Optimis Ekonomi 2020 Tpumbuh di Atas 5,3% - Optimis Ekonomi 2020 Tumbuh di Atas 5,3%

Optimis Ekonomi 2020 Tumbuh di Atas 5,3%
Pemerintah optimis pertumbuhan ekonomi  akan tumbuh sesuai dengan target APBN 2020 sebesar 5,3 persen bahkan diproyeksi melebihi angka itu setelah Omnibus Law rampung yang diharapkan memudahkan invesasi. "Investasi akan meningkat dengan adanya Omnibus Law cipta lapangan kerja dan Undang-Undang Perpajakan," kata Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Iskandar Simorangkir dalam seminar nasional Indef di Jakarta.
Selain karena Omnibus Law, optimis terhadap pertumbuhan ekonomi sesuai target juga didorong konflik dagang antara Amerika Serikat dan China sudah mereda.
Dengan kondisi itu, ia yakin permintaan global akan kembali naik sehingga mendorong ekspor Indonesia.
Selama ini, perang dagang di antara dua negara dengan ekonomi besar itu menjadi salah satu biang yang mendorong perlambatan ekonomi global.
Indikator lainnya, lanjut dia, hingga Oktober 2019 terdapat 45 investor yang disetujui untuk mendapatkan fasilitas pembebasan pajak atau tax holiday dengan nilai rencana investasi mencapai Rp525 triliun.
Program pembebasan pajak tersebut akan mendongkrak pertumbuhan ekonomi Indonesia. Untuk itu, Iskandar tidak yakin dengan proyeksi beberapa pengamat ekonomi termasuk Indef yang menyebutkan pertumbuhan ekonomi RI tahun 2020 akan menurun mencapai 4,8 persen. "Kalau (pertumbuhan ekonomi) 4,8 persen itu kita sudah resesi. Dengan pengalaman masa lalu, bahkan tahun 2008-2009 kita bisa tumbuh 4,88 persen, padahal parah waktu itu, apalagi sekarang tidak ada tanda konsumsi melemah," imbuhnya.
Sementara Institute for Development of Economics and Finance (Indef) memproyeksikan ekonomi Indonesia akan tumbuh melambat pada 2020 yakni 4,8 persen karena masih dibayangi tantangan dari sisi global dan domestik. "Kami melihat dari segi faktor ekspor menurun, jalur transmisi untuk investasi sepertinya tidak menikmati kenaikan," kata Direktur Riset Indef Berly Martawardaya dalam seminar nasional proyeksi ekonomi RI di Kuningan, Jakarta Selatan.
Menurut dia, proyeksi itu lebih rendah dibandingkan target yang dipatok pemerintah dalam APBN 2020 sebesar 5,3 persen yang, menurut Indef, tidak mudah untuk dicapai.
Menurut Indef, tantangan global ditandai dengan penurunan pertumbuhan ekonomi bahkan menuju resesi global. Kemudian, tantangan lainnya yakni perang dagang antara Amerika Serikat dan China yang masih berkelanjutan dan masih minim kepastian. Gejolak tersebut memberi imbas terhadap pertumbuhan dan perdagangan dunia.
Indef mencermati permintaan ekspor melambat terutama komoditas yang diikuti penurunan investasi langsung. Hubungan dagang Jepang dan Korea Selatan yang memanas juga mempengaruhi prospek ekonomi di kawasan Asia. Sedangkan untuk tantangan dalam negeri, Indef mencermati persoalan defisit neraca transaksi berjalan, menurunnya laju ekspor dan investasi serta peringkat kemudahan berusaha yang stagnan.
Rencana kenaikan barang dan jasa yang harganya ditentukan pemerintah juga menjadi tantangan utama dalam menjaga daya beli masyarakat.
Sebesar 56 persen pertumbuhan ekonomi Indonesia selama ini didorong oleh kinerja konsumsi rumah tangga.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pertumbuhan ekonomi RI tahun ini mulai melambat pada kuartal pertama mencapai 5,07 persen. Kemudian pada triwulan kedua dan ketiga 2019 kembali melambat berturut-turut masing-masing mencapai 5,05 persen dan 5,02 persen. 
Ekonomi Berfluktuasi
Sementara akademisi Universitas Indonesia (UI) Prof Ari Kuncoro memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2020 berpotensi masih mengalami fluktuasi dengan proyeksi mencapai 5,1-5,2 persen karena masih dipengaruhi sentimen global seperti perang dagang dan situasi politik di Amerika Serikat. "Akan ada perbaikan dan pemulihan sampai triwulan kedua, tapi kemudian (investor) lagi- lagi wait and see," kata Ari Kuncoro yang juga Dekan Fakultas Ekonomi Bisnis UI di Depok, Jawa Barat.
Salah satu indikatornya adalah, menurut dia, isu pemakzulan Presiden Donald Trumo yang masih dibahas oleh DPR setempat.
Apabila pemakzulan tersebut terjadi, Rektor UI Terpilih periode 2019-2024 itu menambahkan kemungkinan besar perang dagang dengan China akan mereda sehingga peluang peningkatan ekspor bisa digenjot. Namun, hal itu masih belum bisa dipastikan karena situasi yang berkembang cepat.
Untuk itu, ia mendorong pemerintah segera merealisasikan proyek-proyek kawasan industri termasuk belanja untuk investasi sektor infrastruktur.
Realisasi tersebut diharapkan turut mendorong konsumsi rumah tangga yang selama ini sudah berkontribusi sebesar 56 persen untuk pertumbuhan ekonomi RI.
Amerika Serikat merupakan salah satu pangsa pasar utama ekspor Indonesia, setelah China dan negara lainnya.
Sementara itu, terkait proyeksi lainnya, ia tidak sependapat dengan perkiraan beberapa pengamat yang menyebutkan pertumbuhan ekonomi RI 2020 akan berada pada kisaran 4,8-4,9 persen.
Angka pertumbuhan pesimis itu, lanjut dia, sempat terjadi sekitar tahun 2015-2016 ketika Indonesia sebagian mengandalkan harga komoditas yang saat itu mengalami anjlok.
Begitu juga dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi RI versi pemerintah yang ditarget mencapai 5,3 persen tahun 2020, dinilai tinggi.
Terkait pertumbuhan tahun 2019 yang masih berkisar lima persen namun cenderung melambat disebabkan karena investor masih menahan investasi.
Hal itu, lanjut dia, dilakukan sebagai imbas perang dagang yang memicu terjadinya resesi ekonomi di sejumlah negara.
Begitu juga untuk konsumsi rumah tangga, sebagian belanja masih barang yang tidak tahan lama sehingga kualitas pengeluaran tidak begitu baik. "Yang laling kelihatan di triwulan ketiga bulan Oktober 2019, investasi turun dari pertumbuhan 5,01 persen pada triwulan kedua menjadi 4,21 persen. Padahal kalau dilihat mereka (investor) sudah mulai beli, tapi uangnya mereka pindah ke rekening giro, itu belanja tapi ditahan," katanya. (ant)

