Pelajaran Penting Perjalanan Ekonomi 2019

Pelajaran Penting Perjalanan Ekonomi 2019
Bank sentral akan melanjutkan kebijakan akomodatif yang telah diambil pada 2019 dengan mencermati kondisi domestik dan global
Neraca
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyampaikan terdapat tiga pelajaran penting dalam perjalanan ekonomi 2019 yang dapat dipetik sebagai strategi dalam menghadapi penurunan globalisasi dan meningkatnya digitalisasi. Tujuannya, untuk memperkuat ketahanan dan mendorong pertumbuhan ekonomi menuju Indonesia maju ke depan.
Pertama, kata Perry, Sinergi bauran kebijakan makroekonomi dan sistem keuangan yang diperkuat untuk ketahanan ekonomi nasional.
Kedua, Transformasi ekonomi ditingkatkan agar pertumbuhan lebih tinggi melalui pengembangan sumber pertumbuhan dari dalam negeri dengan fokus pada industri manufaktur dan pengembangan pariwisata.
Ketiga, Inovasi dalam ekonomi dan keuangan digital yang didorong untuk memperkuat daya saing dan kepentingan nasional serta mempersempit kesenjangan masyarakat.
Perry Warjiyo mengatakan pada 2020, BI akan memperluas kebijakan makroprudensial yang akomodatif untuk pengembangan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dan sektor prioritas termasuk ekspor dan pariwisata. Pendalaman pasar uang akan terus diakselerasi dan instrumen keuangan didorong untuk pembiayaan infrastruktur ramah lingkungan salah satunya Green Bond bersama pemerintah dan OJK.
Selain itu, sistem pembayaran juga diperluas melalui elektronifikasi penyaluran program sosial, moda transportasi dan operasi keuangan pemerintah di berbagai daerah. Sistem kliring nasional akan diperkuat sehingga menjadi lebih besar, cepat dan murah, termasuk meningkatkan interkoneksi gerbang pembayaran nasional. "Bank sentral akan melanjutkan kebijakan akomodatif yang telah diambil pada 2019 dengan mencermati kondisi domestik dan global," kata Gubernur BI.
Pertemuan Tahunan BI diselenggarakan rutin setiap akhir tahun untuk menyampaikan pandangan BI mengenai kondisi perekonomian terkini, tantangan dan prospek ke depan, serta arah kebijakan BI. Paparan ini sebagai wujud akuntabilitas dan transparansi Bank Indonesia.
Pertemuan itu dihadiri oleh Presiden Joko Widodo, pimpinan lembaga negara, menteri kabinet kerja, gubernur kepala daerah, pimpinan perbankan dan korporasi nonbank, akademisi, pengamat ekonomi, serta perwakilan sejumlah lembaga internasional. Tema yang diangkat dalam PTBI 2019 adalah "Sinergi, Transformasi, dan Inovasi : Menuju Indonesia Maju".
Sementara itu, Rapat Dewan Komisioner (RDK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai stabilitas sektor jasa keuangan akhir November 2019 dalam kondisi terjaga, dengan intermediasi sektor jasa keuangan tetap tumbuh positif, sementara profil risiko industri jasa keuangan terpantau terkendali di tengah pelambatan ekonomi global.
Pelambatan pertumbuhan ekonomi global dan kondisi geopolitik, seperti perang dagang dan Brexit masih menjadi sentimen utama yang mewarnai perkembangan pasar keuangan global. Sementara itu, kebijakan dovish oleh beberapa bank sentral negara maju berpengaruh positif terhadap likuiditas global, terutama emerging markets, termasuk Indonesia, kata Deputi Komisioner Hubungan Masyarakat dan Manajemen Strategis OJK Anto Prabowo dalam keterangannya di Jakarta.
Anto Prabowo menjelaskan, pada Oktober 2019, yield Surat Berharga Negara (SBN) mengalami penguatan sebesar 25 basis points (bps) yang disertai aliran dana investor nonresiden yang mencapai Rp29,1 triliun. Dengan demikian sampai dengan 22 November 2019, aliran investor non-residen ke pasar SBN telah mencapai Rp175,6 triliun diiringi dengan penguatan yield sebesar 98,5 bps.
Sementara itu, sampai akhir Oktober, pasar saham menguat sebesar 1,0 persen menjadi 6.228,3. Penguatan ini ditopang oleh investor domestik mengingat investor nonresiden tercatat membukukan net sell atau penjualan bersih sebesar Rp3,8 triliun.
Namun, meningkatnya sentimen global di akhir minggu ke-3 November 2019, IHSG mencatatkan penurunan tipis ke level 6.100,2 dengan net buy atau pembelian bersih investor nonresiden sebesar Rp43,9 triliun.
Secara umum, kata Anto, kinerja intermediasi lembaga jasa keuangan berdasarkan data Oktober 2019 masih sejalan dengan perkembangan yang terjadi di perekonomian domestik. Kredit perbankan secara tahunan mencatat pertumbuhan positif sebesar 6,53 persen, ditopang kredit investasi yang tetap tumbuh double digit di level 11,2 persen.
Piutang pembiayaan perusahaan pembiayaan juga masih tumbuh stabil di level 3,5 persen. Dari sisi penghimpunan dana, Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan tumbuh sebesar 6,29 persen.
Selain itu, sepanjang Januari sampai Oktober 2019, asuransi jiwa dan asuransi umum/reasuransi berhasil menghimpun premi masing-masing sebesar Rp152,4 triliun dan Rp82,2 triliun.
Sampai dengan 26 November 2019, penghimpunan dana melalui pasar modal telah mencapai Rp155 triliun, serupa dengan level penghimpunan dana pada 2018. Adapun jumlah emiten baru pada periode tersebut sebanyak 48 perusahaan dengan pipeline penawaran sebanyak 61 emiten dengan total indikasi penawaran sebesar Rp22,8 triliun.
Di tengah pertumbuhan intermediasi lembaga jasa keuangan, posisi Oktober profil risiko masih terkendali. Rasio NPL atau kredit bermasalah terpantau meningkat tipis menjadi sebesar 2,73 persen, namun masih jauh di bawah threshold.
Rasio NPF bahkan mencatatkan penurunan dari bulan sebelumnya di level 2,5 persen. Risiko nilai tukar perbankan berada pada level yang rendah, dengan rasio Posisi Devisa Neto (PDN) sebesar 1,52 persen, jauh di bawah ambang batas ketentuan.
Likuiditas dan permodalan perbankan berada pada level yang memadai. Liquidity coverage ratio dan rasio alat likuid/non-core deposit masing-masing sebesar 199,14 persen dan 87,83 persen jauh di atas threshold.
Permodalan lembaga jasa keuangan terjaga stabil pada level yang tinggi. Capital Adequacy Ratio  perbankan sebesar 23,54 persen. Sejalan dengan itu, Risk-Based Capital industri asuransi jiwa dan asuransi umum masing-masing sebesar 705 persen dan 329 persen, jauh di atas ambang batas ketentuan.
Menurut Anto, OJK akan selalu memantau perkembangan ekonomi global dan berupaya memitigasi dampak kondisi yang unfavourable terhadap kinerja sektor jasa keuangan domestik terutama mengenai profil risiko likuiditas dan risiko kredit.
OJK akan terus berkoordinasi dengan para stakeholder guna memitigasi ketidakpastian eksternal, menjaga kontribusi sektor jasa keuangan dalam perekonomian nasional serta menjaga stabilitas sistem keuangan, katanya. (ant)

