Desa Fiktif

 

Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro, MSi

Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Solo

Cerita fiktif ternyata bukan hanya ada di dunia maya tapi bisa realita dan karenanya hal ini menarik dikaji terutama dikaitkan dengan dugaan penyaluran dana desa ke desa fiktif (Neraca, Jumat 8 Nov.). Oleh karena itu sangat beralasan jika kemudian ada upaya preventif untuk melakukan pencegahan dibalik tindakan negatif penyaluran dana desa ke desa fiktit. Jika ditelusur sebenarnya tindakan tidak terpuji ini bertentangan dari niat pemerintah untuk memacu geliat ekonomi di daerah terutama di perdesaan. Padahal mata rantai dari geliat ekonomi di daerah dan di perdesaan bisa merembet ke pusat dan hal ini sejatinya selaras dengan niatan pelaksanaan era otda. Selain itu, potensi dari hal ini akan mengangkat produk unggulan di daerah berbasis kearifan lokal. Artinya, mata rantai tersebut akan signifkan mengangkat kesejahteraan masyarakat di daerah dan hal ini akan perlahan mereduksi kesenjangan antar daerah dan juga antara perkotaan dan perdesaan yang selama ini masih terjadi.

Penyaluran dana fiktif sebenarnya adalah modus lama dibalik rekayasa pengaliran dana dari pusat ke daerah. Bahkan, modus bansos fiktif juga pernah terjadi dan bukan hanya sekali terjadi di pusat atau di daerah. Bahkan, beberapa diantara kasusnya juga pernah menjerat sejumlah kepala daerah. Oleh karena itu, pengawasan alokasi dana bansos ke daerah menjadi sangat penting. Selain itu, komitmen pemerintahan Jokowi untuk dapat mengangkat perekonomian di daerah dengan alokasi dana desa dan dana kelurahan juga disinyalir akan menjadi ladang permaian baru sejumlah oknum yang kemungkinan besar akan menjerat sejumlah oknum pejabat, baik di pusat atau di daerah. Oleh karena itu apa yang diberitakan tentang desa fiktif bisa menjadi preseden buruk terkait komitmen dari pemerintah pusat terhadap daerah, terutama menyangkut kesejahteraan di era otda.

Tantangan memberi kesempatan bagi daerah pada umumnya dan desa khususnya untuk mandiri dan membangun daerahnya sendiri memungkinkan daerah dan juga desa untuk menentukan arah pembangunan yang terbaik bagi internal. Argumen yang mendasari tidak terlepas dari kemampuan daerah dan desa untuk memetakan semua persoalan yang ada dan potensi yang mampu dikembangkan. Keyakinan ini juga didukung alokasi dana desa termasuk juga dana kelurahan.

Meskipun demikian tetap harus dicermati potensi dibalik alokasi dana desa. Yang mendasarinya karena dana desa meningkat tiap tahun di 2015 sebesar Rp.20,67 triliun, tahun 2016 menjadi Rp.46,98 triliun, tahun 2017 dan 2018 Rp.60 triliun, dan di 2019 Rp.70 triliun sehingga total periode 2015-2019 Rp.257 triliun.

Bahkan Presiden Jokowi menegaskan akan meningkatkan alokasi dana desa total Rp.400 triliun di 5 tahun mendatang 2019-2024. Alokasi periode 2015-2019 sebesar Rp.257 triliun dengan formulasi yaitu 77 persen dibagi rata ke seluruh desa, 20 persen dialokasikan tambahan secara proporsional ke desa berdasar jumlah penduduk, tingkat kemiskinan, tingkat kesulitan geografis dan luas wilayah.

Ironi dibalik desa fiktif harus menjadi pembelajaran agar ke depan alokasinya bisa tepat sasaran, termasuk juga alokasi dana kelurahan. Oleh karena itu, pengawasan alokasinya harus melibatkan banyak pihak sehingga transparansi bisa terjamin dan yang terpenting adalah dana tersebut tersalurkan dengan tepat untuk pembiayaan sesuai program yang tepat pula agar kesejahteraan di daerah terutama perdesaan bisa meningkat. 

BERITA TERKAIT

Ekspor Nonmigas Primadona

Oleh: Zulkifli Hasan Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada periode Februari 2024 sebesar USD0,87 miliar. Surplus ini…

Jaga Kondusivitas, Tempuh Jalur Hukum

  Oleh: Rama Satria Pengamat Kebijakan Publik Situasi di masyarakat saat ini relatif kondusif pasca penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Perspektif UMKM di Ramadhan

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Memasuki pertengahan bulan suci Ramadhan seperti ini ada dua arus perspektif yang menjadi fenomena…

BERITA LAINNYA DI

Ekspor Nonmigas Primadona

Oleh: Zulkifli Hasan Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada periode Februari 2024 sebesar USD0,87 miliar. Surplus ini…

Jaga Kondusivitas, Tempuh Jalur Hukum

  Oleh: Rama Satria Pengamat Kebijakan Publik Situasi di masyarakat saat ini relatif kondusif pasca penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Perspektif UMKM di Ramadhan

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Memasuki pertengahan bulan suci Ramadhan seperti ini ada dua arus perspektif yang menjadi fenomena…