 

Pemerintah optimis pertumbuhan ekonomi  akan tumbuh sesuai dengan target APBN 2020 sebesar 5,3 persen bahkan diproyeksi melebihi angka itu setelah Omnibus Law rampung yang diharapkan memudahkan invesasi. "Investasi akan meningkat dengan adanya Omnibus Law cipta lapangan kerja dan Undang-Undang Perpajakan," kata Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Iskandar Simorangkir dalam seminar nasional Indef di Jakarta.

Selain karena Omnibus Law, optimis terhadap pertumbuhan ekonomi sesuai target juga didorong konflik dagang antara Amerika Serikat dan China sudah mereda.

Dengan kondisi itu, ia yakin permintaan global akan kembali naik sehingga mendorong ekspor Indonesia.

Selama ini, perang dagang di antara dua negara dengan ekonomi besar itu menjadi salah satu biang yang mendorong perlambatan ekonomi global.

Indikator lainnya, lanjut dia, hingga Oktober 2019 terdapat 45 investor yang disetujui untuk mendapatkan fasilitas pembebasan pajak atau tax holiday dengan nilai rencana investasi mencapai Rp525 triliun.

Program pembebasan pajak tersebut akan mendongkrak pertumbuhan ekonomi Indonesia. Untuk itu, Iskandar tidak yakin dengan proyeksi beberapa pengamat ekonomi termasuk Indef yang menyebutkan pertumbuhan ekonomi RI tahun 2020 akan menurun mencapai 4,8 persen. "Kalau (pertumbuhan ekonomi) 4,8 persen itu kita sudah resesi. Dengan pengalaman masa lalu, bahkan tahun 2008-2009 kita bisa tumbuh 4,88 persen, padahal parah waktu itu, apalagi sekarang tidak ada tanda konsumsi melemah," imbuhnya.

Sementara Institute for Development of Economics and Finance (Indef) memproyeksikan ekonomi Indonesia akan tumbuh melambat pada 2020 yakni 4,8 persen karena masih dibayangi tantangan dari sisi global dan domestik. "Kami melihat dari segi faktor ekspor menurun, jalur transmisi untuk investasi sepertinya tidak menikmati kenaikan," kata Direktur Riset Indef Berly Martawardaya dalam seminar nasional proyeksi ekonomi RI di Kuningan, Jakarta Selatan.