 

Bank sentral akan melanjutkan kebijakan akomodatif yang telah diambil pada 2019 dengan mencermati kondisi domestik dan global


Neraca


Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyampaikan terdapat tiga pelajaran penting dalam perjalanan ekonomi 2019 yang dapat dipetik sebagai strategi dalam menghadapi penurunan globalisasi dan meningkatnya digitalisasi. Tujuannya, untuk memperkuat ketahanan dan mendorong pertumbuhan ekonomi menuju Indonesia maju ke depan.

Pertama, kata Perry, Sinergi bauran kebijakan makroekonomi dan sistem keuangan yang diperkuat untuk ketahanan ekonomi nasional.

Kedua, Transformasi ekonomi ditingkatkan agar pertumbuhan lebih tinggi melalui pengembangan sumber pertumbuhan dari dalam negeri dengan fokus pada industri manufaktur dan pengembangan pariwisata.

Ketiga, Inovasi dalam ekonomi dan keuangan digital yang didorong untuk memperkuat daya saing dan kepentingan nasional serta mempersempit kesenjangan masyarakat.

Perry Warjiyo mengatakan pada 2020, BI akan memperluas kebijakan makroprudensial yang akomodatif untuk pengembangan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dan sektor prioritas termasuk ekspor dan pariwisata. Pendalaman pasar uang akan terus diakselerasi dan instrumen keuangan didorong untuk pembiayaan infrastruktur ramah lingkungan salah satunya Green Bond bersama pemerintah dan OJK.

Selain itu, sistem pembayaran juga diperluas melalui elektronifikasi penyaluran program sosial, moda transportasi dan operasi keuangan pemerintah di berbagai daerah. Sistem kliring nasional akan diperkuat sehingga menjadi lebih besar, cepat dan murah, termasuk meningkatkan interkoneksi gerbang pembayaran nasional. "Bank sentral akan melanjutkan kebijakan akomodatif yang telah diambil pada 2019 dengan mencermati kondisi domestik dan global," kata Gubernur BI.

Pertemuan Tahunan BI diselenggarakan rutin setiap akhir tahun untuk menyampaikan pandangan BI mengenai kondisi perekonomian terkini, tantangan dan prospek ke depan, serta arah kebijakan BI. Paparan ini sebagai wujud akuntabilitas dan transparansi Bank Indonesia.

