Teka Teki Fiskal, Moneter dan Mengelola Cashflow

Pemerhati Ekonomi dan Industri, Fauzi Aziz

 Fiskal dan moneter ibarat anak sepupu dan cucu dari kebijakan makro ekonomi. Bapaknya si fiskal adalah kementerian keuangan dan ayahnya si moneter adalah bank sentral. Dua anak sepupu ini pintar dan sayang pada eyangnya. Tugas kedua cucu ini berat sekali, yaitu untuk meningkatkan stabilitas ekonomi, pertumbuhan, dan kesejahtraan rakyat.

Ibarat dua anak sepupu ini pintar sekali, membantu eyang kakungnya membangun kebijakan -kebijakan makro ekonomi untuk menjawab 6 tantangan, yakni:  1).menangani inflasi. 2)  menstimulasi investasi modal. 3)  mengelola nilai tukar mata uang asing. 4).mengelola kebijakan fiskal. 5)  menangani pengangguran 6)  menangani dampak atau kejutan-kejutan eksternal yang mengancam stabilitas ekonomi, pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Saat ini beban tugas yang paling berat dipikul adalah menangani kesehatan akibat penyeberan virus covid-19 yang telah menjadi pandemi global, dan ancaman terjadinya krisis ekonomi.

Eyang dan kedua cucunya tidak pernah tidur agar tugasnya dapat berhasil dengan baik dan bermanfaat bagi masyarakat bangsa dan NKRI. Penulis melihat bahwa mereka nampaknya kebingungan cost recoverynya mau dibayar pakai apa?. Patut diduga terjadi defisit finansial yang sangat besar akibat pertumbuhan suplai uang terbatas. Atau tengah mengalami aliran uang yang masuk dan yang keluar sangat tidak berimbang, yang keluar jauh lebih besar.

Ngeri-ngeri sedapnya adalah terjadi Defisit Neraca Pembayaran.Soal ini kita tunggu rilis BI terkait dengan neraca transaksi berjalan (1), neraca modal ( 2), dan neraca cadangan (3). Yang sangat rentan biasanya neraca (1 dan 2). Dan jika posisinya tidak baik, maka akhirnya mukul neraca cadangan juga. Saat ini cadangan devisa yang sudah dirilis BI sekitar USD 121 miliar, sebelumnya masih sekitar USD 130,4 milliar. Berarti sudah terpakai sekitar USD 9,4 miliar yang biasanya dipakai untuk bayar utang dan intervensi untuk menjaga stabili nilai tukar dalam kurun 2 bulanan terakhir dan membiayai impor.

Kita tidak tahu berapa sebenarnya kebutuhan likuiditas untuk dua krisis yang maha berat ini. Pemerintah baru mengalokasikan Rp 405,1 triliun atau sekitar 16% dari total APBN 2020 sebelum revisi. Penggunaannya untuk berbagai kebutuhan. Menurut KADIN Indonesia , kebutuhan dana kontijennya adalah sekitar Rp 1.600 triliun.

Sumber dari dalam negeri nampak sulit didapatkan untuk mengawali pemulihan hingga tahap benar-benar pulih. Karena itu, pemerintah menerbitkan global bond dalam denominasi dolar AS sebesar USD 4,3 miliar dengan tenor 10 hingga 50 tahun. Sementara itu, BI mendapat dana repoline atas kerjasama dengan The fed AS senilai USD 60 miliar yang akan dipakai saat diperlukan.

Jika global bond tersebut laris manis, Indonesia akan dapat dana tambahan untuk APBN sebesar Rp 68,8 triliun sebagai dana siaga( stand by loan). Tapi semudah itukah?, wong yang mau jualan saja mengatakan bahwa tidwk ada satupun negara di Asia yang mau masuk ke global bond karena volatilitas dan gejolaknya sangat besar.

Berarti melawan arus dong?  atau bondo nekad?, atau filling bisnisnya pemegang otoritas fiskal Indonesia yang ciamik? atau sebelumnya udah ada komitmen dari investor institusi yang mau borong asal syarat rukunnya dapat dipenuhi oleh penjual, misal berani bayar kupon di atas harga rata-rata. Tak tahulah awak, tapi tak mungkinlah kalau bonek.

BI juga punya stand by loan sebesar USD 60 milliar atau setara dengan Rp 960 triliun dari The Fed AS (kurs Rp 16.000). Lumayan besar. Gubernur BI di depan awak media mengatakan bahwa repoline  tidak serta merta menambah cadangan devisa karena bentuknya repo dan akan dipakai saat dibutuhkan.

BERITA TERKAIT

Kolaborasi Hadapi Tantangan Ekonomi

Oleh: Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan Proses transisi energi yang adil dan terjangkau cukup kompleks. Untuk mencapai transisi energi tersebut,…

Dunia Kepelautan Filipina

  Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin)   Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…

Dilemanya LK Mikro

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Kehadiran lembaga keuangan (LK) mikro atau lembaga keuangan mikro syariah (LKM/LKMS) dipandang sangat strategis.…

BERITA LAINNYA DI

Kolaborasi Hadapi Tantangan Ekonomi

Oleh: Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan Proses transisi energi yang adil dan terjangkau cukup kompleks. Untuk mencapai transisi energi tersebut,…

Dunia Kepelautan Filipina

  Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin)   Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…

Dilemanya LK Mikro

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Kehadiran lembaga keuangan (LK) mikro atau lembaga keuangan mikro syariah (LKM/LKMS) dipandang sangat strategis.…