Menurut dia, proyeksi itu lebih rendah dibandingkan target yang dipatok pemerintah dalam APBN 2020 sebesar 5,3 persen yang, menurut Indef, tidak mudah untuk dicapai.

Menurut Indef, tantangan global ditandai dengan penurunan pertumbuhan ekonomi bahkan menuju resesi global. Kemudian, tantangan lainnya yakni perang dagang antara Amerika Serikat dan China yang masih berkelanjutan dan masih minim kepastian. Gejolak tersebut memberi imbas terhadap pertumbuhan dan perdagangan dunia.

Indef mencermati permintaan ekspor melambat terutama komoditas yang diikuti penurunan investasi langsung. Hubungan dagang Jepang dan Korea Selatan yang memanas juga mempengaruhi prospek ekonomi di kawasan Asia. Sedangkan untuk tantangan dalam negeri, Indef mencermati persoalan defisit neraca transaksi berjalan, menurunnya laju ekspor dan investasi serta peringkat kemudahan berusaha yang stagnan.

Rencana kenaikan barang dan jasa yang harganya ditentukan pemerintah juga menjadi tantangan utama dalam menjaga daya beli masyarakat.

Sebesar 56 persen pertumbuhan ekonomi Indonesia selama ini didorong oleh kinerja konsumsi rumah tangga.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pertumbuhan ekonomi RI tahun ini mulai melambat pada kuartal pertama mencapai 5,07 persen. Kemudian pada triwulan kedua dan ketiga 2019 kembali melambat berturut-turut masing-masing mencapai 5,05 persen dan 5,02 persen. 


Ekonomi Berfluktuasi


Sementara akademisi Universitas Indonesia (UI) Prof Ari Kuncoro memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2020 berpotensi masih mengalami fluktuasi dengan proyeksi mencapai 5,1-5,2 persen karena masih dipengaruhi sentimen global seperti perang dagang dan situasi politik di Amerika Serikat. "Akan ada perbaikan dan pemulihan sampai triwulan kedua, tapi kemudian (investor) lagi- lagi wait and see," kata Ari Kuncoro yang juga Dekan Fakultas Ekonomi Bisnis UI di Depok, Jawa Barat.

Salah satu indikatornya adalah, menurut dia, isu pemakzulan Presiden Donald Trumo yang masih dibahas oleh DPR setempat.

Apabila pemakzulan tersebut terjadi, Rektor UI Terpilih periode 2019-2024 itu menambahkan kemungkinan besar perang dagang dengan China akan mereda sehingga peluang peningkatan ekspor bisa digenjot. Namun, hal itu masih belum bisa dipastikan karena situasi yang berkembang cepat.

Untuk itu, ia mendorong pemerintah segera merealisasikan proyek-proyek kawasan industri termasuk belanja untuk investasi sektor infrastruktur.

Realisasi tersebut diharapkan turut mendorong konsumsi rumah tangga yang selama ini sudah berkontribusi sebesar 56 persen untuk pertumbuhan ekonomi RI.

Amerika Serikat merupakan salah satu pangsa pasar utama ekspor Indonesia, setelah China dan negara lainnya.

Sementara itu, terkait proyeksi lainnya, ia tidak sependapat dengan perkiraan beberapa pengamat yang menyebutkan pertumbuhan ekonomi RI 2020 akan berada pada kisaran 4,8-4,9 persen.

Angka pertumbuhan pesimis itu, lanjut dia, sempat terjadi sekitar tahun 2015-2016 ketika Indonesia sebagian mengandalkan harga komoditas yang saat itu mengalami anjlok.

Begitu juga dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi RI versi pemerintah yang ditarget mencapai 5,3 persen tahun 2020, dinilai tinggi.

Terkait pertumbuhan tahun 2019 yang masih berkisar lima persen namun cenderung melambat disebabkan karena investor masih menahan investasi.

Hal itu, lanjut dia, dilakukan sebagai imbas perang dagang yang memicu terjadinya resesi ekonomi di sejumlah negara.

Begitu juga untuk konsumsi rumah tangga, sebagian belanja masih barang yang tidak tahan lama sehingga kualitas pengeluaran tidak begitu baik. "Yang laling kelihatan di triwulan ketiga bulan Oktober 2019, investasi turun dari pertumbuhan 5,01 persen pada triwulan kedua menjadi 4,21 persen. Padahal kalau dilihat mereka (investor) sudah mulai beli, tapi uangnya mereka pindah ke rekening giro, itu belanja tapi ditahan," katanya. (ant)

BERITA TERKAIT

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…

BERITA LAINNYA DI

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…