Pertemuan itu dihadiri oleh Presiden Joko Widodo, pimpinan lembaga negara, menteri kabinet kerja, gubernur kepala daerah, pimpinan perbankan dan korporasi nonbank, akademisi, pengamat ekonomi, serta perwakilan sejumlah lembaga internasional. Tema yang diangkat dalam PTBI 2019 adalah "Sinergi, Transformasi, dan Inovasi : Menuju Indonesia Maju".

Sementara itu, Rapat Dewan Komisioner (RDK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai stabilitas sektor jasa keuangan akhir November 2019 dalam kondisi terjaga, dengan intermediasi sektor jasa keuangan tetap tumbuh positif, sementara profil risiko industri jasa keuangan terpantau terkendali di tengah pelambatan ekonomi global.

Pelambatan pertumbuhan ekonomi global dan kondisi geopolitik, seperti perang dagang dan Brexit masih menjadi sentimen utama yang mewarnai perkembangan pasar keuangan global. Sementara itu, kebijakan dovish oleh beberapa bank sentral negara maju berpengaruh positif terhadap likuiditas global, terutama emerging markets, termasuk Indonesia, kata Deputi Komisioner Hubungan Masyarakat dan Manajemen Strategis OJK Anto Prabowo dalam keterangannya di Jakarta.

Anto Prabowo menjelaskan, pada Oktober 2019, yield Surat Berharga Negara (SBN) mengalami penguatan sebesar 25 basis points (bps) yang disertai aliran dana investor nonresiden yang mencapai Rp29,1 triliun. Dengan demikian sampai dengan 22 November 2019, aliran investor non-residen ke pasar SBN telah mencapai Rp175,6 triliun diiringi dengan penguatan yield sebesar 98,5 bps.

Sementara itu, sampai akhir Oktober, pasar saham menguat sebesar 1,0 persen menjadi 6.228,3. Penguatan ini ditopang oleh investor domestik mengingat investor nonresiden tercatat membukukan net sell atau penjualan bersih sebesar Rp3,8 triliun.

Namun, meningkatnya sentimen global di akhir minggu ke-3 November 2019, IHSG mencatatkan penurunan tipis ke level 6.100,2 dengan net buy atau pembelian bersih investor nonresiden sebesar Rp43,9 triliun.

Secara umum, kata Anto, kinerja intermediasi lembaga jasa keuangan berdasarkan data Oktober 2019 masih sejalan dengan perkembangan yang terjadi di perekonomian domestik. Kredit perbankan secara tahunan mencatat pertumbuhan positif sebesar 6,53 persen, ditopang kredit investasi yang tetap tumbuh double digit di level 11,2 persen.

Piutang pembiayaan perusahaan pembiayaan juga masih tumbuh stabil di level 3,5 persen. Dari sisi penghimpunan dana, Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan tumbuh sebesar 6,29 persen.

Selain itu, sepanjang Januari sampai Oktober 2019, asuransi jiwa dan asuransi umum/reasuransi berhasil menghimpun premi masing-masing sebesar Rp152,4 triliun dan Rp82,2 triliun.

Sampai dengan 26 November 2019, penghimpunan dana melalui pasar modal telah mencapai Rp155 triliun, serupa dengan level penghimpunan dana pada 2018. Adapun jumlah emiten baru pada periode tersebut sebanyak 48 perusahaan dengan pipeline penawaran sebanyak 61 emiten dengan total indikasi penawaran sebesar Rp22,8 triliun.

Di tengah pertumbuhan intermediasi lembaga jasa keuangan, posisi Oktober profil risiko masih terkendali. Rasio NPL atau kredit bermasalah terpantau meningkat tipis menjadi sebesar 2,73 persen, namun masih jauh di bawah threshold.

Rasio NPF bahkan mencatatkan penurunan dari bulan sebelumnya di level 2,5 persen. Risiko nilai tukar perbankan berada pada level yang rendah, dengan rasio Posisi Devisa Neto (PDN) sebesar 1,52 persen, jauh di bawah ambang batas ketentuan.

Likuiditas dan permodalan perbankan berada pada level yang memadai. Liquidity coverage ratio dan rasio alat likuid/non-core deposit masing-masing sebesar 199,14 persen dan 87,83 persen jauh di atas threshold.

Permodalan lembaga jasa keuangan terjaga stabil pada level yang tinggi. Capital Adequacy Ratio  perbankan sebesar 23,54 persen. Sejalan dengan itu, Risk-Based Capital industri asuransi jiwa dan asuransi umum masing-masing sebesar 705 persen dan 329 persen, jauh di atas ambang batas ketentuan.

Menurut Anto, OJK akan selalu memantau perkembangan ekonomi global dan berupaya memitigasi dampak kondisi yang unfavourable terhadap kinerja sektor jasa keuangan domestik terutama mengenai profil risiko likuiditas dan risiko kredit.

OJK akan terus berkoordinasi dengan para stakeholder guna memitigasi ketidakpastian eksternal, menjaga kontribusi sektor jasa keuangan dalam perekonomian nasional serta menjaga stabilitas sistem keuangan, katanya. (ant)

BERITA TERKAIT

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…

BERITA LAINNYA DI

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…