP juga telah menambah layanan melalui aplikasi Whatsapp menjadi sepuluh nomor di tiap KPP untuk mengoptimalkan saluran informasi bagi wajib pajak UMKM. Wajib pajak dapat mengakses situs www.pajak.go.id/id/unit-kerja untuk mendapatkan informasi nomor layanan tersebut. Untuk meningkatkan literasi digital wajib pajak UMKM, penambahan konten informasi seperti tutorial pengajuan Surat Keterangan PP 23 atau pelaporan realisasi perlu dibuat dan disosialisasikan.

UMKM adalah tulang punggung perekonomian negara. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) per Desember 2018, kontribusi sektor UKM terhadap produk domestik bruto mencapai 60%. Data di Kementerian Koperasi dan UKM RI (2017) menyebutkan jumlah UMKM sebanyak 62,9 juta unit atau 99,99% dari total pelaku usaha di Indonesia. Selain itu, UMKM menyerap sekitar 97% tenaga kerja nasional.

Dengan memanfaatkan fasilitas libur bayar pajak selama enam bulan, diharapkan UMKM akan tetap bertahan menghadapi badai krisis ekonomi akibat wabah COVID-19 dan kembali menjadi penyelamat perekonomian rakyat.

BERITA TERKAIT

Putusan MK Mengikat dan Final, Semua Pihak Harus Lapang Dada

  Oleh : Arizka Dwi, Pemerhati Sosial Politik   Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyelesaikan sidang sengketa hasil pemilihan presiden dan…

Kebijakan dan Nasib Ekonomi di Tengah Ketegangan Perang Global

  Pengantar: Sebuah diskusi publik kalangan ekonom perempuan yang diselenggarakan Indef yang berlangsung di Jakarta, belum lama ini, menampilkan Pembicara:…

Ketahanan Ekonomi Indonesia Solid Tak Terdampak Konflik di Timur Tengah

    Oleh: Eva Kalyna Audrey, Analis Geopolitik   Kalangan pakar mengungkapkan bahwa ketahanan ekonomi Indonesia sangat solid dan bahkan…

BERITA LAINNYA DI Opini

Putusan MK Mengikat dan Final, Semua Pihak Harus Lapang Dada

  Oleh : Arizka Dwi, Pemerhati Sosial Politik   Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyelesaikan sidang sengketa hasil pemilihan presiden dan…

Kebijakan dan Nasib Ekonomi di Tengah Ketegangan Perang Global

  Pengantar: Sebuah diskusi publik kalangan ekonom perempuan yang diselenggarakan Indef yang berlangsung di Jakarta, belum lama ini, menampilkan Pembicara:…

Ketahanan Ekonomi Indonesia Solid Tak Terdampak Konflik di Timur Tengah

    Oleh: Eva Kalyna Audrey, Analis Geopolitik   Kalangan pakar mengungkapkan bahwa ketahanan ekonomi Indonesia sangat solid dan bahkan…