Pahami Pancasila Jangan Berhenti Pada Pembukaan UUD 1945
NERACA
Jakarta - Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) mengingatkan bahwa upaya pemahaman terhadap Pancasila tidak cukup berhenti sebatas pada Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
"Itulah tantangan kita bersama, masih banyak intelektual kita yang belum paham sehingga seolah-olah Pancasila berhenti hanya pada Pembukaan UUD 1945," kata Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BPIP Prof Hariyono, di Jakarta, Senin (9/12).
Hal tersebut disampaikannya usai penandatanganan nota kesepahaman antara BPIP dan Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) untuk bekerja sama dalam upaya pembumian Pancasila.
Kalau memahami Pancasila berhenti pada Pembukaan UUD 1945, kata dia, penjelasan atas istilah Pancasila di Pembukaan UUD 1945 saja tidak ada.
Menurut dia, pemahaman konstitusi harus diikuti dengan pemahaman ideologi sehingga pembangunan tidak hanya harus konstitusional, tetapi juga ideologis.
"Untuk (Pancasila sebagai) ideologi itulah hanya kita temukan dalam proses sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK) sehingga bukan hanya sidang PPKI," ucapnya.
Seiring dengan itu, Hariyono juga mempertanyakan indikator dan parameter yang digunakan terhadap pernyataan bahwa Presiden tidak tahu Pancasila, dan sebagainya."Sebagaimana dijelaskan Presiden sendiri dalam presidential lecture itu jelas bahwa setiap kebijakan dan regulasi harus sesuai dengan nilai-nilai Pancasila," tuturnya.
"Itu kan berarti paham Pancasila. Bukan hanya sekadar hafal Pancasila," ujar Guru Besar Universitas Negeri Malang itu menegaskan.
Bahwa Pancasila sebagai sebuah idealitas yang masih ada kesenjangan dengan realitas, Hariyono mengakui, tetapi itulah yang menjadi tugas bersama untuk mewujudkannya secara ideal."Bahwa kemudian tantangannya, kenapa masih ada penarikan dari rakyat, dan sebagainya, ya, karena kas dari negara kita belum mencukupi. Bahwa Pancasila belum maksimal pengamalannya, itu tugas bersama," katanya.
BPIP bekerja sama dengan Lemhannas untuk mengkaji aspek-aspek Pancasila sesuai dengan konteks kekinian sebagai upaya membumikan Pancasila."Lemhannas kan memiliki tugas dan fungsi yang tidak jauh berbeda dengan BPIP, yakni bagaimana menjaga pertahanan nasional, salah satunya Pancasila," kata Hariyono.
Menurut dia, Lemhannas sebagai lembaga yang sarat dengan kegiatan-kegiatan pengkajian akan digandeng untuk melalukan kajian bersama terhadap Pancasila."Sebagai lembaga yang penuh dengan kajian, Lemhannas juga mengkaji aspek-aspek Pancasila sesuai konteks kekinian, perkembangan zaman agar tidak terjadi distorsi," katanya.
Dengan kajian yang dilakukan BPIP dan Lemhannas, kata dia, Pancasila, mulai kelahirannya hingga konsep Pancasila sebagai dasar negara diberikan narasi yang cukup."Dengan narasi yang cukup, tidak ada lagi pandangan bahwa Pancasila bertentangan dengan agama atau Pancasila ingin menggantikan agama," katanya.
Ia mencontohkan selama ini di publik masih ada beragam persepsi tentang kelahiran Pancasila sehingga penting bagi BPIP menggandeng Lemhannas untuk melakukan sosialisasi. Selain itu, Hariyono mengakui BPIP masih belum memiliki sumber daya manusia (SDM) yang cukup sehingga perlu menggandeng lembaga negara lain, yakni Lemhannas.
"Jadi, ada kesempatan bagaimana sosialisasi Pancasila dilakukan bersama-sama. BPIP dan Lemhannas saling bersinergi, saling memberikan dukungan," katanya.
Sementara itu, Gubernur Lemhannas Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo mengapresiasi positif kerja sama yang dijalin dengan BPIP dalam upaya membumikan Pancasila. Ke depan, Agus berharap relasi yang terjalin kedua pihak bisa lebih erat dan semakin banyak kerja sama yang terlaksana. Ant
NERACA Jakarta - Ketua Umum Persatuan Umat Buddha Indonesia (Permabudhi) Philip Kuntjoro Widjaja mengatakan bahwa moderasi beragama antar lintas agama…
NERACA Jakarta - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menyebutkan bahwa program Silaturahmi Kebangsaan merupakan pendekatan humanis yang sangat relevan dalam…
NERACA Semarang - Pakar ilmu komunikasi dari Carleton University, Canada Prof. Merlyna Lim mengingatkan bahwa media sosial (medsos) dalam kenyataannya…
NERACA Jakarta - Ketua Umum Persatuan Umat Buddha Indonesia (Permabudhi) Philip Kuntjoro Widjaja mengatakan bahwa moderasi beragama antar lintas agama…
NERACA Jakarta - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menyebutkan bahwa program Silaturahmi Kebangsaan merupakan pendekatan humanis yang sangat relevan dalam…
NERACA Semarang - Pakar ilmu komunikasi dari Carleton University, Canada Prof. Merlyna Lim mengingatkan bahwa media sosial (medsos) dalam kenyataannya…